Pemimpin Rohani
Bacaan Alkitab: 1
Timotius 3: 1 – 7
“Hendaklah ia juga mempunyai nama baik diluar jemaat”. (1 Timotius 3 : 7)
Sesungguhnya adalah
indah dan mulia, jabatan atau pekerjaan sebagai seorang pemimpin rohani.
Didalam surat ini disebut penilik jemaat dan diaken, yang pada masa kini bisa
berarti hamba Tuhan, majelis gereja, pendeta, gembala sidang, pelayan Injil
ataupun orang-orang yang menjadi pemimpin-pemimpin rohani dalam suatu
organisasi. Jabatan ini bukan suatu kehormatan atau keuntungan, tetapi
merupakan pekerjaan yang indah serta berharga dimata Tuhan. Namun, tugas atau
pekerjaan inipun memerlukan tanggungjawab yang tinggi serta syarat-syarat yang
tidak ringan bagi seorang pemimpin rohani yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Adapun kriteria seorang
pemimpin rohani, bahkan menjadi syarat umum bagi setiap orang Kristen, adalah
sbb:
- Seorang yang tak
bercacat. Yang artinya memiliki reputasi yang baik (nama baik), yang
dalam dirinya tidak ditemukan satu kesalahan. Memiliki karakter yang baik
dimata Tuhan.
- Kehidupan keluarga yang baik
(suami dari satu istri), artinya, bebas dari poligami, menjunjung tinggi
kesetiaan dan kesucian hubungan suami istri, tidak ada penyelewengan dalam
keluarga.
- Dapat menahan diri. Kata
Yunani yang sama ini dalam Titus 2 :2 diterjemahkan “hidup
sederhana”. Berarti memiliki pengendalian diri yang tinggi dalam
berbagai segi kehidupan.
- Bijaksana, pengertiannya dalam
bahasa Yunani adalah: keseimbangan pemikiran yang ideal yang tak pernah
terpengaruh dengan hal-hal yang ekstrim.
- Sopan, berkelakuan sopan atau
“tertib” dan “anggun”. Suatu sifat yang dihasilkan dari kelakuan
yang tertib. Memiliki tatakrama yang baik dalam pergaulan.
- Suka memberi tumpangan.
Kata Yunaninya berarti “mencintai orang-orang yang belum dikenal”.
- Cakap mengajar orang.
Mampu mengajar kebenaran Firman dengan benar dan tidak sesat.
- Bukan peminum atau pecandu
alcohol. Orang percaya seharusnya bukanlah orang yang gemar terhadap
minuman yang memabukkan.
Seorang pemimpin bukan saja pandai berteori, namun memiliki
teladan atau karakter yang baik.
Artikel oleh: Antonius Mulyanto July 18, 2012 Kategori : Timothy
(Renungan Alkitabiah http://www.gsja.org/2012/07/18/pemimpin-rohani/itab 1 Timotius) Sebarkan
Pemimpin Rohani Yang Dipimpin Roh Kudus
Pemimpin rohani adalah pemimpin yang sudah mengalami
Yesus secara pribadi. Pemimpin rohani adalah pemimpin yang sedang bertumbuh
secara dinamis di dalam hidup rohaninya. Pemimpin rohani adalah pemimpin yang
berkecimpung di bidang kerohanian.
Pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus menunjuk kepada pemimpin Kristen. Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang menjadikan Yesus sebagai pusat kepemimpinannya. Seluruh perilakunya meneladani kepada Sang Pemimpin Sempurna, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Menulis tentang pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus sebenarnya bukan hal yang baru. Karena sudah banyak penulis yang menulisnya dalam bentuk buku maupun artikel lainnya. Namun, penulis merasa penting untuk menuliskan hal tersebut. Mengingat perkembangan kepemimpinan Kristen akhir-akhir ini yang sepertinya "tidak lagi memimpin" dalam pimpinan Roh Kudus.
Banyak pemimpin yang mulai memimpin dengan gaya otoriter, mementingkan diri dan kelompoknya. Bahkan ada kecenderungan untuk membangkitkan lagi pola kepemimpinan monarkhi. Tentu hal semacam ini merupakan ancaman bagi kelangsungan kepemimpinan Kristen.
Itu sebabnya, penulis ingin mengangkat kembali topik tentang pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus. Tujuan ialah untuk menggugah setiap pemimpin dan juga pembaca blog ini untuk menaruh perhatian kepada nilai-nilai kepemimpinan yang dipimpin Roh Kudus.
Landasan teologis dari pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus terambil dari tulisan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia. Rasul Paulus menulis demikian: "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu" - Galatia 5:22-23.
Dari tulisan Paulus di atas, kita bisa menemukan bahwa ada beberapa ciri dari pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus. Ciri-ciri tersebut teraktualisasi dalam kepemimpinan seorang pemimpin rohani. Ditandai dengan adanya buah-buah Roh yang mewarnai seluruh mekanisme kepemimpinannya.
1. Kasih
Kasih merupakan landasan dan motivasi utama seorang pemimpin rohani dalam melaksanakan kepemimpinannya. Kasih tidak dapat dimanipulasi. Kasih bukan hasil usaha sang pemimpin rohani. Kasih bisa tumbuh dalam diri pemimpin rohani hanya dimungkinkan oleh kuasa Roh Kudus.
Dengan kemampuan pemimpin rohani sendiri mustahil ia dapat memimpin dalam kasih. Motif kepemimpinan di luar Roh Kudus cenderung kasar, otoriter dan menyakitkan serta merusak. Lebih dari itu di Roh Kudus pemimpin akan cenderung egois dan mementingkan kelompoknya saja.
Tetapi sebaliknya, pemimpin rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus, kasih adalah dinamika, sifat dan dasar kepemimpinannya. Pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus akan terbukti mengasihi TUHAN Allah dan mengasihi orang-orang yang dipimpinnya serta mengasihi pelayanan yang dipercayakan kepadanya.
2. Sukacita
Pemimpin rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus, ada sukacita dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Hatinya selalu bergairah untuk melayani TUHAN Allah dan umat-Nya. Ia tidak bersungut-sungut. Ia tidak protes. Ia tidak mudah putus asa.
Sukacita pemimpin rohani lahir karena ada Roh Kudus di dalam hati dan hidupnya. Ia membiarkan Roh Kudus mencurahkan sukacita sorgawi dalam kepemimpinannya. Dengan sukacita yang Roh Kudus berikan, pemimpin rohani mampu menjalani kepemimpinannya dalam semua situasi dan kondisi. Artinya, sukacita pemimpin rohani tidak ditentukan oleh situasi dan kondisi yang ada di dalam dan di luar dirinya. Tetapi ia tahu bahwa Roh Kudus sedang memimpin hidupnya di jalan yang benar. Inilah tanda pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus.
3. Damai sejahtera
Tugas seorang pemimpin rohani tidak semudah membalik telapak tangan. Pekerjaan sebagai pemimpin rohani merupakan pekerjaan yang berat. Beban tugas yang dipikulnya sangat berat. Tekanan-tekanan yang datang begitu kuat.
Semua itu bisa saja merampas damai sejahtera dalam hati pemimpin rohani. Ia bisa saja kehilangan keseimbangan dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Ia bisa melakukan kesalahan dan kekhilafan karena berbagai tekanan yang diterimanya ketika menjalankan tugasnya sebagai pemimpin rohani.
Tetapi, bagi pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus, selalu tersedia aliran damai sejahtera dalam hati, batin, roh, jiwa dan pikirannya. Sehingga walaupun sangat berat tugas dan tanggung-jawabnya sebagai pemimpin rohani, selalu ada damai karena Roh Kudus memimpin dan menguasai hidupnya.
Pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus menunjuk kepada pemimpin Kristen. Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang menjadikan Yesus sebagai pusat kepemimpinannya. Seluruh perilakunya meneladani kepada Sang Pemimpin Sempurna, yaitu Tuhan Yesus Kristus.
Menulis tentang pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus sebenarnya bukan hal yang baru. Karena sudah banyak penulis yang menulisnya dalam bentuk buku maupun artikel lainnya. Namun, penulis merasa penting untuk menuliskan hal tersebut. Mengingat perkembangan kepemimpinan Kristen akhir-akhir ini yang sepertinya "tidak lagi memimpin" dalam pimpinan Roh Kudus.
Banyak pemimpin yang mulai memimpin dengan gaya otoriter, mementingkan diri dan kelompoknya. Bahkan ada kecenderungan untuk membangkitkan lagi pola kepemimpinan monarkhi. Tentu hal semacam ini merupakan ancaman bagi kelangsungan kepemimpinan Kristen.
