Menemukan pemimpin kompeten ,Kecakapan Pemimpin &Lima Penyebab Komunikasi Menjadi Tidak Efektif
MENEMUKAN PEMIMPIN KOMPETEN
Diringkas oleh: Dian Pradana
Pemimpin kompeten! Apa maksud pernyataan ini? Jika disederhanakan (meski tidak mungkin), maksud dari istilah ini mungkin adalah kata "baik" (baik secara etis/moral/religi, sosial, estetis, kinerja, dsb.) atau secara leksikal berarti: mampu, ahli, cerdas, tangkas, sigap, dan sebagainya. Tetapi pertanyaannya adalah apakah ada orang yang berani berkata bahwa "saya adalah pemimpin yang baik" atau adakah pemimpin yang berani berkata bahwa "saya tahu bagaimana caranya menjadi pemimpin yang kompeten." Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas sukar diperoleh, dan kalaupun ada, jawabannya bersifat tersirat. Pada sisi lain, jawaban tersebut tentu ada pada setiap orang/pemimpin, hanya saja kunci dan jawaban menjadi "pemimpin yang baik" lebih banyak ditekati (sebagai sikap batin), dihidupi, dan dipraktikkan daripada dibicarakan secara demonstratif. Dengan demikian, prinsip-prinsip, teori-teori, atau pengalaman-pengalaman kepemimpinan yang dicetak hanyalah merupakan alat rangsangan yang mendorong seseorang untuk menjad pemimpin yang baik. Karena kepemimpinan yang baik tidak dihasilkan dari sekadar mempelajari/membaca prinsip/teori/pengalaman kepemimpinan, namun dari praktik kepemimpinan yang dilakukan secara ajeg.
Jika begitu, adakah pemimpin yang kompeten? Jawabannya memang ada, namun pemimpin kompeten itu sulit ditemukan -- bagaikan mencari jarum dalam jerami. Dalam mencari pemimpin yang kompeten, kita harus terlebih dahulu menentukan kriteria kompetensi dan bagaimana mengukur kompetensi seorang pemimpin. Ternyata, kompetensi kepemimpinan dapat diukur dengan sejumlah kriteria, baik yang bersifat objektif, maupun yang subjektif. Kriteria yang subjektif itu adalah milik pribadi yang idenya dapat dibagikan oleh setiap individu pemimpin. Sedangkan kriteria yang objektif cenderung merupakan alat identifikasi saja.
Apabila seorang pemimpin dikatakan kompeten, maka kompetensinya terlihat dari perilaku, sikap, dan kebiasaan yang muncul dari atau merupakan ekspresi diri yang melibatkan perpaduan/pertauatan tiga unsur penting, yakni karakter, pengetahuan, serta kecakapan/keahlian/keterampilan dari pemimpin.
KOMPETENSI DARI SUDUT KARAKTER
Mengingat pentingnya kompetensi seseorang dari segi karakter (paling tidak bagi kepemimpinan Kristen), di mana karakter yang baik akan menentukan penerapan pengetahuan dan keahlian dengan baik, maka kepemimpinan Kristen harus memerhitungkan kompetensi dari segi karakter, yang hanya dapat dibaca melalui perilaku atau tindakan.
Adapun kompetensi karakter seseorang dari segi kekristenan hanya dapat diidentifikasi dengan melihat beberapa indikasi berikut.
Komitmen kepada Tuhan, organisasi/pemimpin dan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesetiaan, kejujuran, kerajinan, sikap bertanggung jawab, dsb. yang dibuktikan dalam sikap hidup dan kerja sehari-hari. Perilaku nyata dari seorang pemimpin menggambarkan isi hatinya (sikap batin) serta kebiasaan hidupnya.
Integritas diri yang berkenaan dengan bagaimana seseorang melihat diri -- self ideal, self image, self esteem; Tuhan (khususnya sikapnya terhadap dosa/kejahatan); hubungan dengan orang lain sehingga ia diakui sebagai "bijak" dan "baik" dalam takaran sosial; sikap terhadap uang sehingga ia dianggap dapat dipercaya karena tidak berkompromi dengan "ketidakjujuran"; sikap terhadap kerja di mana ia menghargai pekerjaan dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Faktor-faktor tersebut hanya dapat dibuktikan dalam perilaku nyata.
Faktor khusus, antara lain disiplin, motivasi, semangat hidup, kerja sama, orientasi hasil/sukses, sikap positif, kreatif, inovatif, sinergetik, energetik, ketahanan, konsistensi, dsb.. Semua faktor itu dapat terlihat dari perilaku dan perbuatan seseorang.
