MAKNA PENDERITAAN DI DALAM IMAN KRISTIANI
Makna di balik Penderitaan
Pdt. Effendi Susanto STh.
nats: Rom.8:17-27
Eksposisi Surat Roma (20)
Di dalam hidup kita, kita harus memiliki dua ‘sekolah’. Yang satu adalah sekolah kesuksesan, yang satu lagi sekolah kegagalan. Di dunia ini seringkali kita hanya diajar bagaimana untuk berhasil, sukses dan sukses di dalam hidup ini. Tetapi pada waktu kita terbentur dengan segala kesulitan dan kegagalan, tidak ada orang yang pernah melatih dan mengajar kita bagaimana bisa melewati segala kesulitan dan kegagalan itu. Kita menemukan begitu banyak orang hidup dengan asumsi-asumsi yang salah: saya hidup di dalam dunia ini saya seharusnya, sepatutnya, dan itu adalah hak saya untuk bisa menikmati segala yang baik. Itu adalah hak saya untuk mendapatkan segala kesuksesan di dalam hidup.
Kalau kita hidup dengan asumsi bahwa tidak semestinya saya mengalami kesulitan dalam hidup, jujur saya harus mengatakan kepada sdr, bahwa orang seperti ini akan mengalami kesulitan hidup jauh lebih susah di dalam dunia ini. Tetapi kalau kita sudah mempersiapkan hati kita selalu siap sedia bahwa ada hal-hal yang tidak terduga di luar dari rencana kita dan bukan hal yang kita inginkan bisa terjadi di dalam hidup kita, saya percaya kita akan menjalani hidup ini jauh lebih indah dan jauh lebih baik.
Rom.8:17 merupakan ayat yang penting, Paulus mengatakan kita pasti akan mendapatkan segala warisan sebab kita adalah anak-anak Allah. Itu bukan janji kosong sebab Kristus Yesus sudah datang di atas muka bumi ini dan Dia yang sekarang ada di surga menjadi ‘Saudara Sulung’ kita, maksudnya lihat contoh Kristus, lihat bukti itu, engkau dan saya adalah anak-anak Allah.
Jikalau Dia sudah menikmati segala keindahan sukacita surgawi, engkau dan saya akan mendapatkannya juga karena kita sudah menerima penebusan Kristus. Tetapi sekaligus langsung Paulus mengatakan kalau kita menerima segala kemuliaan, segala berkat, segala hal yang indah di dalam Kristus, jangan lupa kitapun juga harus mengikuti dan melewati proses perjalanan hidup yang sama seperti Kristus. Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan, tidak ada mahkota singgasana tanpa mahkota duri di atas kayu salib. Maka bagi Paulus penderitaan yang ada pada diri anak-anak Tuhan itu justru menjadi bukti bahwa kita adalah anak-anak yang sah di hadapan Tuhan.
Sampai di situ, Paulus kemudian mengelaborasi konsep mengenai penderitaan ini. Dari ayat 18-27 dia sedikit meluas bicara mengenai penderitaan bukan saja kepada anak-anak Tuhan, tetapi sekaligus bicara mengenai ‘the cosmic suffering,’ penderitaan yang berada secara universal. Paulus tidak saja bicara tentang orang Kristen yang menderita tetapi semua mahluk mengalami penderitaan. Jadi terjadi perubahan mulai dari ayat 17 bicara mengenai penderitaan kita, lalu ayat 18 dia melebar dan menjelaskan konsep mengenai penderitaan secara umum.
Dia bicara mengenai penderitaan di sini dengan memakai istilah ‘keluhan.’ Kita menemukan tiga macam keluhan di dalam perikop ini. Yang pertama adalah keluhan seluruh mahluk. Ini adalah keluhan yang muncul akibat dunia jatuh di dalam dosa. Yang kedua adalah keluhan orang percaya. Ini adalah keluhan akibat proses pengkudusan di dalam hidup orang percaya dan merupakan satu keluhan yang paradoks. Anak Tuhan hidup di dalam rentang emosi yang seperti ini, di satu sisi kita mengeluh karena kita berada di dalam proses pengkudusan, kita mau melakukan apa yang Tuhan sudah berikan tetapi mengapa hal yang tidak baik yang justru kita lakukan.
Tetapi hidup kita tidak terus berada di dalam sisi itu. Ada satu dimensi lain di dalam hidup orang Kristen yang tidak ada di dalam diri orang lain yaitu Roh Kudus adalah Roh yang memberi hidup dan damai sejahtera. Jadi hidup orang Kristen berada di dalam rentang emosi seperti itu. Keluhan, perasaan frustrasi, perasan mengapa Tuhan terlalu jauh di dalam hidupku, namun sekaligus perasaan peace oleh karena kita memiliki Roh Kudus yang memberikan damai sejahtera sebab kita tidak lagi berada di bawah penghukuman Allah. Yang ketiga di ayat 26b adalah keluhan dari Roh Kudus, the groaning of the Holy Spirit. Roh Kuduspun berkeluh kesah di dalam hati kita.
Maka pada waktu kita berada di dalam suffering, ayat 17 Paulus bilang tidak ada satupun dari kita yang akan luput darinya karena itu menjadi contoh dan bukti engkau adalah anak-anak Allah. Anak Allah yaitu Yesus Kristus, Saudara Sulung kitapun selama hidup di atas muka bumi ini tidak diluputkan dari proses penderitaan dan kesulitan itu. Itu sebab pada waktu kita mengalaminya, kita harus memiliki suatu pengharapan dan keyakinan bahwa ini adalah bagian di dalam hidup kita karena Kristuspun mengalami hal itu.