Itu sebabnya, penulis ingin mengangkat kembali topik tentang pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus. Tujuan ialah untuk menggugah setiap pemimpin dan juga pembaca blog ini untuk menaruh perhatian kepada nilai-nilai kepemimpinan yang dipimpin Roh Kudus.
Landasan teologis dari pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus terambil dari tulisan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia. Rasul Paulus menulis demikian: "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu" - Galatia 5:22-23.
Dari tulisan Paulus di atas, kita bisa menemukan bahwa ada beberapa ciri dari pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus. Ciri-ciri tersebut teraktualisasi dalam kepemimpinan seorang pemimpin rohani. Ditandai dengan adanya buah-buah Roh yang mewarnai seluruh mekanisme kepemimpinannya.
1. Kasih
Kasih merupakan landasan dan motivasi utama seorang pemimpin rohani dalam melaksanakan kepemimpinannya. Kasih tidak dapat dimanipulasi. Kasih bukan hasil usaha sang pemimpin rohani. Kasih bisa tumbuh dalam diri pemimpin rohani hanya dimungkinkan oleh kuasa Roh Kudus.
Dengan kemampuan pemimpin rohani sendiri mustahil ia dapat memimpin dalam kasih. Motif kepemimpinan di luar Roh Kudus cenderung kasar, otoriter dan menyakitkan serta merusak. Lebih dari itu di Roh Kudus pemimpin akan cenderung egois dan mementingkan kelompoknya saja.
Tetapi sebaliknya, pemimpin rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus, kasih adalah dinamika, sifat dan dasar kepemimpinannya. Pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus akan terbukti mengasihi TUHAN Allah dan mengasihi orang-orang yang dipimpinnya serta mengasihi pelayanan yang dipercayakan kepadanya.
2. Sukacita
Pemimpin rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus, ada sukacita dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Hatinya selalu bergairah untuk melayani TUHAN Allah dan umat-Nya. Ia tidak bersungut-sungut. Ia tidak protes. Ia tidak mudah putus asa.
Sukacita pemimpin rohani lahir karena ada Roh Kudus di dalam hati dan hidupnya. Ia membiarkan Roh Kudus mencurahkan sukacita sorgawi dalam kepemimpinannya. Dengan sukacita yang Roh Kudus berikan, pemimpin rohani mampu menjalani kepemimpinannya dalam semua situasi dan kondisi. Artinya, sukacita pemimpin rohani tidak ditentukan oleh situasi dan kondisi yang ada di dalam dan di luar dirinya. Tetapi ia tahu bahwa Roh Kudus sedang memimpin hidupnya di jalan yang benar. Inilah tanda pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus.
3. Damai sejahtera
Tugas seorang pemimpin rohani tidak semudah membalik telapak tangan. Pekerjaan sebagai pemimpin rohani merupakan pekerjaan yang berat. Beban tugas yang dipikulnya sangat berat. Tekanan-tekanan yang datang begitu kuat.
Semua itu bisa saja merampas damai sejahtera dalam hati pemimpin rohani. Ia bisa saja kehilangan keseimbangan dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Ia bisa melakukan kesalahan dan kekhilafan karena berbagai tekanan yang diterimanya ketika menjalankan tugasnya sebagai pemimpin rohani.
Tetapi, bagi pemimpin rohani yang dipimpin Roh Kudus, selalu tersedia aliran damai sejahtera dalam hati, batin, roh, jiwa dan pikirannya. Sehingga walaupun sangat berat tugas dan tanggung-jawabnya sebagai pemimpin rohani, selalu ada damai karena Roh Kudus memimpin dan menguasai hidupnya.
KEPEMIMPINAN
ALAMIAH DAN KEPEMIMPINAN ROHANI
Ketika aku datang kepadamu . . . perkataanku maupun
pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi
dengan keyakinan akan kekuatan Roh. I Korintus 2:1,4
KEPEMIMPINAN ADALAH PENGARUH, yaitu kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain. Orang hanya dapat memimpin orang lain sejauh ia
dapat mempengaruhi mereka. Kenyataan ini didukung oleh definisi-definisi kepemimpinan
yang dirumuskan oleh orang-orang yang mempunyai pengaruh yang besar.
Lord Montgomery mendefinisikan kepemimpinan sebagai
berikut: "Kepemimpinan adalah kemampuan dan kehendak untuk mengerahkan
orang laki-laki dan perempuan untuk satu tujuan bersama, dan watak yang
menimbulkan kepercayaan." Contoh yang menonjol dari sifat ini adalah Sir
Winston Churchill, terutama pada masa-masa yang paling sulit dalam Perang Dunia
II.
Dr. John R. Mott, seorang pemimpin kaliber dunia di
kalangan mahasiswa, memberikan definisi sebagai berikut, "Seorang pemimpin
adalah orang yang mengenal jalan, yang dapat terus maju dan yang dapat menarik
orang lain mengikuti dia."
Definisi Presiden Truman berbunyi, "Seorang pemimpin
adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk membuat orang lain suka melakukan
sesuatu yang tadinya mereka tidak suka melakukannya."
Jendral Charles Gordon pernah mengajukan pertanyaan ganda
kepada Li Hung Chang, seorang pemimpin Tiongkok yang sudah lanjut usia,
demikian: "Apakah kepemimpinan? Dan bagaimana umat manusia dapat
digolongkan?" Ia menerima jawaban yang mengandung arti tersembunyi:
"Hanya ada tiga macam orang di dunia ini, yaitu mereka yang dapat
digerakkan, mereka yang tidak dapat digerakkan dan mereka yang menggerakkan
orang-orang itu."
Kepemimpinan rohani merupakan satu campuran antara
sifat-sifat alamiah dan rohani. Sifat-sifat alamiah pun bukannya timbul begitu
saja, melainkan diberikan oleh Allah, dan oleh karena itu sifat-sifat ini akan
mencapai efektivitasnya yang tertinggi, jika digunakan di dalam melayani Allah
dan untuk kemuliaan-Nya. Definisi-definisi yang disebutkan tadi adalah mengenai
kepemimpinan secara umum. Walaupun kepemimpinan rohani mencakup sifat-sifat
ini, masih ada unsur-unsur yang melengkapi dan yang lebih utama daripada sifat-sifat
itu. Kepribadian merupakan faktor yang terpenting dalam kepemimpinan alamiah.
"Taraf pengaruh seseorang bergantung pada kepribadian orang itu,"
tulis Lord Montgomery, "pada kekuatan 'daya pijarnya', pada nyala yang ada
di dalam dia, dan pada daya tarik yang akan menarik orang-orang lain
kepadanya."
Tetapi seorang pemimpin rohani mempengaruhi orang lain
bukan dengan kekuatan kepribadiannya sendiri saja, melainkan dengan kepribadian
yang diterangi, ditembusi dan dikuatkan oleh Roh Kudus. Oleh karena ia
membiarkan Roh Kudus mengatur hidupnya dengan sepenuhnya, maka kuasa Roh dapat
mengalir melalui dia kepada orang lain dengan tidak terhalang.
Kepemimpinan rohani merupakan masalah kuasa rohani yang
lebih tinggi nilainya dan yang tidak dapat ditimbulkan sendiri. Tidak ada
seorang pun yang menjadi pemimpin rohani atas usaha sendiri. Ia mampu
mempengaruhi orang lain secara rohani hanya karena Roh Allah dapat bekerja di
dalam dan melalui dia sampai pada taraf yang lebih tinggi daripada orang-orang
yang dipimpinnya.
Sudah menjadi satu prinsip umum bahwa kita dapat
mempengaruhi dan memimpin orang lain sejauh kita sendiri melangkah. Orang yang
akan berhasil adalah orang yang memimpin bukan hanya dengan menunjukkan
jalannya saja, tetapi juga dengan menjalaninya sendiri. Kita menjadi pemimpin
sejauh kita mengilhami orang lain untuk mengikut kita.
Dalam satu pertemuan besar badan-badan Utusan Injil
Protestan di Tiongkok, dibahas masalah mengenai syarat-syarat kepemimpinan. Ada
perdebatan yang seru mengenai masalah tersebut. D.E.Hoste, Direktur Jendral The
China Inland Mission duduk dengan tenang mendengarkan sampai ketua bertanya
kepadanya apakah ia akan mengemukakan sesuatu mengenai masalah itu. Semua
hadirin dalam aula itu bergumam menyatakan persetujuannya atas permohonan itu,
karena sumbangannya kepada tiap pembicaraan selalu didengar dengan minat yang
lebih besar dari biasanya.
Dengan mata yang bersinar-sinar ia berkata dengan nada
tinggi yang agak mengherankan: "Saya kira, barangkali ujian yang terbaik
untuk mengetahui apakah ia seorang pemimpin yang memenuhi syarat ialah
menyelidiki apakah ada orang yang mengikut dia."