Kemauan keras untuk bekerja serta kesetiaan dan ketekunan kerja yang dibuktikan dengan bekerja baik dan bekerja keras dengan sikap pasti, yaitu mencapai tujuan kerja dan menghasilkan/produktif.
KOMPETENSI DARI SUDUT PENGETAHUAN
Pengetahuan yang baik yang dimiliki seseorang akan membuat orang itu melakukan sesuatu yang baik, membuatnya dianggap lebih/ahli oleh orang lain serta mendapat kredensi sosial. Itulah mengapa pengetahuan adalah salah satu faktor yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat menjadi pemimpin yang kompeten.
Kompetensi seorang pemimpin dari segi pengetahuan dapat diukur dari beberapa hal berikut.
Dapat memahami bagaimana mengembangkan dan menggunakan pikirannya dengan baik, tersistem, efektif, dan efisien, serta dapat berpikir secara kreatif-inovatif yang bersifat pragmatis dan produktif.
Dapat memahami dengan baik manfaat berpikir proaktif (cara berpikir yang menandakan adanya kemauan baik serta semangat untuk maju dan sukses) dan sinergetik (cara berpikir yang menandakan bahwa seseorang memerhitungkan segala faktor yang terkait dan saling memengaruhi/bekerja sama yang mendukung ke arah keberhasilan) sehingga mampu membuat keputusan dengan tepat, jelas, dan berdaya guna.
Memahami bagaimana berpikir lengkap, tersistem/bertahap, serta tuntas, yang memungkinkan seseorang untuk mengetahui bagaimana dapat menggunakan pikirannya untuk berpikir terencana atau strategis sehingga dapat meletakkan dasar serta merancang jurus-jurus dan kerangka kerja untuk bekerja dengan baik.
Memahami bagaimana berpikir cermat dan tepat yang membantu untuk membuat penaksiran/perkiraan serta keputusan yang tepat. Perpaduan antara pengetahuan yang baik dan kemampuan untuk berpikir cermat dan tepat akan membuat seseorang memunyai kemampuan lebih, yakni yang sering disebut "naluri kepemimpinan", yang memungkinkan seseorang untuk memimpin dengan baik.
KOMPETENSI DARI SUDUT KECAKAPAN/KEAHLIAN/KETERAMPILAN
Faktor ini berkenaan dengan sejauh mana penerapan karakter dan pengetahuan secara praktis. Kompetensi keahlian ini dapat dilihat dari dua sudut penting berikut.
Yang berkenaan dengan "hubungan antar manusia", atau disebut sebagai "keterampilan atau kecakapan sosial". Seorang pemimpin yang baik tidak hanya menyadari bahwa ia membutuhkan orang lain, tetapi ia juga dengan penuh tanggung jawab dapat membina hubungan baik dengan orang lain yang menjamin kerja sama yang baik dan keberhasilan kerja. Hubungan baik dengan orang lain harus dimulai oleh pemimpin. Ia harus mentekadinya, menyukainya, menghidupinya dengan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Golden rule kepemimpinan Tuhan Yesus tetap berlaku di sini, yaitu: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka" (Mat. 7:12). Tekanan utama yang diberikan di sini adalah bahwa apa saja yang dilakukan oleh seorang pemimpin, mencerminkan apa saja yang akan/nanti/telah diperbuat orang kepadanya. Apabila pemimpin menghendaki dan melaksanakan/membina hubungan baik dengan siapa saja, ia pun akan menerima kebaikan dari tindakannya.
Yang berkenaan dengan "hubungan pelaksanaan tugas" di mana seseorang yang disebut ahli itu tahu dan dapat melakukan tugasnya dengan baik dan benar. Keterampilan/keahlian/kecakapan tugas berkaitan erat dengan hal-hal praktis yang bersifat teknis, sehingga dapat juga disebut keahlian teknis/praktis. Keahlian ini berkaitan erat dengan "bagaimana melaksanakan tugas", yang harus dilaksanakan dengan baik. Berikut adalah beberapa prinsip yang harus diperhatikan.
Pemimpin harus memiliki kecakapan "know how" (memberi pengarahan) secara umum, sekalipun ia tidak perlu "maha ahli". Wawasan yang luas dan belajar dengan menggunakan segala macam cara akan membantu dalam memperoleh kecakapan ini.