Yang kedua, di ayat 20 Paulus lebih melebarkan karena itu merupakan realita dan fakta dari hidup kita sehari-hari. Kita jadi anak Tuhan ataupun bukan anak Tuhan, kita hidup di bawah hukuman akibat dosa, bahkan seluruh mahluk berada di bawah keluhan karena dunia ini sudah ditaklukkan di bawah penghukuman dosa. Mari kita tidak tertipu oleh pembuaian ajaran bahwa orang Kristen tidak akan mengalami penderitaan, bahwa kita akan hidup di dalam kesuksesan, segala hal yang kita doakan dan usahakan pasti Tuhan akan sertai dan berkati dengan segala kelancaran.
Tidak heran banyak orang Kristen sudah salah guna memakai doa Yabez, ‘Tuhan, berkatilah apa yang aku kerjakan. Buatlah itu menjadi berlipat ganda dsb.’ Bagi saya itu adalah ajaran yang keliru luar biasa. Keliru, sebab doa Yabez adalah hanya salah satu contoh doa yang dicatat di Alkitab.
Contoh doa tidak boleh menjadi prinsip doa. Itu kesalahan besar. Karena ada banyak contoh doa di dalam Alkitab yang tidak seperti itu. Salah satunya adalah doa Paulus meminta Tuhan mencabut duri dari tubuhnya. Sampai tiga kali dia meminta, tetapi Tuhan mengatakan ‘Cukuplah kasih karuniaku.’ Stop jangan doa lagi.
Sekalipun di dalam sakit yang terus-menerus muncul di dalam hidupmu, sakit itu begitu berat, tetapi ditopang oleh anugerah Tuhan engkau sanggup bisa mengatasi dan melewati akan hal itu. Itu contoh doa. Ada contoh doa Yabez. Yabez mengalami penderitaan dan kesulitan di dalam hidupnya dan dia berdoa kepada Tuhan lalu Tuhan menjawab doa Yabez.
Di sini Paulus ingin mengatakan kepada kita, pada waktu kita mengalami segala kesulitan dan penderitaan di dalam dunia ini, kita tidak terlepas dan tidak terluput, kita sama seperti orang yang lain sebab kita hidup di dalam dunia ini, berada di atas muka bumi ini, satupun di antara kita tidak bisa terlepas dari hal-hal seperti ini.
Gempa terjadi di Haiti dan terjadi kontroversi ketika sebagian orang Kristen mengatakan itu pasti karena Tuhan menghukum Haiti yang penuh dengan segala sinkretisme. Haiti jago santet orang dengan ilmu voodoo-nya. Tetapi jangan lupa bahwa pada waktu gempa itu terjadi, bukan saja orang yang tidak percaya yang meninggal, tetapi di situ ada juga gereja, hamba-hamba Tuhan, anak-anak Tuhan, ada misionari, ada orang-orang yang mau membantu Haiti juga mati ditimpa dan hilang lenyap oleh karena bencana itu.
Pada waktu murid-murid Yesus melihat seorang buta di tepi jalan, mereka lalu berpikir dia buta karena dosa dia atau karena dosa orang tuanya. Tetapi Yesus mengatakan jangan mengambil kesimpulan sebab-akibat seperti itu (Yoh.9). Pada waktu ada kasus menara di dekat Siloam roboh dan menimpa orang hingga mati, Yesus mengatakan jangan kira itu adalah karena dosa mereka (Luk.13). Dengan kalimat seperti ini Yesus hanya ingin mengajak kita supaya melihat dan jangan terlalu cepat menarik sebab-akibat seperti itu supaya kita tidak jatuh dengan menghakimi orang dengan cara seperti itu. Pasti Tuhan yang adil akan menghakimi setiap orang.
Kita tidak tahu misteri di balik hal-hal itu tetapi semua peristiwa yang sakit, menyedihkan dan memilukan hati itu tidak akan menjadi keterkejutan tiba-tiba ketika dia datang ke dalam hidupmu sebab karena kita sudah siap sedia seperti yang firman Tuhan katakan satupun di antara kita tidak akan terluput dari hal itu, siapapun dia. Ada pendeta yang pulang berkhotbah, di tengah jalan mengalami tabrakan dan besi yang tajam menembus tubuhnya hingga dia meninggal.
Paulus mengkomparasi akibat kejatuhan manusia di dalam dosa di Rom.8 ini dengan Kej.3. Di sini Paulus mengatakan akibat dosa kita semua mengeluarkan keluhan yang sama, keluhan yang keluar dari mulut anak Tuhan karena akibat dosa yang mengutuk dunia ini keluhan yang juga bisa keluar dari mulut orang-orang lain dan juga merupakan keluhan yang muncul dari semua mahluk. Seluruh ciptaan mengeluh. Dosa menghasilkan tiga aspek di sini dan kita semua takluk di bawahnya. Satu, tidak ada satupun di antara kita yang tidak takluk kepada kesia-siaan (ayat 20), the futility of life.