Kepemimpinan alamiah dan kepemimpinan rohani mempunyai
banyak segi persamaan, tetapi dalam beberapa hal nampak ada pertentangan. Ini
dapat dilihat, apabila kita membandingkan sifat-sifatnya yang menonjol.
ALAMIAH
|
ROHANI
|
Percaya
kepada diri sendiri Mengenal orang Mengambil keputusan- keputusan sendiri
Ambisius Menciptakan cara-caranya sendiri Suka menyuruh orang lain Didorong
oleh pertimbangan- pertimbangan pribadi Berdiri sendiri
|
Percaya
kepada Allah Juga mengenal Allah Berusaha mencari kehendak Allah Tidak
menonjolkan diri sendiri Mencari dan mengikuti cara Allah Suka mentaati Allah
Didorong oleh kasih kepada Allah dan manusia Bergantung pada Allah
|
Pertobatan biasanya tidak membuat orang menjadi pemimpin,
walaupun tanpa pertobatan orang tidak dapat menjadi pemimpin, namun sejarah
Gereja menunjukkan bahwa pada saat orang berserah dengan sepenuhnya,
kadang-kadang Roh Kudus memberikan karunia-karunia dan sifat-sifat yang selama
itu terpendam dan tidak aktif. Hanya Roh Kuduslah yang mempunyai hak istimewa
untuk melimpahkan karunia-karunia rohani yang menambah besarnya potensi
kepemimpinan bagi penerimanya.
Inilah keyakinan Dr. A.W. Tozer:
Seorang pemimpin yang benar dan dapat dipercaya mungkin sekali
adalah orang yang tidak ingin memimpin, tetapi dipaksa memegang pimpinan oleh
dorongan Roh Kudus dari dalam dan tekanan keadaan dari luar. Orang-orang
seperti itu adalah Musa dan Daud dan para nabi dalam Perjanjian Lama. Saya
kira, sejak Paulus sampai sekarang, boleh dikata tidak ada pemimpin besar yang
tidak dipanggil oleh Roh Kudus untuk tugas itu, dan ditugaskan oleh Tuhan yang
mengepalai Gereja untuk menempati satu kedudukan yang tidak begitu disukainya. Saya
percaya bahwa umumnya orang yang ambisius untuk memimpin biasanya tidak
memenuhi syarat sebagai pemimpin. Seorang pemimpin sejati tidak mempunyai
keinginan untuk berkuasa atas milik Allah, melainkan ia akan rendah hati,
lembut, penuh pengorbanan dan bersedia memimpin, dan apabila Roh menyatakan
dengan jelas bahwa ada orang yang lebih bijaksana dan berbakat daripada dirinya
sendiri, ia juga rela untuk menjadi pengikut.
Di dalam riwayat hidup William E. Sangster, setelah
kematiannya ditemukan naskah pribadi yang menggambarkan pendiriannya. Ia
menulis mengenai pertumbuhan keyakinannya bahwa ia seharusnya mengambil bagian
lebih banyak di dalam kepemimpinan Gereja Metodis di Inggris.
Inilah kehendak Allah bagi saya. Saya tidak memilihnya. Saya
berusaha untuk mengelakkan, tetapi kehendak Allah telah terjadi pada saya.
Hal lain yang juga telah terjadi pada saya ialah keyakinan bahwa
Allah tidak hanya menghendaki saya sebagai seorang pengkhotbah. Ia juga
menghendaki saya menjadi seorang pemimpin, yaitu pemimpin aliran Metodis.
Saya merasa ditugaskan untuk bekerja dengan pimpinan Allah untuk
menghidupkan kembali cabang Gereja-Nya ini, tanpa menghiraukan nama baik saya;
tanpa mempedulikan komentar orang-orang yang lebih tua dan yang iri hati.
Saya berumur tiga puluh enam tahun. Jika saya harus melayani Tuhan
dengan cara seperti ini, saya tidak boleh menghindari tugas itu dan harus
melakukannya.
Saya telah memeriksa hati saya kalau-kalau ada ambisi. Saya yakin
tidak ada. Saya benci terhadap kritik yang akan timbul dan omongan orang yang
menyakitkan. Hidup menyepi, membaca buku-buku, dan pelayanan terhadap
orang-orang sederhana, adalah selera saya -- tetapi karena kehendak Allah, maka
inilah tugas saya. Kiranya Allah menolong saya!
Dalam keadaan bingung dan tidak percaya, saya mendengar suara
Allah yang berkata kepada saya, "Aku akan menyampaikan pesan dengan
perantaraan engkau." Ya Allah, pernahkah ada seorang rasul yang lebih
keras usahanya untuk mengelakkan tugasnya? Saya tidak berani berkata,
"Tidak," tetapi seperti Yunus, saya lebih suka melarikan diri.
Bahwa
kepemimpinan dan kekuasaan rohani tidak dapat dijelaskan semata- mata atas
dasar kemampuan alamiah, dinyatakan dengan jelas sekali dalam kehidupan Santo
Fransiskus dari Asisi. Pada suatu waktu Bruder Masseo menatap Fransiskus, dan
berkata, "Mengapa justru anda? Mengapa justru anda?" Ia mengulanginya
berkali-kali, seolah-olah mengejek dia.
"Apa yang anda katakan?" teriak Fransiskus pada
akhirnya.
"Aku katakan bahwa setiap orang mengikut anda, setiap
orang ingin melihat anda, ingin mendengar anda, ingin menurut anda, padahal
anda tidak tampan, tidak terpelajar, dan bukan berasal dari keluarga bangsawan.
Apa sebabnya, maka harus anda yang diikuti oleh dunia?"
Ketika Fransiskus mendengar perkataan ini, hatinya penuh sukacita,
matanya memandang ke sorga dan setelah beberapa waktu lamanya termenung, ia
berlutut sambil mengucap syukur dan memuji Allah dengan penuh semangat.
Kemudian ia berpaling kepada Bruder Masseo:
"Anda ingin tahu? Ini disebabkan karena mata Yang
Mahatinggi menghendaki demikian. Ia terus-menerus memperhatikan orang-orang
yang benar dan yang jahat, dan pada waktu mataNya yang suci tidak menemukan
orang yang lebih kecil di antara orang-orang berdosa, atau yang lebih tidak
layak dan berdosa, maka itulah sebabnya Ia telah memilih aku untuk
menyelesaikan pekerjaan yang mengherankan, yang diberikan oleh Allah; Ia
memilih Aku karena ia tidak dapat menemukan orang yang lebih tidak berharga,
dan Ia ingin membingungkan kaum bangsawan dan orang- orang besar, orang-orang
kuat, orang-orang tampan, dan orang-orang terpelajar di dunia ini."
Banyak hal dapat dipelajari dari hikmat orang yang telah
membuktikan dirinya sebagai pemimpin. Dua orang yang dikutip berikut ini
mengadakan beberapa test untuk memastikan potensi kepemimpinan orang- orang
yang mereka wawancarai.
Lord Montgomery menyatakan dengan jelas tujuh unsur yang
perlu bagi seorang pemimpin di dalam peperangan, dan ketujuh unsur itu cocok
untuk pertempuran rohani: (1) Ia harus dapat menarik diri dan tidak menceburkan
diri dalam persoalan-persoalan kecil. (2) Ia tidak boleh berpikiran picik. (3)
Ia tidak boleh sombong. (4) Ia harus pandai memilih orang. (5) Ia harus menaruh
kepercayaan kepada orang-orang bawahannya, dan membiarkan mereka melakukan
tugasnya tanpa dicampuri. (6) Ia harus mampu mengambil keputusan dengan tegas.
(7) Ia harus memperoleh kepercayaan orang.
Dr. John R. Mott bergerak di bidang mahasiswa dan test yang
diajukan olehnya mencakup bidang yang berlainan: (1) Apakah ia melakukan
pekerjaan-pekerjaan kecil dengan baik? (2) Apakah ia telah mempelajari arti
prioritas? (3) Bagaimana ia memakai waktu senggangnya? (4) Apakah ia
bersemangat? (5) Apakah ia telah belajar memanfaatkan kesempatan? (6) Apakah ia
mempunyai kekuatan untuk bertumbuh? (7) Bagaimana sikapnya jika ia putus asa?
(8) Bagaimana ia menghadapi jalan buntu? (9) Apakah titik-titik kelemahannya?
Oleh karena kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain, maka perlu dipertimbangkan
kemungkinan- kemungkinan yang tidak terhingga untuk mempengaruhi orang lain --
pengaruh-pengaruh yang baik maupun yang buruk. Baik Kitab Suci maupun
pengalaman menguatkan bahwa tidak seorang pun dapat bersikap netral, baik
secara moral maupun rohani. Dalam kehidupan orang-orang yang kita pengaruhi,
kita meninggalkan kesan yang tidak dapat dihilangkan, apakah kita menyadari hal
itu atau tidak. Dr. John Geddie, misalnya, pergi ke Aneityum pada tahun 1848
dan bekerja untuk Allah di sana selama dua puluh empat tahun. Pada sebuah tugu
yang didirikan untuk mengenang dia tertulis kata-kata ini:
Ketika ia datang pada tahun 1848, belum ada orang Kristen.
