Langsung ke konten utama

12 Falsafah Hidup – Pitutur Jawa




12 Falsafah Hidup – Pitutur Jawa


1.      Urip iku Urup: Hidup itu nyala, hendaknya kita memilih hidup yang memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita. Kian besar manfaat yang kita berikan kian baiklah pribadi orang itu. Sangatlah mungkin, filosofi ini merujuk kepada hadis Nabi Muhammad saw yang mengatakan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” 
2.      Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara: Hendaknya setiap manusia mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; sekaligus memerangi (memberantas) semua sifat angkara murka, serakah dan tama (rakus);
3.      Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti: Segala sifat keras hati, picik, angkara murka hanya bisa dilebur (dikalahkan) oleh sikap bijak, lembut hati dan sabar;
4.      Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha: Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan (pihak yang dikalahkan), berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan/ kekuatan/ kekayaan/ keturunan, kaya tanpa didasari hal-hal yang bersifat kebendaan/materi;

5.      Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo: Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, indah, dan jangan plin-plan atau berpikir menduka (terombang-ambing) agar niat dan semangat kita tidak menjadi layu atau kendor; 
6.      Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan: Jangan terlalu mudah sakit hati ketika ditimpa musibah, jangan susah manakala kehilangan sesuatu;
7.      Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman lan Aja Geleman: Jangan mudah terheran-heran, atau terlalu kagum, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut dengan sesuatu, jangan mudah manja atau ngambek, dan jangan mau (mengambil) yang bukan hak kita; 
8.      Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman: Janganlah terobsesi oleh keinginan merebut kedudukan, kebendaan / materi dan kepuasan duniawi melulu;
9.      Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka: Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan curang ayau culas agar tidak celaka; 
10.  Aja Adigang, Adigung, Adiguna: Janganlah sok hebat, sok kuasa, sok besar, sok kaya, atau pun sok sakti dan pintar;
11.  Sapa Weruh ing Panuju sasad Sugih Pager Wesi: Sesiapa yang bercita-cita luhur atau mulia, akan tertuntun jalan hidupnya;
12.  Alang-alang dudu Aling-aling, Margining Kautaman: Persoalan persoalan (kendala) dalam kehidupan bukan penghambat , (ia justru menjadi) jalan bagi kesempurnaan.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Malam Pertama Pengantin | Goyang Karawang

Cerita Malam Pertama Pengantin | Goyang Karawang Ini ada beberapa cerita malam pertama pengantin baru , cerita dewasa ‘seks’ pernikahan sepasang pengantin baru, dimana sang mempelai wanita atau sang isteri begitu polosnya. Sehingga ketika malam pertama berlangsung sang suami harus membimbing dulu agar sang isteri paham. Namun setelah sang isteri paham, sang suami malah yang jadi kewalahan menghadapi isterinya di malam pertama tersebut. Cerita malam pertama pengantin ini seru dan menarik untuk dibaca. Mungkin ini bisa bermanfaat khususunya bagi para calon pengantin. Sebuah trik atau tips yang bisa diterapkan jika menghadapi situasi dan kondisi yang sama nantinya. Bagaimana cerita malam pertama pengantin baru ini, silahkan simak kisah selengkapnya berikut ini! Sepasang pengantin baru sedang bersiap menikmati malam pertama mereka. Pengantin perempuan berkata, “Mas, aku masih perawan dan tidak tahu apa-apa tentang seks. Maukah Mas menerangkannya lebih dulu sebelum kita melakukannya?”...

KUMPULAN LAKON WAYANG KULIT CARANGAN (CERITA WAYANG KULIT CARANGAN/BUKAN POKOK)

http://downloadmp3wayangkulit.blogspot.co.id/2015/10/ki-anom-suroto-soeroto.html#more kumpulan lakon wahyu wayang kulit purwa 1. Wahyu Dewandaru   http://islamicprabuwayangkomputer.blogspot.co.id/2016/03/kumpulan-lakon-wahyu-wayang-kulit-purwa.html Lakon carangan ini mengisahkan tentang Wahyu Dewandaru yang akan turun ke dunia. Wahyu itu berujud manusia, yang terkadang bisa dilihat, tapi ada kalanya tak dapat dilihat. Untuk memperoleh wahyu yang konon berada di Gunung Mahendra itu, Duryudana meminjam Aji Candrabirawa pada Prabu Salya. Mulanya Salya berkeberatan, tetapi setelah Begawan Drona membujuknya, Aji Candrabirawa diserahkan. Setelah itu Drona menyuru...