Semua kita takluk di bawah kesia-siaan hidup. Maksudnya di sini, semua kita karena akibat dosa takluk di bawah the unfairness of life. Ini adalah kutukan Tuhan secara spesifik kepada Adam, dengan susah payah engkau akan bekerja dan semak dan onak duri akan dihasilkan tanahmu (Kej.3:18). Dengan kata lain tidak ada orang yang hidup di atas muka bumi ini tidak pernah mengeluarkan keluhan harus berjuang untuk supaya bisa mendapatkan sesuap nasi bagi dirinya. Kita bekerja dengan susah payah, justru mendapatkan onak duri sebagai hasilnya. Ada orang lain yang tidak bekerja dengan susah payah setiap hari makan dari hasil kerja keras orang lain.
Melihat kesulitan dan penderitaan terjadi di sekitar kita, hati kita sedih dan berkeluh kesah. Kenapa hidup di muka bumi seperti ini? Ada orang mempunyai kualitas hidup yang baik, dengan integritas dan kejujuran tetapi selama-lamanya menjalani hidup yang susah dan diperlakukan dengan tidak adil oleh orang lain. Ada orang sudah bekerja setengah mati di kantor dengan baik-baik, ingin hidup jadi orang Kristen yang jujur, tetapi teman-teman yang setiap kali kerjanya cuma mengobrol naik terus jabatannya.
Itu namanya kesia-siaan hidup, the unfairness of life. Ayat 19-21 Paulus sedikit menyinggung mengenai aspek eskatologis, ketika Tuhan Yesus datang kembali ke dua kalinya, di situlah finalitas penderitaan selesai dan tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi sakit, tidak ada lagi proses penuaan, tidak ada lagi kematian. Itulah keindahannya. Itu sebab pada waktu sampai di situ Paulus mengatakan satu kalimat kemenangan, “Sebab aku yakin bahwa penderitaan sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan datang” (Rom.8:18).
Ayat 20, yang Paulus maksud dengan ‘semua mahluk’ itu siapa? Ada yang mengatakan itu adalah orang-orang lain yang belum percaya Tuhan. Tetapi saya lebih setuju mengatakan semua mahluk di sini mengacu kepada semua creation, semua ciptaan Tuhan. Semua ciptaan Tuhan menantikan kapankah hal itu akan terjadi. Paulus memakai ayat ini untuk dikomparasi dengan Kej.3 pada waktu Adam berdosa bukan saja Adam menerima akibat dosa, bukan saja Hawa menerima akibat dosa, tetapi dunia ciptaan yang baik ini juga berada di bawah kutukan dosa.
Bukan mereka yang mau, tetapi Tuhan yang menaklukkan dunia yang diciptaNya kini berada di bawah kutukan dosa. Manusia tidak sanggup bisa melihat keindahan alam semesta dengan baik. Manusia tidak bisa mengeksplorasi dunia demi untuk kesejahteraan orang banyak, manusia hanya sanggup bisa mengeksploitasi alam demi untuk kekayaan diri sendiri. Itulah yang terjadi. Melihat keindahan dunia, ada jejak kaki manusia yang merusak di situ. Keindahan dari dunia yang baik ini tetapi ada kutukan dosa di situ, kita mengeluh. Maka Paulus memakai bahasa personifikasi ini, di dalam diri seluruh mahluk. Mereka juga mengeluh kapankah dunia ini ditransformasi semua menjadi indah, perfect dan begitu lengkap? Sekarang hidup di dalam dunia yang terkutuk seperti ini semua kita takluk di bawah unfairness life.
Ayat 21, ini yang kita sebut sebagai “the cosmic redemption.” Maka sampai pada akhir Alkitab mencatat akan ada langit yang baru dan bumi yang baru. Bumi yang dicipta ini pada waktu Yesus datang kembali akan dikuduskan dari dosa dan bumi ini tidak akan dihilangkan dan dilenyapkan melainkan akan ditransformasi oleh Tuhan. Itu sebab Yes.65:25 mengatakan pada waktu itu serigala dan anak domba akan makan rumput bersama-sama. Singa akan makan jerami bersama lembu.
Itu bicara mengenai ‘the cosmic redemption.’ Tidak akan ada lagi permusuhan, tidak akan ada lagi hal-hal yang merusak alam semesta ini sebab semua yang Tuhan ciptakan itu menjadi indah dan ditransformasi. Maka penebusan Tuhan yang terakhir bukan bicara nanti di surga kita akan terus melayang di awan-awan kepada satu dunia yang lain, tetapi engkau dan saya akan tinggal dan hidup di dalam langit dan bumi baru dimana Tuhan dan manusia tidak lagi dipisahkan oleh dosa tetapi berada di dalam satu kebersamaan. Bukan saja kita orang percaya, tetapi semua ciptaan yang indah dan baik berada di situ.
Yang kedua, semua kita berada di bawah perbudakan kebinasaan, “the bondage of decay.” Tuhan berkata kepada Adam, ”...engkau akan kembali kepada tanah sebab dari situlah engkau diambil” (Kej.3:19). Akibat dosa maka maut datang ke dalam hidup manusia. Tidak ada satupun yang escape di atas muka bumi ini, ketika satu kehidupan muncul berarti kehidupan itu cepat atau lambat berada di dalam proses the bondage of decay, kita semua akan menuju ke situ. Engkau dan saya yang sudah ditebus oleh Tuhan, kita tidak akan takut menghadapi kematian karena kita percaya satu kali kelak Tuhan akan memberikan tubuh kemuliaan kepada setiap kita.