Ketika ia pergi pada tahun 1872, tidak ada lagi orang kafir.
Ketika ia pergi pada tahun 1872, tidak ada lagi orang kafir.
Pada waktu semangat gereja rasuli yang berkobar-kobar
menghasilkan petobat-petobat yang berlipat ganda secara luar biasa, maka Roh
Kudus mengajarkan satu pelajaran yang luar biasa mengenai hakekat kepemimpinan
rohani. Para rasul menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan yang terlampau berat
bagi mereka, sehingga perlu diciptakan suatu eselon kepemimpinan di bawah
mereka untuk memperhatikan orang-orang miskin dan para janda yang terlantar.
Orang-orang ini harus dipilih dengan hati-hati, oleh sebab itu para rasul
menetapkan macam orang yang harus dipilih, "Karena itu saudara-saudara,
pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan
hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu" (Kis 6:3).
Perlu kita perhatikan bahwa syarat utama yang dikemukakan
ialah bahwa mereka harus "dipenuhi dengan Roh Kudus", meskipun
pelayanan yang akan mereka lakukan bukan pelayanan rohani. Mereka haruslah
orang-orang yang tulus hati, yang terkenal baik, yang bijaksana, yang penuh
hikmat, yang rohani, yang penuh dengan Roh. Sifat rohani tidak mudah
didefinisikan, tetapi ada atau tidak adanya sifat ini mudah sekali dilihat.
Sifat ini bagaikan bau-bauan yang harum semerbak di kebun Tuhan. Orang yang
penuh dengan Roh dapat mengubah suasana melalui kehadirannya, karena ia
mempunyai pengaruh yang tidak disadari, yang menyebabkan Kristus dan hal-hal
rohani menjadi nyata untuk banyak orang.
Jika ini merupakan ukuran bagi mereka yang memegang jabatan
pada tingkat yang lebih rendah di gereja, apalagi bagi mereka yang bercita-
cita untuk memegang jabatan yang lebih tinggi. Tujuan-tujuan rohani hanya dapat
dicapai oleh orang-orang rohani yang memakai cara-cara rohani. Betapa besar
perubahan yang dapat dihasilkan di dalam gereja- gereja dan
organisasi-organisasi Kristen kita, jika prioritas ini dilaksanakan dengan
teliti! Orang-orang dunia, walaupun sangat berbakat dan memiliki kepribadian
yang menarik, tidak mempunyai tempat di dalam kepemimpinan gereja, meskipun
dalam persoalan-persoalan yang tidak bersifat rohani.
Gagasan-gagasan yang terpenting mengenai kepemimpinan
rohani yang benar disimpulkan oleh John R. Mott dalam kata-kata ini:
Yang saya pikirkan ialah arti kata kepemimpinan yang pasti ada
pada pikiran Tuhan Yesus, ketika Ia berkata, "Barangsiapa ingin menjadi
yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya",
yaitu kepemimpinan dalam arti memberikan pelayanan yang sebesar-besarnya; kepemimpinan
yang sama sekali tidak mementingkan diri sendiri; yang tidak mengenal lelah dan
terus-menerus memusatkan perhatian pada pekerjaan yang terbesar di dunia, yaitu
pekerjaan membangun kerajaan Tuhan kita Yesus Kristus.
Kepemimpinan Kristen Versus Kepemimpinan Sekuler
Oleh: Pdt. Ruslan
Christian
Pengertian tentang arti dan hakekat kepemimpinan sangat penting bagi seorang pemimpin. Sebab sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, kepemimpinan yang dipraktikkan seorang pemimpin akan diwarnai oleh pemahaman internalnya tentang arti kepemimpinan itu sendiri.
Demikian pula seorang pemimpin Kristen, pola kepemimpinannya akan ditentukan oleh pemahaman dan penghayatannya tentang arti kepemimpinan itu sendiri. Jika makna kepemimpinan sekuler yang dihayatinya, maka sekalipun ia dikenal sebagai “pemimpin Kristen” tetapi sesungguhnya praktik kepemimpinannya bukan “kepemimpinan Kristen.” Sebaliknya, jika ia menghayati dan menerapkan kepemimpinan yang “Kristen” - berlandaskan perspektif Alkitab- maka baru kepemimpinannya layak disebut kepemimpinan rohani.
PANDANGAN UMUM TENTANG KEPEMIMPINAN
1. Arti pemimpin
Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.(01) Mengutip Henry Pratt Fairchild, Kartini Kartono mengatakan, pemimpin dalam pengertian luas, seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menujukan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan, atau posisinya. Dalam pengertian terbatas, pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.(02) Berdasarkan beberapa definisi dari kata “pemimpin”, Kartini Kartono mendefinisikan pemimpin sebagai pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.(03)
2. Penyebab munculnya pemimpin
Ada tiga teori tentang kemunculan pemimpin.(04) Pertama, Teori genetis. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin lahir dari pembawaan bakatnya sejak ia lahir, bukan dibentuk menurut perencanaan yang disengaja. Pemimpin demikian lahir dari situasi yang bagaimanapun juga karena ia bersifat sudah ditetapkan (determinis dan fatalis).
Kedua, Teori Sosial. Teori ini kebalikan atau lawan teori pertama. Pemimpin tidak muncul akibat bawaannya sejak lahir, melainkan disiapkan dan dibentuk. Sebab itu setiap orang bisa menjadi pemimpin asal dipersiapkan dan dididik secara sistematis.
Ketiga, Teori Ekologis atau Sintetis. Teori ini muncul sebagai respon terhadap dua teori terdahulu. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin muncul melalui bakat-bakat sejak kelahirannya, lalu dipersiapkan melalui pengalaman dan pendidikan sesuai dengan konteksnya.
3. Persyaratan pemimpin
Ada tiga hal penting yang menjadi persyaratan pemimpin sekuler.(05) Pertama, Kekuasaan. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan, otoritas, dan legalitas untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya. Kedua, Kewibawaan. Pemimpin harus memiliki kelebihan, keunggulan, keutamaan agar ia mampu mengatur orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tertentu. Ketiga, Kemampuan. Pemimpin harus memiliki daya, kekuatan, keunggulan, kecakapan teknis dan sosial yang melampaui bawahannya.
Ada pula yang beranggapan bahwa pemimpin harus memiliki kualitas-kualitas unggul seperti kemampuan berpikir tinggi, bijaksana, bertanggung jawab, adil, jujur, memiliki rasa humor, dsb. Sebagian lagi beranggapan pemimpin harus memiliki kemampuan relasional dengan bawahannya, misal, kemampuan mengkoordinasi bawahannya, menyusun konsep dan penjabaran tujuan-tujuan, bersikap adil, dsb. Namun, menurut pandangan umum/sekuler ini, keunggulan pemimpin dari sisi karakter tidak bersifat mutlak, sebab bisa saja karakter yang baik tidak terdapat pada seorang pemimpin dunia yang paling menonjol dan dipandang paling sukses.(06) Misalnya, Hitler dan Idi Amin yang dikenal sebagai tiran dan menimbulkan petaka dahsyat dalam sejarah dunia dan melenyapkan banyak jiwa, memiliki tabiat yang abnormal dan destruktif.
4. Arti kepemimpinan
Menurut Warren Bennis dan Burt Nanus, seperti yang dikutip Henry dan Richard Blackaby, mereka menemukan ada lebih dari 850 rumusan tentang kepemimpinan.(07) Mengutip pelbagai pandangan umum tentang makna kepemimpinan, Kartini Kartono mengatakan kepemimpinan(08) sebagai:
Proses dengan mana seorang agen menyebabkan seorang bawahan bertingkah laku menurut satu cara tertentu.
Kegiatan mempengaruhi orang-orang agar bekerjasama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.
Seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang.
Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial melalui mana seseorang dapat memperoleh bantuan dari orang lain dalam mencapai sebuah gol.(09)
Berdasarkan beragam pandangan di atas, kepemimpinan berarti proses/kegiatan atau kesanggupan menggerakkan/mempengaruhi orang yang dipimpin, kemampuan menuntun mereka mencapai tujuan-tujuan tertentu, yang bersifat individu maupun kelompok.