Tetapi di dalam dunia yang begitu terbatas, kadang-kadang spirit kita, roh yang ada di dalam kita memang bereaksi tidak menginginkan limitasi itu. Kita tidak ingin menjadi tua. Tetapi kita tidak bisa escape darinya, semua kita satu kali kelak akan menghadapi kematian. Yang ketiga, semua kita yang hidup di atas muka bumi ini ditaklukkan kepada “sakit bersalin” (ayat 22). Sekali lagi, Paulus mengacu kepada Kej.3 Tuhan bicara kepada Hawa “dengan sakit bersalin engkau akan melahirkan.” Bagaimana menafsir ayat ini? Apakah berarti kalau Hawa tidak jatuh di dalam dosa dia waktu melahirkan tidak melewati proses sakit bersalin?
Sakit yang diakibatkan dosa kepada Hawa bukan dalam pengertian fisik bahwa Tuhan akan menambah kesakitannya tetapi lebih di dalam pengertian bahwa setelah melahirkan, perasaan sakit itu akan menjadi painful. Yang kita lahirkan itu adalah satu kehidupan. Yang kita lahirkan dengan susah payah itu adalah anak-anak kita yang dengan susah kita besarkan tetapi seringkali akibat dosa, yang seharusnya anak itu berterimakasih, anak itu berbakti dan berguna di dalam masyarakat, anak itu menjadi baik dan bertanggung jawab kepada orang tua, tetapi justru menjadi anak yang lari dan liar dan mengecewakan hati kita. Itu arti dari ayat ini. Dengan melahirkan engkau akan mendapatkan sakit dan susah yang lebih banyak. Memperoleh anak itu adalah satu berkat tetapi sekaligus di situ bisa menjadi painful yang besar dan berat di dalam hidup kita.
Tetapi ada ‘blessing in disguise’ dengan Paulus mengatakan kata “sakit bersalin” ini sebagai metafora dari penderitaan orang Kristen. Kita bandingkan ini dengan kalimat Tuhan Yesus di dalam Yoh.16:21 seorang wanita mengalami proses kesakitan yang luar biasa waktu bayinya akan keluar tetapi begitu dia melihat bayinya, segala kesakitan itu hilang lenyap. Penderitaanmu di atas muka bumi ini, sakitmu di atas muka bumi ini seperti sakit seorang wanita bersalin.
Berarti dua hal bagi saya, pertama penderitaan dan sakit yang ada di dalam hidup sdr adalah suatu hal yang harus kita alami dan kita jalani, melewati satu proses perjuangan supaya kita bisa menghasilkan satu hasil di belakang. Maka tidak usah takut menghadapi kesulitan dan penderitaan sebab memang tidak ada hal di atas muka bumi ini yang datang secara gampang di dalam hidup kita. Semua perlu proses, seperti seorang perempuan yang melahirkan, perlu perjuangan menghasilkan sesuatu.
Yang kedua, dengan memakai istilah ‘giving birth’ untuk mencetuskan suffering berarti di belakang dari suffering itu ada joy. Itu bukan sesuatu yang tidak punya arti dan nilai. Maka mengapa Paulus memakai satu metafora yang indah ini. Semua kita takluk di bawah sakit, semua kita berada di bawah penderitaan, semua kita mengalami painful life. Tetapi mari kita lihat perbedaannya. Painful kita bukan seperti suffering yang datang seperti ketiban tangga. Painful kita bukan seperti sedang jalan-jalan tahu-tahu ada batu nyasar menimpa kepala kita. Painful kita adalah satu painful yang memperjuangkan sesuatu yang indah lahir dari hidup kita. Di balik dari semua sakit itu lebih indah akan muncul darinya. Itu yang memberikan sukacita bagi kita.
Jadi anak Tuhan, jangan biarkan kita merasa hidup kita itu lebih jelek, lebih buruk dan lebih gelap daripada orang lain. Jadi anak Tuhan jangan juga memiliki asumsi yang salah bahwa kita akan terlepas dan terluput dari hal-hal yang dialami oleh orang-orang yang lain yang tidak percaya dan kiranya tidak timpa kepada kita. Apa yang memberikan perbedaan? Kita punya pengharapan, yaitu pengharapan yang diberikan oleh Tuhan.
Pengharapan itu disebut pengharapan karena kita tidak melihat realitanya sekarang. Kita hidup berpengharapan sebab kita tahu di belakang dari proses giving birth ada satu kehidupan yang indah. Kedua, keluar kalimat kemenangan ini, penderitaan yang aku alami sekarang ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan kemuliaan yang Tuhan akan berikan nanti. Ini yang membedakan engkau dengan orang yang tidak punya pengharapan. Ini yang membedakan kita dengan orang-orang yang tidak memiliki Kristus. Maka melewati hal yang sama, kita bereaksi dengan cara yang berbeda. (kz)
Mengapa Orang Kristen Menderita
ranslated by Berens
Pendahuluan
Mengapa mesti saya? Mengapa mesti sekarang? Apa yang sedang Allah perbuat? Penderitaan adalah alat yang Allah pergunakan untuk membuat kita lebih peka dan untuk mencapai tujuanNya dalam kehidupan kita. Penderitaan dirancang untuk membangun kepercayaan kita kepada Yang Mahakuasa, akan tetapi penderitaan menuntut respons yang tepat agar dapat berhasil dalam menyelesaikan maksud-maksud Tuhan. Penderitaan menekan kita untuk meninggalkan kekuatan diri sendiri kepada hidup oleh iman dalam kekuatan yang berasal dari Allah.
Penderitaan itu sendiri bukan satu kebaikan, juga bukan tanda kehidupan yang suci. Penderitaan bukan satu cara memperoleh sesuatu dari Tuhan, atau sebagai cara mengalahkan kedagingan (seperti dalam askese atau penyiksaan diri). Sedapat mungkin penderitaan harus dihindari. Kristus juga menghidari penderitaan kecuali kalau itu merupakan tuntutan kepatuhan kepada kehendak Bapa.
“Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depan-nya” (Pengkhotbah 7:14)
Pertanyaan-pertanyaan berikut dirancang untuk membantu kita “mengingat” pada saat kesusahan:
(1) Bagaimana cara saya menanggapinya?
(2) Bagaimana seharusnya saya menanggapinya?
(3) Apakah saya mempelajari sesuatu darinya?
(4) Apakah tanggapan saya mencerminkan iman, kasih kepada Allah dan kepada sesama, sifat seperti Kristus, kebenaran, komitmen, keutamaan, dsb.?
(5) Bagaimana Alllah bisa menggunakannya dalam hidup saya?
Arti Penderitaan
Apa sebenarnya arti jalan yang berliku yang diberikan Allah dalam hidup ini yang perlu kita pelajari? Pada dasarnya, penderitaan adalah segala sesuatu yang menyakitkan dan mengganggu. Dalam rancangan Allah, penderitaan adalah sesuatu yang menuntut kita supaya berpikir. Penderitaan adalah alat yang dipakai Allah untuk membuat kita menjadi peka dan yang dipakai Allah untuk mencapai maksudNya dalam hidup kita yang tidak bisa terjadi selain lewat pencobaan dan lewat keadaan yang tidak menyenangkan.
Ilustrasi mengenai Penderitaan
“Penderitaan bisa dalam bentuk kanker atau sakit tenggorokan. Penderitaan bisa berbentuk sakit penyakit atau kehilangan seseorang yang Anda kasihi. Penderitaan bisa berbentuk kegagalan hidup atau kekecewaan dalam pekerjaan atau dalam studi. Penderitaan bisa berbentuk gosip yang beredar ditempat Anda bekerja atau digereja Anda yang merusak reputasi Anda yang membawa kesedihan dan kecemasan.”1 Penderitaan bisa berbentuk sesuatu gangguan yang paling kecil seperti digigit nyamuk hingga seperti berada di kandang singa seperti Daniel (Dan. 6).
Penyebab Penderitaan
(1) Kita menderita karena kita hidup di dunia yang terkutuk dimana dosa memerintah hati manusia.
(2) Kita menderita karena kebodohan kita sendiri. Kita menuai apa yang kita tabur (Galatia 6:7-9).
(3) Kita menderita kadang-kadang karena Allah mendisiplin kita. “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak” (Ibrani 12:6).
(4) Kita bisa menderita penganiayaan karena iman yang kita miliki—khususnya bila kita menderita karena membela kebenaran alkitabiah, yakni menderita akibat kebenaran (2 Timotius 3:12).
Tentu saja semua penyebab ini tidak terjadi secara sekaligus pada saat yang sama. Misalnya, tidak semua penderitaan terjadi karena kebodohan kita, karena diri kita, atau karena dosa. Akan tetapi, memang jarang penderitaan tidak membuat kita menjadi peka terhadap kebutuhan kita, terhadap kelemahan kita, dan terhadap sikap kita yang salah yang perlu disingkirkan seperti bagian yang tidak bernilai dalam memurnikan emas (1 Petrus 1:6-7).
Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu—yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dalam api—sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diriNya (1 Petrus 1:6-7).
Hakekat Penderitaan
(1) Penderitaan itu menyakitkan. Penderitaan itu keras; tidak pernah enteng. Apapun yang kita ketahui dan sekeras apapun kita menerapkan prinsip-prinsip yang kita percayai, penderitaan tetap menyakitkan (1 Pet. 1:6—“berdukacita” = lupeo, “mengakibatkan kesakitan, penderitaan, kesedihan”).
(2) Menderitaan itu membingungkan. Penderitaan bagaikan misteri. Kita bisa saja mengetahui alasan-alasan teologis mengapa ada penderitaan, akan tetapi, kalau itu terjadi, selalu ada satu misteri didalamnya. Mengapa mesti menderita sekarang? Apa yang sedang Allah lakukan? Penderitaan dirancang untuk membangun iman kita kepada Yang Mahakuasa.
(3) Penderitaan itu bermakana. Meskipun memiliki misteri, penderitaan itu memiliki makna. Tujuan utamanya adalah supaya terbentuk sifat-sifat seperti Kristus dalam diri seseorang (Roma 8:28-29).