5. Tipe kepemimpinan
Kepemimpinan dalam pengertian umum dapat dikategorisasikan berdasarkan beberapa cara. Ada yang membagi tipe kepemimpinan sebagai:(10) 1) the crowd-compeller, kepemimpinan yang memaksakan kehendaknya kepada kelompok. 2) the crowd-exponent, penerjemah atau bentuk penampilan dari kelompok. 3) the crowd-representative, kepemimpinan sebagai wakil/utusan dari kelompok. Ada pula pembagian tipe: 1) kepemimpinan konservatif/kuno, 2) kepemimpinan radikal, dan 3) kepemimpinan yang ilmiah.(11) Berdasarkan orientasinya (tugas, hubungan kerja, dan hasil efektif) kepemimpinan dapat dibagi menjadi delapan tipe: deserter (pembelot), birokrat, misionari, developer (pembangun), otokrat, otokrat yang bajik, compromiser, dan eksekutif.(12)
PERBEDAAN ANTARA GEREJA DAN ORGANISASI
Bagaimanakah makna pemimpin dan kepemimpinan rohani atau Kristen? Sebelum kita menelaah tentang definisi dan arti kepemimpinan Kristen, maka harus dikenali perbedaan konteks dari pemimpin dan kepemimpinannya, yakni organisasi atau gereja di mana kepemimpinan itu dilaksanakan. Ada dua perbedaan prinsipil antara gereja dan organisasi.(13) Pertama, dari segi naturnya. Hakekat gereja adalah organisme bukan organisasi. Ada tiga pihak yang hadir dalam gereja: Kristus, warga jemaat, dan pemimpin. Karena hakekat gereja sebagai organisme maka setiap anggota harus memiliki relasi pribadi dengan Kristus sebagai kepala gereja, dan sewajarnya setiap anggota memiliki persekutuan satu dengan lainnya. Kedua, sasaran utamanya. Gereja mengutamakan manusia lebih daripada benda, kerja, atau hasil. Sebab itu tujuan utama gereja adalah kedewasaan dari tubuh dalam relasi dengan Tuhan dan antar sesama di dalamnya. Sedangkan tujuan utama organisasi adalah untuk melaksanakan tugas dan mencapai upaya produktif,(14) sehingga bisa saja mengabaikan kepentingan individu dalam organisasi sebab yang penting bisa mencapai targetnya.
Implikasi dari prinsip Alkitab tersebut adalah, gereja (komunitas umat Allah) sebagai organisme, secara terbatas(15) dapat memanfaatkan sistem organisasi dan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai umat Allah. Namun gereja harus tetap mempertahan sifat “keorganismeannya” yang mengutamakan manusia, relasi antar pribadi, dan kebergantungan kepada Kristus sebagai Kepalanya.
PANDANGAN ALKITAB TENTANG KEPEMIMPINAN
Di dalam Perjanjian Baru, khususnya klaim tentang kebenaran nampak di dalam perkataan Yesus Kristus dan seluruh karya-Nya di dalam dunia. Di dalam Yohanes 14:6a, Yesus Kristus berkata ”Akulah jalan, kebenaran, dan hidup.” Perkataan ini ditujukan kepada murid-muridnya di dalam perjamuan malam sebelum hari raya Paskah. Apakah maksud dari perkataan ini? Bagaimana hubungannya dengan konsep kebenaran yang dipahami secara umum dan di dalam kekristenan?
1. Arti pemimpin rohani (Kristen)
Makna pemimpin dalam konsepsi Alkitab, bukan berarti seseorang disebut pemimpin rohani (Kristen) karena ia seorang Kristen atau melibatkan diri dalam pelayanan Kristen. Pemimpin Kristen berarti pemimpin yang mengenal Allah secara pribadi dalam Kristus dan memimpin secara kristiani.(16) Pemimpin Kristen adalah pribadi yang memiliki perpaduan antara sifat-sifat alamiah dan sifat-sifat spiritualitas Kristen. Sifat-sifat alamiahnya mencapai efektivitas yang benar dan tertinggi karena dipakai untuk melayani dan memuliakan Allah. Sedangkan sifat-sifat spiritualitas kristianinya menyebabkan ia sanggup mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk menaati dan memuliakan Allah. Sebab daya pengaruhnya bukan dari kepribadian dan ketrampilan dirinya sendiri, tetapi dari kepribadian yang diperbaharui Roh Kudus dan karunia yang dianugrahkan Roh Kudus.(17)
Pemimpin Kristen berbeda dengan pemimpin alamiah (sekuler/umum) dalam beberapa hal. Pemimpin rohani mengenal Allah, mencari kehendak Allah, menaati kehendak Allah, bergantung pada Allah, mengasihi Allah dan manusia,(18) dan akhirnya memuliakan Allah. Sedangkan pemimpin alamiah hanya mengenal manusia, membuat keputusan sendiri atau organisasi, berusaha mencapai sasaran pribadi atau organisasi, bersandar pada cara-cara sendiri, bergantung pada kuasa dan ketrampilan diri sendiri, mengutamakan hasil kerja dan cenderung mengabaikan manusia.
2. Penyebab munculnya pemimpin rohani
Pemimpin rohani muncul bukan menurut kemauan atau ambisi pribadi, melainkan karena tindakan Allah yang mempersiapkan, memanggil, menetapkan dan membimbingnya dalam mencapai tujuan-tujuan dari Allah. Dalam PL, Allah yang mempersiapkan dan memanggil Musa dan Yosua menjadi pemimpin bagi umatNya (Kel. 4; Yos. 1). Begitu pula dengan Harun dan keturunannya dalam jabatan keimaman PL (Kel. 28:1). Allah juga yang membangkitkan para hakim (Hak. 2:16). Allah yang menetapkan raja bagi Israel, misalnya Saul (1Sam. 10:1), Daud (1Sam. 13:14; 2Sam. 7), dan Salomo (1Raj. 8). Dia juga yang memanggil para nabi dalam PL. Sedangkan dalam PB, Kristus sendiri yang memilih, mempersiapkan, dan mengutus keduabelas rasul-Nya. Allah pula yang memberikan karunia-karunia rohani untuk melaksanakan pelayanan di dalam dan melalui gereja-Nya (1Tim. 4:14).
3. Persyaratan pemimpin rohani
Jika persyaratan kualitas karakter dan sosial dalam pemimpin umum bersifat relatif, bahkan boleh saja tidak dimiliki, maka persyaratan pemimpin Kristen sangat menekankan aspek karakter dan sosialnya. Ada dua puluh kriteria yang dicantumkan dalam 1Tim. 3:1-13 dan Tit. 1:5-9, delapan belas berkaitan dengan reputasi seseorang, etika, moralitas, temperamen, kebiasaan, dan kedewasaan rohani serta psikisnya.(19) J. Oswald Sanders, melihat kualifikasi yang ditulis Paulus ini sebagai kualifikasi sosial, moral, mental, kepribadian, rumah tangga, dan kedewasaan.(20) Kualifikasi dalam 1Tim. 3:1-7 ini memiliki tiga ciri menonjol,(21) yakni menyangkut 1) persyaratan fundamen, bukan tugas, 2) tingkah laku yang teramati, 3) karakter tersebut bukan khas Kristen melainkan ideal tertinggi moralitas konteks Hellenistis zaman itu. Ini berguna demi kesaksian gereja. Jadi kriteria di atas menunjukkan bahwa persyaratan seorang pemimpin rohani sangat ketat dan menuntut kedewasaan jiwani, rohani dan sosial.
4. Arti kepemimpinan rohani
Ada beragam definisi mengenai kepemimpinan rohani atau Kristen.(22)
“Kepemimpinan adalah pengaruh.” (Oswald J. Sanders)
“Tugas utama pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan rencana Allah.” (Robert Clinton)
“Seorang pemimpin Kristen yaitu seorang yang dipanggil oleh Allah untuk memimpin; dia memimpin dengan dan melalui karakter seperti Kristus; dan menunjukkan kemampuan fungsional yang memungkinkan kepemimpinan efektif terjadi.” (George Barna)
“Kepemimpinan rohani adalah menggerakkan orang-orang berdasarkan agenda Allah.” (Henry & Richard Blackaby)
Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa kepemimpinan rohani memiliki persamaan dengan kepemimpinan umum dalam hal mempengaruhi atau menggerakkan orang lain, mensyaratkan kemampuan fungsional dan membimbing kepada tujuan tertentu. Sedangkan perbedaannya, kepemimpinan rohani berdasarkan panggilan Allah, bukan dari manusia atau organisasi; melaksanakan tugas dalam lingkup agenda/rencana Allah, dengan berdasarkan karakter Kristus, dan menuntun kepada tujuan yang Allah kehendaki, bukan tujuan organisasi atau manusiawi.