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencanaNya. Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara (Roma 8:28-29)
(4) Penderitaan itu membuktikan (menguji) siapa kita. Suffering Proves (tests) Us. “Pencobaan” dalam Yakobus 1:2 dalam bahasa Yunaninya adalah peirasmos yang artinya meneliti, menguji, dan membuktikan sifat atau integritas sesuatu. “Ujian” pada ayat berikutnya adalah dokimion yang artinya sama. Istilah ini menggambarkan satu ujian yang dirancang untuk membuktikan atau untuk menyetujui. Penderitaan adalah sesuatu yang membuktikan sifat dan integritas seseorang serta objek dan kualitas iman seseorang. Bandingkan 1 Petrus 1:6-7 dimana istilah yang sama dipakai berkaitan dengan kata kerja dokimazo yang berarti, “diuji,” “membuktikan dengan menguji seperti menguji emas.”
(5) Penderitaan adalah satu proses. Karena proses, maka memerlukan waktu. Hasil yang diharapkan Tuhan lewat pencobaan hidup memerlukan waktu dan juga kesabaran.
Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan (Roma 5:3-4).
Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun (Yakobus 1:3-4).
(6) Penderitaan adalah satu pemurnian. Apapun alasannya, bahkan sekalipun jika bukan merupakan disiplin Allah atas keduniawian kita, penderitaan adalah satu pemurnian karena tidak satupun manusia yang bisa sempurna dalam hidup ini.
Bukan seolah-olah akau telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku juga dapat menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus (Filipi 3:12-14).
(7) Penderitaan menyediakan kesempatan. Penderitaan meneyediakan kesempatan untuk kemuliaan Allah, transformasi diri kita, kesaksian, dan pelayanan, dsb. (Lihat juga maksud penderitaan dibawah ini.)
(8) Penderitaan menuntut kerjasama kita. Penderitaan menuntut tanggapan yang benar kalau kita ingin berhasil dalam mencapai maksud-maksud Allah. ‘Semua orang menginginkan hasil, kepribadian, tetapi kita tidak menginginkan prosesnya, yaitu penderitaan.”2 Penderitaan adalah keharusan untuk hasil yang baik.
(9) Penderitaan adalah sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya atau diatur.
Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan (1 Petrus 1:6).
Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang akan datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu (1 Petrus 4:12).
(10) Penderitaan itu tidak bisa dihindari. Pertanyaan yang masing-masing kita harus hadapi bukanlah “Seandainya saya harus mengalami pencobaan dalam hidup ini,” tetapi pertanyaanya adalah “bagaimana seharusnya kita menanggapinya?”
Supaya jangan ada yang orang yang goyang imannya karena kesusahan-kesusahan ini. Kamu sendiri tahu, bahwa kita ditentukan untuk itu (1 Tesalonika 3:3).
Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia (1 Petrus 4:19).
(11) Penderitaan adalah satu pergumulan. Pergumulan ini akan menyeluruh. Itulah sebabnya mengapa disebut “ujian” dan “pencobaan.” Bahkan meski kita telah mengetahui tujuan penderitaan dan prinsip-prinsipnya, dan bahwa kita mengetahui kasih dan keprihatinan Allah yang diberikan dalam Firman Tuhan tentang bagaimana menghadapi penderitaan, menghadapi pencobaan hidup tidak pernah enteng karena penderitaan itu menyakitkan. Ujian hanya memberi kemampuan kepada kita untuk bekerjasama dengan prosesnya (Yakobus 1:4). Penderitaan memungkinkan prosesnya terjadi dalam hidup kita dan memungkinkan kita untuk mengalami kedamaian dan sukacita batin ditengah-tengah pencobaan.
Untuk menghadapi penderitaan dalam kedamaian dan sukacita batin, kita dituntut mampu melihat ke depan dalam mengetahui apa maksud dan tujuan penderitaan yang kita alami. Ini memerlukan iman kepada Tuhan.
Bandingkan berkat-berkat dalam kesusahan seperti yang disaksikan pemazmur dalam Mazmur119:
Sebelum kesusahan | Menyimpang dan tidak perduli (ayat 67a) |
Selama kesusahan | Belajar dan bertobat (ayat 71, bandingkan juga ayat 59) |
Selama kesusahan kita perlu: | (1) Mengetahui penyebabnya sebisa mungkin (Apakah karena sesuatu yang saya perbuat?) (2) Mengetahui maksudnya (Apa yang ingin Allah inginkan bagi hidup saya dan orang lain?) (3) Menentukan penyelesaiannya (Cara yang diinginkan Allah dalam menghadapinya?) |
Setelah kesusahan | (1) Menyadari dan berubah (ayat 67b, 97-102) (2) Kelegaan dan penilaian (ayat 65, 72) |
Kita harus mengetahui maksud Allah yang utama dalam hidup kita untuk bisa menjadi sesuai dengan rupa Kristus dan Ia telah menetapkan untuk menggunakan penderitaan untuk pengembangan rohani kita sesuai rencanaNya. Kalau kita mau tabah dalam penderitaan dan pencobaan dalam hidup ini, kita juga harus memahami dan menyakini maksud dan tujuan penderitaan.