5. Sifat khas kepemimpinan rohani
Berdasarkan prinsip Alkitab, terdapat beragam karakteristik kepemimpinan rohani. Pertama, kepemimpinan rohani adalah kepemimpinan yang menghambakan diri. Identitas pemimpin Kristen adalah sebagai “hamba.”(23)Kepemimpinan Kristen bukan untuk mencari keuntungan materi maupun non-materi, melainkan untuk pelayanan (Luk. 22:26). Dalam PL, para raja bukan untuk meninggikan diri atas rakyat (Ul. 17:20). Korah ditegur dan dihukum akibat sikap kepemimpinan yang mengutamakan kedudukan (Bil. 16:933). Paulus memandang jabatan rasuli bukan untuk kemuliaan dirinya, melainkan untuk bekerja keras dalam pelayanan (2Kor. 11-12; 1Kor. 15:910). Para penatua gereja dipanggil untuk menggembalakan dan memelihara umat Allah (Ibr. 13:17; 1Ptr. 5:23). Yesus mengajarkan kepemimpinan sebagai “menjadi hamba” dan Dia menegaskannya melalui keteladanan-Nya (Mrk. 10:3545)
Kedua, kepemimpinan yang menempatkan posisinya di bawah kontrol Kristus.(24) Seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga dipimpin oleh Pemimpin Agung, Tuhan Yesus (Yoh. 13:13). Dengan demikian kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang lain.(25)
Ketiga, kepemimpinan yang berdasarkan karakter yang baik.(26) Kepemimpinan Kristen sangat menekankan karakter yang teruji. Otentisitas kepemimpinan Kristen bergantung pada ketaatannya terhadap Kristus dan meneladani Kristus. Dengan otentisitas tersebut maka kepemimpinan Kristen memiliki legitimasi dan otoritas untuk memimpin.
Keempat, kepemimpinan yang bergantung pada Roh Kudus.(27) Pemimpin Kristen bukan dilahirkan atau dibentuk melalui usaha manusia, melainkan kemampuannya terutama karena karunia Roh Kudus (Rm. 12:6; 1Kor. 12:7). Karunia kepemimpinan adalah satu dari banyak karunia rohani dalam gereja. Sebab itu kemampuan kepemimpinan rohani harus bersandar pada Roh Kudus.
Kelima, kepemimpinan berdasarkan motivasi Kristen. Kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Mrk. 10:42). Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan motivasinya untuk kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Sebab itu dia dimotivasi oleh kasih Kristus.
Keenam, kepemimpinan yang mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan. Sebab itu pemimpin Kristen yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan berdasarkan rasa superioritas.(28) Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada pengorbanannya. Hanya melalui melayani, seseorang menjadi besar (Mrk. 10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki wibawa spiritual untuk memimpin orang lain.
KESIMPULAN
Tuhan Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mrk. 10:42-45). •
Footnotes
01/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: CV Rajawali, 1988), hlm. 33
02/ Ibid., hlm. 34.
03/ Ibid., hlm. 35.
04/ Ibid., hlm. 29.
05/ Ibid., hlm. 31.
06/ Ibid., hlm. 35-37.
07/ Henry & Richard Blackaby, Kepemimpinan Rohani (Batam Centre: Gospel Press, 2005), hlm.33.
08/ Ibid., hlm. 38-39.
09/ Martin M. Chemers, An Integrative Theory of Leadership (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1997), hlm. 2.
10/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 39.
11/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 40.
12/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 30-31.
13/ Lihat Lawrence O. Richards and Clyde Hoeldtke, A Theology of Church Leadership (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1980), hlm. 31-42; 150-204.
14/ Martin, An Integrative Theory of Leadership, hlm. 2.
15/ Engstrom dan Dayton memandang bahwa organisasi dan manajemen bersifat netral, demikian pula orang yang memanfaatkannya, baik Kristen maupun bukan Kristen. Sedangkan Richards dan Hoeldtke menilai bahwa organisasi dan manajemen bersifat “amoral,” atau netral, sedangkan manusia yang memanfaatkannya tidak netral dan berperan secara krusial, Kristen dan bukan Kristen. Lihat Richards and Hoeldtke, A Theology of Church Leadership, hlm. 191-204.
16/ Bd. Blackaby, Kepemimpinan Rohani, hlm. 31.
17/ Bd. J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1979), hlm. 21.
18/ Ibid., hlm. 22.
19/ Bd. Gene A. Getz, Sharpening The Focus Of The Church (Chicago: Moody Press, 1976), hlm. 118.
20/ Sanders, Kepemimpinan Rohani, hlm. 32-41.
21/ Gordon D. Fee, New International Biblical Commentary (Peabody: Hendrickson Publishers, 1988), hlm. 78. Bd. Donald Guthrie, Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids: Wm. B. Eermands Publishing Company, 1986), hlm. 80.
22/ Beragam definisi kepemimpinan rohani dan penilaian atasnya dapat dilihat pada George Barna, ed., Leaders On Leadership (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), hlm. 22-26. Blackkaby, Kepemimpinan Rohani, hlm. 33-38.
23/ Richards and Clyde Hoeldtke, A Theology of Church Leadership, hlm. 102-112. Lihat Elwell, Walter A., and Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Biblical Theology (Grand Rapids: Baker Book House, 1997).
24/ Bd. Lihat William D. Lawrence, “Distinctives of Christian Leadership,” Bibliotheca Sacra 575, (Juli-September 1987): 318-319.
25/ John Adair, Inspiring Leadership (London: Thorogood, 2002), hlm. 344.
26/ Bd. Lawrence, “Distinctives of Christian Leadership,” hlm. 320-321.
27/ Bd. Lawrence, “Distinctives of Christian Leadership,” hlm. 321-323.
28/ John, Inspiring Leadership, hlm. 37-38.
Pengertian tentang arti dan hakekat kepemimpinan sangat penting bagi seorang pemimpin. Sebab sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, kepemimpinan yang dipraktikkan seorang pemimpin akan diwarnai oleh pemahaman internalnya tentang arti kepemimpinan itu sendiri.
Demikian pula seorang pemimpin Kristen, pola kepemimpinannya akan ditentukan oleh pemahaman dan penghayatannya tentang arti kepemimpinan itu sendiri. Jika makna kepemimpinan sekuler yang dihayatinya, maka sekalipun ia dikenal sebagai “pemimpin Kristen” tetapi sesungguhnya praktik kepemimpinannya bukan “kepemimpinan Kristen.” Sebaliknya, jika ia menghayati dan menerapkan kepemimpinan yang “Kristen” - berlandaskan perspektif Alkitab- maka baru kepemimpinannya layak disebut kepemimpinan rohani.
PANDANGAN UMUM TENTANG KEPEMIMPINAN
1. Arti pemimpin
Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.(01) Mengutip Henry Pratt Fairchild, Kartini Kartono mengatakan, pemimpin dalam pengertian luas, seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menujukan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan, atau posisinya. Dalam pengertian terbatas, pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.(02) Berdasarkan beberapa definisi dari kata “pemimpin”, Kartini Kartono mendefinisikan pemimpin sebagai pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.(03)
2. Penyebab munculnya pemimpin
Ada tiga teori tentang kemunculan pemimpin.(04) Pertama, Teori genetis. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin lahir dari pembawaan bakatnya sejak ia lahir, bukan dibentuk menurut perencanaan yang disengaja. Pemimpin demikian lahir dari situasi yang bagaimanapun juga karena ia bersifat sudah ditetapkan (determinis dan fatalis).
Kedua, Teori Sosial. Teori ini kebalikan atau lawan teori pertama. Pemimpin tidak muncul akibat bawaannya sejak lahir, melainkan disiapkan dan dibentuk. Sebab itu setiap orang bisa menjadi pemimpin asal dipersiapkan dan dididik secara sistematis.
Ketiga, Teori Ekologis atau Sintetis. Teori ini muncul sebagai respon terhadap dua teori terdahulu. Teori ini menyatakan bahwa pemimpin muncul melalui bakat-bakat sejak kelahirannya, lalu dipersiapkan melalui pengalaman dan pendidikan sesuai dengan konteksnya.
3. Persyaratan pemimpin
Ada tiga hal penting yang menjadi persyaratan pemimpin sekuler.(05) Pertama, Kekuasaan. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan, otoritas, dan legalitas untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya. Kedua, Kewibawaan. Pemimpin harus memiliki kelebihan, keunggulan, keutamaan agar ia mampu mengatur orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tertentu. Ketiga, Kemampuan. Pemimpin harus memiliki daya, kekuatan, keunggulan, kecakapan teknis dan sosial yang melampaui bawahannya.