Maksud dan Tujuan Penderitaan
(1) Kita menderita sebagai satu kesaksian (2 Timotius 2:8-10; 2 Korintus 4:12-13; 1 Petrus 3:13-17). Kalau orang percaya menghadapi penderitaan dengan sukacita dan dengan stabil, ini akan menjadi kesaksian berharga mengenai kuasa dan hidup Kristus yang kita yakini. Penderitaan memberi kesempatan untuk memanifestasi dan kemuliaan kuasa Allah lewat hamba-hambanya untuk meneguhkan si pembawa pesan dan pesan itu sendiri. Penderitaan memberi kesempataan untuk menyatakan bisa-dipercayanya kita sebagai utusan Kristus (1 Raja-raja 17:17-24; Yohanes 11:1-45). Ini mencakup beberapa hal:
a. Untuk memuliakan Tuhan dihadapan para mahkluk surgawi (Ayub 1-2; 1 Petrus 4:16).
b. Untuk menyatakan kuasa Allah kepada orang lain (2 Korintus 12:9, 10; Yohanes 9:3).
c. Untuk menyatakan sifat Kristus ditengah penderitaan sebagai satu kesaksian untuk memenangkan jiwa (2 Korintus 4:8-12; 1 Petrus 3:14-17).
(2) Kita menderita untuk mengembangkan kemampuan dan simpati dalam menghibur orang lain(2 Korintus 1:3-5).
(3) Kita menderita untuk menghindari kesombongan (2 Korintus 12:7). Rasul Paulus mengetahui dari dalam dagingnya sebagai alat yang diijinkan Tuhan untuk menjaganya tetap rendah hati dan bergantung pada Tuhan karena penyataan yang ia peroleh dari surga tingkat ke-tiga.
(4) Kita menderita karena itu adalah sarana latihan. Allah dengan kasih dan setia menggunakan penderitaan untuk mengembangkan kebaikan, kedewasaan seseorang dan dalam perjalanan hidup denganNya (Ibrani 12:5f; 1 Petrus 1:6; Yakobus 1:2-4). Jadi dalam hal ini, penderitaan memang telah direncanakan:
a. Sebagai disiplin atas keberdosaan untuk untuk membawa kita kembali kedalam persekutuan lewat pengakuan yang tulus (Mazmur 32:3-5; 119:67).
b. Sebagai alat pembentukan untuk menyingkirkan yang tidak berguna dalam hidup kita (kelemahan, dosa kebodohan, sikap dan penilaian yang belum dewasa, dsb.) Tujuan yang diharapkan adalah menghasilkan buah yang lebat (Yohanes 15:1-7). Pencobaan bisa menjadi cermin teguran untuk dosa dan kelemahan kita yang terselubung (Mazmur 16:7; 119:67, 71).
c. Sebagai alat pertumbuhan yang direncanakan supaya kita bergantung pada Tuhan dan FirmanNya. Pencobaan akan membuktikan iman kita dan membuat kita rindu menggunakan janji-janji dan prinsip-prinsip Friman Tuhan (Mazmur 119:71, 92; 1 Petrus 1:6; Yakobus 1:2-4; Mazmur 4:2 [dalam bahasa Ibraninya ayat ini bisa diartikan, “Engkau telah memperluas aku, membuat aku bertumbuh lebar dengan penderitaanku”]). Penderitaan atau cobaan mengajarkan kepada kita kebenaran dalam Mazmur 62:1-8, untuk “hanyamengharapkan Tuhan saja.”
d. Sebagai sarana belajar ketaatan. Penderitaan menjadi ujian kesetiaan kita (Ibrani 5:8). Ilustrasi: Jika seorang ayah berkata kepada anaknya untuk melakukan sesuatu yang disenangi anak itu (seperti makan semangkuk es krim) dan anak itu mematuhinya, memang anak itu mematuhi perintah, akan tetapi ia tidak belajar apa-apa tentang kepatuhan. Tetapi kalau ayahnya menyuruhnya untuk memotong rumput, maka ini menjadi satu ujian dan mengajarkan kepadanya tentang arti kepatuhan. Intinya, kepatuhan itu sering menuntut sesuatu dan tidak enteng. Kepatuhan bisa menuntut pengorbanan, tekad, disiplin, dan iman bahwa Tuhan itu baik dan memiliki maksud yang terbaik bagi kita dalam segala hal. Apapun alasan Allah mengijinkan penderitaan dalam hidup ini, jarang sekali penderitaan tidak membuat kita peka terhadap kebutuhan, kelemahan, sikap yang salah, dsb. yang kita miliki sama seperti yang dialami Ayub.
Penderitaan itu sendiri tidak menghasilkan iman dan kedewasaan. Penderitaan hanya sarana yang Allah gunakan untuk membawa kita kepadaNya supaya kita bisa peka terhadap Dia dan FirmanNya. Penderitaan menuntut kita meninggalkan kepercayaan pada diri sendiri menuju kehidupan iman dalam kekeuatan Tuhan. Penderitaan menyebabkan kita menempatkan prioritas. Sesungguhnya, Firman Tuhan dan Roh Allah saja yang menghasilkan iman dan kedewasaan dalam seseorang menjadi seperti Kristus (Maz. 119:67, 71).
Yakobus 1:2-4; 1 Petrus 1:6-7: Kata kuncinya adalah “membuktikan kemurnian imanmu.” “Bukti” dalam bahasa Yunaninya dokimion yang meliputi konsep ujian yang memurnikan, yaitu bukti yang dihasilkan setelah ujian. Tuhan menggunakan cobaan untuk menguji iman kita dalam arti memurnikan, membawanya ke permukaan, supaya kita menerapkan iman kita.