Ada pula yang beranggapan bahwa pemimpin harus memiliki kualitas-kualitas unggul seperti kemampuan berpikir tinggi, bijaksana, bertanggung jawab, adil, jujur, memiliki rasa humor, dsb. Sebagian lagi beranggapan pemimpin harus memiliki kemampuan relasional dengan bawahannya, misal, kemampuan mengkoordinasi bawahannya, menyusun konsep dan penjabaran tujuan-tujuan, bersikap adil, dsb. Namun, menurut pandangan umum/sekuler ini, keunggulan pemimpin dari sisi karakter tidak bersifat mutlak, sebab bisa saja karakter yang baik tidak terdapat pada seorang pemimpin dunia yang paling menonjol dan dipandang paling sukses.(06) Misalnya, Hitler dan Idi Amin yang dikenal sebagai tiran dan menimbulkan petaka dahsyat dalam sejarah dunia dan melenyapkan banyak jiwa, memiliki tabiat yang abnormal dan destruktif.
4. Arti kepemimpinan
Menurut Warren Bennis dan Burt Nanus, seperti yang dikutip Henry dan Richard Blackaby, mereka menemukan ada lebih dari 850 rumusan tentang kepemimpinan.(07) Mengutip pelbagai pandangan umum tentang makna kepemimpinan, Kartini Kartono mengatakan kepemimpinan(08) sebagai:
Proses dengan mana seorang agen menyebabkan seorang bawahan bertingkah laku menurut satu cara tertentu.
Kegiatan mempengaruhi orang-orang agar bekerjasama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.
Seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang.
Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial melalui mana seseorang dapat memperoleh bantuan dari orang lain dalam mencapai sebuah gol.(09)
Berdasarkan beragam pandangan di atas, kepemimpinan berarti proses/kegiatan atau kesanggupan menggerakkan/mempengaruhi orang yang dipimpin, kemampuan menuntun mereka mencapai tujuan-tujuan tertentu, yang bersifat individu maupun kelompok.
5. Tipe kepemimpinan
Kepemimpinan dalam pengertian umum dapat dikategorisasikan berdasarkan beberapa cara. Ada yang membagi tipe kepemimpinan sebagai:(10) 1) the crowd-compeller, kepemimpinan yang memaksakan kehendaknya kepada kelompok. 2) the crowd-exponent, penerjemah atau bentuk penampilan dari kelompok. 3) the crowd-representative, kepemimpinan sebagai wakil/utusan dari kelompok. Ada pula pembagian tipe: 1) kepemimpinan konservatif/kuno, 2) kepemimpinan radikal, dan 3) kepemimpinan yang ilmiah.(11) Berdasarkan orientasinya (tugas, hubungan kerja, dan hasil efektif) kepemimpinan dapat dibagi menjadi delapan tipe: deserter (pembelot), birokrat, misionari, developer (pembangun), otokrat, otokrat yang bajik, compromiser, dan eksekutif.(12)
PERBEDAAN ANTARA GEREJA DAN ORGANISASI
Bagaimanakah makna pemimpin dan kepemimpinan rohani atau Kristen? Sebelum kita menelaah tentang definisi dan arti kepemimpinan Kristen, maka harus dikenali perbedaan konteks dari pemimpin dan kepemimpinannya, yakni organisasi atau gereja di mana kepemimpinan itu dilaksanakan. Ada dua perbedaan prinsipil antara gereja dan organisasi.(13) Pertama, dari segi naturnya. Hakekat gereja adalah organisme bukan organisasi. Ada tiga pihak yang hadir dalam gereja: Kristus, warga jemaat, dan pemimpin. Karena hakekat gereja sebagai organisme maka setiap anggota harus memiliki relasi pribadi dengan Kristus sebagai kepala gereja, dan sewajarnya setiap anggota memiliki persekutuan satu dengan lainnya. Kedua, sasaran utamanya. Gereja mengutamakan manusia lebih daripada benda, kerja, atau hasil. Sebab itu tujuan utama gereja adalah kedewasaan dari tubuh dalam relasi dengan Tuhan dan antar sesama di dalamnya. Sedangkan tujuan utama organisasi adalah untuk melaksanakan tugas dan mencapai upaya produktif,(14) sehingga bisa saja mengabaikan kepentingan individu dalam organisasi sebab yang penting bisa mencapai targetnya.
Implikasi dari prinsip Alkitab tersebut adalah, gereja (komunitas umat Allah) sebagai organisme, secara terbatas(15) dapat memanfaatkan sistem organisasi dan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai umat Allah. Namun gereja harus tetap mempertahan sifat “keorganismeannya” yang mengutamakan manusia, relasi antar pribadi, dan kebergantungan kepada Kristus sebagai Kepalanya.
PANDANGAN ALKITAB TENTANG KEPEMIMPINAN
Di dalam Perjanjian Baru, khususnya klaim tentang kebenaran nampak di dalam perkataan Yesus Kristus dan seluruh karya-Nya di dalam dunia. Di dalam Yohanes 14:6a, Yesus Kristus berkata ”Akulah jalan, kebenaran, dan hidup.” Perkataan ini ditujukan kepada murid-muridnya di dalam perjamuan malam sebelum hari raya Paskah. Apakah maksud dari perkataan ini? Bagaimana hubungannya dengan konsep kebenaran yang dipahami secara umum dan di dalam kekristenan?
1. Arti pemimpin rohani (Kristen)
Makna pemimpin dalam konsepsi Alkitab, bukan berarti seseorang disebut pemimpin rohani (Kristen) karena ia seorang Kristen atau melibatkan diri dalam pelayanan Kristen. Pemimpin Kristen berarti pemimpin yang mengenal Allah secara pribadi dalam Kristus dan memimpin secara kristiani.(16) Pemimpin Kristen adalah pribadi yang memiliki perpaduan antara sifat-sifat alamiah dan sifat-sifat spiritualitas Kristen. Sifat-sifat alamiahnya mencapai efektivitas yang benar dan tertinggi karena dipakai untuk melayani dan memuliakan Allah. Sedangkan sifat-sifat spiritualitas kristianinya menyebabkan ia sanggup mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk menaati dan memuliakan Allah. Sebab daya pengaruhnya bukan dari kepribadian dan ketrampilan dirinya sendiri, tetapi dari kepribadian yang diperbaharui Roh Kudus dan karunia yang dianugrahkan Roh Kudus.(17)
Pemimpin Kristen berbeda dengan pemimpin alamiah (sekuler/umum) dalam beberapa hal. Pemimpin rohani mengenal Allah, mencari kehendak Allah, menaati kehendak Allah, bergantung pada Allah, mengasihi Allah dan manusia,(18) dan akhirnya memuliakan Allah. Sedangkan pemimpin alamiah hanya mengenal manusia, membuat keputusan sendiri atau organisasi, berusaha mencapai sasaran pribadi atau organisasi, bersandar pada cara-cara sendiri, bergantung pada kuasa dan ketrampilan diri sendiri, mengutamakan hasil kerja dan cenderung mengabaikan manusia.
2. Penyebab munculnya pemimpin rohani
Pemimpin rohani muncul bukan menurut kemauan atau ambisi pribadi, melainkan karena tindakan Allah yang mempersiapkan, memanggil, menetapkan dan membimbingnya dalam mencapai tujuan-tujuan dari Allah. Dalam PL, Allah yang mempersiapkan dan memanggil Musa dan Yosua menjadi pemimpin bagi umatNya (Kel. 4; Yos. 1). Begitu pula dengan Harun dan keturunannya dalam jabatan keimaman PL (Kel. 28:1). Allah juga yang membangkitkan para hakim (Hak. 2:16). Allah yang menetapkan raja bagi Israel, misalnya Saul (1Sam. 10:1), Daud (1Sam. 13:14; 2Sam. 7), dan Salomo (1Raj. 8). Dia juga yang memanggil para nabi dalam PL. Sedangkan dalam PB, Kristus sendiri yang memilih, mempersiapkan, dan mengutus keduabelas rasul-Nya. Allah pula yang memberikan karunia-karunia rohani untuk melaksanakan pelayanan di dalam dan melalui gereja-Nya (1Tim. 4:14).
3. Persyaratan pemimpin rohani
Jika persyaratan kualitas karakter dan sosial dalam pemimpin umum bersifat relatif, bahkan boleh saja tidak dimiliki, maka persyaratan pemimpin Kristen sangat menekankan aspek karakter dan sosialnya. Ada dua puluh kriteria yang dicantumkan dalam 1Tim. 3:1-13 dan Tit. 1:5-9, delapan belas berkaitan dengan reputasi seseorang, etika, moralitas, temperamen, kebiasaan, dan kedewasaan rohani serta psikisnya.(19) J. Oswald Sanders, melihat kualifikasi yang ditulis Paulus ini sebagai kualifikasi sosial, moral, mental, kepribadian, rumah tangga, dan kedewasaan.(20) Kualifikasi dalam 1Tim. 3:1-7 ini memiliki tiga ciri menonjol,(21) yakni menyangkut 1) persyaratan fundamen, bukan tugas, 2) tingkah laku yang teramati, 3) karakter tersebut bukan khas Kristen melainkan ideal tertinggi moralitas konteks Hellenistis zaman itu. Ini berguna demi kesaksian gereja. Jadi kriteria di atas menunjukkan bahwa persyaratan seorang pemimpin rohani sangat ketat dan menuntut kedewasaan jiwani, rohani dan sosial.