Penderitaan itu sendiri tidak menghasilkan iman dan kedewasaan. Penderitaan hanya sarana yang Allah gunakan untuk membawa kita kepadaNya supaya kita bisa peka terhadap Dia dan FirmanNya. Penderitaan menuntut kita meninggalkan kepercayaan pada diri sendiri menuju kehidupan iman dalam kekeuatan Tuhan. Penderitaan menyebabkan kita menempatkan prioritas. Sesungguhnya, Firman Tuhan dan Roh Allah saja yang menghasilkan iman dan kedewasaan dalam seseorang menjadi seperti Kristus (Maz. 119:67, 71).
Yakobus 1:2-4; 1 Petrus 1:6-7: Kata kuncinya adalah “membuktikan kemurnian imanmu.” “Bukti” dalam bahasa Yunaninya dokimion yang meliputi konsep ujian yang memurnikan, yaitu bukti yang dihasilkan setelah ujian. Tuhan menggunakan cobaan untuk menguji iman kita dalam arti memurnikan, membawanya ke permukaan, supaya kita menerapkan iman kita.
(5) Kita menderita untuk menghasilkan ketergantungan terus-menerus pada kasih karunia dan kuasa Tuhan. Penderitaan dirancang supaya kita bisa berjalan dengan kekuatan Tuhan, dan bukan dengan kekuatan dan kemampuan diri kita sendiri (2 Korintus 11:24-32; 12:7-10; Efesus 6:10f; Keluaran 17:8f). Penderitaan membuat kita berpaling dari apa yang kita punya kepada apa yang Allah punya.
(6) Kita menderita untuk menyatakan hidup dan sifat Kristus (Buah Roh) (2 Korintus. 4:8-11; Filipi 1:19f). Ini memiliki kesamaan dengan nomor (4) diatas tetapi lebih ditekankan pada proses dan tujuan, yaitu menghasilkan sifat Kristus. Ini memiliki aspek yang negatif sekaligus yang positif:
a. Negatif: Penderitaan menolong untuk menyingkirkan ketidakmurnian dalam hidup kita seperti ketidakperdulian, mengandalkan kekuatan diri sendiri, penilaian dan prioritas yang salah, pembenaran manusiawi dan mekanisme penolakan sebagai cara-cara kita menghadapi persoalan (penyelesaian buatan manusia). Penderitaan itu sendiri tidak bisa memurnikan, melainkan merupakan sarana yang dipakai Allah supaya kita mempraktekan iman dalam perlengkapan kasih karunia Allah. Yaitu kasih karunia Allah dalam Kristus (yang adalah identitas kita yang baru dalam Kristus, dalam Rirman dan dalam Roh Kudus) yang mengubah hidup kita. Aspek negatif ini diperoleh dengan dua cara: (1) Kalau keluar dari persekutuan dengan Allah: Penderitaan menjadi satu disiplin dari bapa surgawi kita (Ibrani 5:5-11; 1 Korintus 11:28-32; 5:1-5). Disiplin ini diberikan untukdosa yang disadari, yaitu pemberontakan dan ketidakperdulian terhadap ALlah. (2) Kalau berada dalam persekutuan dengan Allah: Penderitaan menjadi karya yang didasari oleh keahlian dan kasih dari Pemilik kebun Anggur supaya kita menjadi lebih menghasilkan. Disiplin ini juga diberikan untuk dosa yang tidak disadari, yang adalah hal-hal yang tidak kita sadari, namun yang menghalangi pertumbuhan dan buah rohani dalam hidup kita. Dalam hal ini, penderitaan sering berupa teguran (Yohanes 15:1-7).
b. Positif: kalau orang Kristen hidup dengan sukacita dalam penderitaan (yaitu kalau mereka tabah dan tetap menerapkan janji-janji dan prinsip-prinsip iman), kehidupan atau sifat Kristus akan menjadi semakin dinyatakan saat mereka bertumbuh dalam penderitaan (2 Korintus 4:9-10; 3:18). Ini berarti percaya, damai, sukacita, stabilitas, penilaian alkitabiah, kesetiaan, dan kepatuhan yang bertentangan dengan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atau sesuatu, melarikan diri, mengeluh, dan kecenderungan menentang Allah dan orang lain.
(7) Kita menderita untuk menyatakan sifat jahat manusia dan untuk menyatakan kebenaran keadilan Allah dalam penghakiman (1 Tesalonika 2:14-16). Penderitaan yang dilakukan orang lain (seperti penganiayaan, dan perlakukuan kejam) dipakai Allah untuk “menambah dosa mereka sampai genap jumlahnya.” Ini akan menyatakan kejahatan dari mereka yang melakukan penganiayaan dan keadilan penghakiman Allah atasnya.
(8) Kita menderita untuk memperluas pelayanan kita (bandingkan Filipi 1:12-14 dengan 4:5-9). Dalam proses untuk menghasilkan sifat Kristus dan peneguhan kesaksian kita kepada orang lain, penderitaan kadang-kadang membuka jalan untuk pelayanan yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Ketika Paulus dipenjarakan (dimana setiap hari ia dirantai bersama seorang tentara Romawi di rumahnya sendiri) injil tersebar diatara para tentara penjaga. Jadi Paulus memiliki alasan untuk terus bersukacita dalam Tuhan, tetapi seandainya ia mengeluh, cemas, tawar hati, maka tidak akan ada kesaksian.
Komentar
Posting Komentar