4. Arti kepemimpinan rohani
Ada beragam definisi mengenai kepemimpinan rohani atau Kristen.(22)
“Kepemimpinan adalah pengaruh.” (Oswald J. Sanders)
“Tugas utama pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan rencana Allah.” (Robert Clinton)
“Seorang pemimpin Kristen yaitu seorang yang dipanggil oleh Allah untuk memimpin; dia memimpin dengan dan melalui karakter seperti Kristus; dan menunjukkan kemampuan fungsional yang memungkinkan kepemimpinan efektif terjadi.” (George Barna)
“Kepemimpinan rohani adalah menggerakkan orang-orang berdasarkan agenda Allah.” (Henry & Richard Blackaby)
Dari beberapa definisi di atas terlihat bahwa kepemimpinan rohani memiliki persamaan dengan kepemimpinan umum dalam hal mempengaruhi atau menggerakkan orang lain, mensyaratkan kemampuan fungsional dan membimbing kepada tujuan tertentu. Sedangkan perbedaannya, kepemimpinan rohani berdasarkan panggilan Allah, bukan dari manusia atau organisasi; melaksanakan tugas dalam lingkup agenda/rencana Allah, dengan berdasarkan karakter Kristus, dan menuntun kepada tujuan yang Allah kehendaki, bukan tujuan organisasi atau manusiawi.
5. Sifat khas kepemimpinan rohani
Berdasarkan prinsip Alkitab, terdapat beragam karakteristik kepemimpinan rohani. Pertama, kepemimpinan rohani adalah kepemimpinan yang menghambakan diri. Identitas pemimpin Kristen adalah sebagai “hamba.”(23)Kepemimpinan Kristen bukan untuk mencari keuntungan materi maupun non-materi, melainkan untuk pelayanan (Luk. 22:26). Dalam PL, para raja bukan untuk meninggikan diri atas rakyat (Ul. 17:20). Korah ditegur dan dihukum akibat sikap kepemimpinan yang mengutamakan kedudukan (Bil. 16:933). Paulus memandang jabatan rasuli bukan untuk kemuliaan dirinya, melainkan untuk bekerja keras dalam pelayanan (2Kor. 11-12; 1Kor. 15:910). Para penatua gereja dipanggil untuk menggembalakan dan memelihara umat Allah (Ibr. 13:17; 1Ptr. 5:23). Yesus mengajarkan kepemimpinan sebagai “menjadi hamba” dan Dia menegaskannya melalui keteladanan-Nya (Mrk. 10:3545)
Kedua, kepemimpinan yang menempatkan posisinya di bawah kontrol Kristus.(24) Seorang pemimpin Kristen bukan menjadi orang nomor satu dalam gereja, sebab Kristus adalah Kepala Gereja. Ia memimpin namun juga dipimpin oleh Pemimpin Agung, Tuhan Yesus (Yoh. 13:13). Dengan demikian kerendahan hati dalam kepemimpinannya akan riil dalam praktiknya. Kerendahan hati yang melihat baik kebenaran tentang dirinya maupun keterbukaan untuk terus belajar akan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk keunggulan dalam orang lain.(25)
Ketiga, kepemimpinan yang berdasarkan karakter yang baik.(26) Kepemimpinan Kristen sangat menekankan karakter yang teruji. Otentisitas kepemimpinan Kristen bergantung pada ketaatannya terhadap Kristus dan meneladani Kristus. Dengan otentisitas tersebut maka kepemimpinan Kristen memiliki legitimasi dan otoritas untuk memimpin.
Keempat, kepemimpinan yang bergantung pada Roh Kudus.(27) Pemimpin Kristen bukan dilahirkan atau dibentuk melalui usaha manusia, melainkan kemampuannya terutama karena karunia Roh Kudus (Rm. 12:6; 1Kor. 12:7). Karunia kepemimpinan adalah satu dari banyak karunia rohani dalam gereja. Sebab itu kemampuan kepemimpinan rohani harus bersandar pada Roh Kudus.
Kelima, kepemimpinan berdasarkan motivasi Kristen. Kepemimpinan sekuler pada umumnya berdasarkan kekuatan manusiawi dan bertujuan untuk meraih keuntungan pribadi (Mrk. 10:42). Sedangkan kepemimpinan rohani harus menanggalkan pementingan diri dan motivasinya untuk kepentingan orang lain dan kemuliaan Tuhan. Sebab itu dia dimotivasi oleh kasih Kristus.
Keenam, kepemimpinan yang mendasarkan otoritasnya pada pengorbanan. Sebab itu pemimpin Kristen yang sejati disebut “pemimpin pelayan” (a servant leader). Cacat terdalam dalam kepemimpinan sekuler berakar pada arogansi yang membuatnya bertindak dominan berdasarkan rasa superioritas.(28) Yesus mengajarkan bahwa ciri khas dan kebesaran pemimpin spiritual terletak bukan pada posisi dan kuasanya, melainkan pada pengorbanannya. Hanya melalui melayani, seseorang menjadi besar (Mrk. 10:43-44). Pemimpin yang memberi keteladanan dan pengorbanan akan memiliki wibawa spiritual untuk memimpin orang lain.
KESIMPULAN
Tuhan Yesus menegaskan adanya perbedaan esensial antara pemimpin Kristen dan pemimpin sekuler dengan menyatakan, "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mrk. 10:42-45). •
Footnotes
01/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: CV Rajawali, 1988), hlm. 33
02/ Ibid., hlm. 34.
03/ Ibid., hlm. 35.
04/ Ibid., hlm. 29.
05/ Ibid., hlm. 31.
06/ Ibid., hlm. 35-37.
07/ Henry & Richard Blackaby, Kepemimpinan Rohani (Batam Centre: Gospel Press, 2005), hlm.33.
08/ Ibid., hlm. 38-39.
09/ Martin M. Chemers, An Integrative Theory of Leadership (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1997), hlm. 2.
10/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 39.
11/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 40.
12/ Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, hlm. 30-31.
13/ Lihat Lawrence O. Richards and Clyde Hoeldtke, A Theology of Church Leadership (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1980), hlm. 31-42; 150-204.
14/ Martin, An Integrative Theory of Leadership, hlm. 2.
15/ Engstrom dan Dayton memandang bahwa organisasi dan manajemen bersifat netral, demikian pula orang yang memanfaatkannya, baik Kristen maupun bukan Kristen. Sedangkan Richards dan Hoeldtke menilai bahwa organisasi dan manajemen bersifat “amoral,” atau netral, sedangkan manusia yang memanfaatkannya tidak netral dan berperan secara krusial, Kristen dan bukan Kristen. Lihat Richards and Hoeldtke, A Theology of Church Leadership, hlm. 191-204.
16/ Bd. Blackaby, Kepemimpinan Rohani, hlm. 31.
17/ Bd. J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1979), hlm. 21.
18/ Ibid., hlm. 22.
19/ Bd. Gene A. Getz, Sharpening The Focus Of The Church (Chicago: Moody Press, 1976), hlm. 118.
20/ Sanders, Kepemimpinan Rohani, hlm. 32-41.
21/ Gordon D. Fee, New International Biblical Commentary (Peabody: Hendrickson Publishers, 1988), hlm. 78. Bd. Donald Guthrie, Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids: Wm. B. Eermands Publishing Company, 1986), hlm. 80.
22/ Beragam definisi kepemimpinan rohani dan penilaian atasnya dapat dilihat pada George Barna, ed., Leaders On Leadership (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2002), hlm. 22-26. Blackkaby, Kepemimpinan Rohani, hlm. 33-38.
23/ Richards and Clyde Hoeldtke, A Theology of Church Leadership, hlm. 102-112. Lihat Elwell, Walter A., and Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Biblical Theology (Grand Rapids: Baker Book House, 1997).
24/ Bd. Lihat William D. Lawrence, “Distinctives of Christian Leadership,” Bibliotheca Sacra 575, (Juli-September 1987): 318-319.
25/ John Adair, Inspiring Leadership (London: Thorogood, 2002), hlm. 344.
26/ Bd. Lawrence, “Distinctives of Christian Leadership,” hlm. 320-321.
27/ Bd. Lawrence, “Distinctives of Christian Leadership,” hlm. 321-323.
28/ John, Inspiring Leadership, hlm. 37-38.
Komentar
Posting Komentar