Pemimpin harus memiliki keahlian khas, khususnya yang berkenaan dengan kecakapan memimpin.
Hal-hal di atas itulah yang merupakan kriteria ukuran seorang pemimpin yang kompeten. Namun demikian, asumsi penting dari segi kekristenan yang perlu ditekankan ialah bahwa kompetensi seorang individu pemimpin Kristen adalah anugerah Allah (Yoh. 15:16-17), di mana semua faktor yang disinggung di atas hanya ada karena dia menemukan dirinya ada karena dan di dalam Tuhan (Ef. 2:6-10; 2Tim. 3:14-17). Di sisi lain, kompetensi adalah tanggung jawab anugerah untuk menghidupi anugerah di atas dengan seluruh aspek secara nyata dan ajeg (Ams. 3:1-15; Fil. 2:2-18; 4:8-9). Setelah itu, kompetensi tidak perlu dituntut, ia akan ada dan yang kompeten akan diakui kompeten bila dihidupi serta dibagi secara ajeg dalam upaya memimpin oleh pemimpin itu sendiri.
Kecakapan Pemimpin
Kecakapan pemimpin berkenaan dengan sejauh mana penerapan karakter dan pengetahuan secara praktis. Kompetensi keahlian ini dapat dilihat dari dua sudut penting berikut.
Yang berkenaan dengan "hubungan antarmanusia", atau disebut sebagai "keterampilan atau kecakapan sosial". Seorang pemimpin yang baik tidak hanya menyadari bahwa ia membutuhkan orang lain, tetapi juga menyadari bahwa ia dengan penuh tanggung jawab harus membina hubungan baik dengan orang lain, yang menjamin kerja sama yang baik dan keberhasilan kerja. Hubungan baik dengan orang lain harus dimulai oleh pemimpin. Ia harus membulatkan tekad, menyukai, dan menghidupinya dengan melaksanakannya secara penuh tanggung jawab. Golden rule kepemimpinan Tuhan Yesus tetap berlaku di sini, yaitu: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka" (Matius 7:12). Tekanan utama yang diberikan di sini adalah bahwa apa saja yang dilakukan oleh seorang pemimpin, mencerminkan apa saja yang akan/sedang/telah diperbuat orang kepadanya. Apabila pemimpin menghendaki dan melaksanakan/membina hubungan baik dengan siapa saja, ia pun akan menerima kebaikan dari tindakannya.
Yang berkenaan dengan "hubungan pelaksanaan tugas" yang membuat seseorang yang disebut ahli itu tahu dan dapat melakukan tugasnya dengan baik dan benar. Kecakapan tugas berkaitan erat dengan hal-hal praktis yang bersifat teknis sehingga dapat juga disebut keahlian teknis/praktis. Keahlian ini berkaitan erat dengan "bagaimana melaksanakan tugas", yang harus dilaksanakan dengan baik. Berikut adalah beberapa prinsip yang harus diperhatikan:
-Pemimpin harus memiliki kecakapan "know how" (memberi pengarahan) secara umum, sekalipun ia tidak perlu "mahaahli". Wawasan yang luas dan belajar menggunakan segala macam cara akan membantu dalam memperoleh kecakapan ini.
-Pemimpin harus memiliki keahlian khas, khususnya yang berkenaan dengan kecakapan memimpin.
Lima Penyebab Komunikasi Menjadi Tidak Efektif
Para pemimpin yang meneladani gaya kepemimpinan Yesus, memiliki keahlian komunikasi yang baik karena tujuan mereka adalah agar orang-orang yang mereka pimpin mencapai potensi mereka secara penuh.
Kemampuan seorang pemimpin dalam mengomunikasikan ide-ide, masalah, tujuan, metode, dsb. kepada orang lain adalah sesuatu yang sangat penting. Hal itu penting karena orang-orang tersebut harus memberi tanggapan yang tepat untuk mencapai potensi penuh mereka. Dengan demikian, dapat membantu kita untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
Berikut adalah salah satu contoh seorang komunikator yang buruk:
Suatu ketika saya pergi ke toilet. Di sana, bos saya dikunci di dalam salah satu biliknya oleh Xavier, seorang karyawan bagian penjualan. Karena bos saya tidak dapat pergi ke mana-mana, maka Xavier memakai kesempatan itu untuk berbicara dengannya. Tindakan Xavier itu menunjukkan kurangnya kepekaan. Ia berpikir bahwa tempat itu adalah satu-satunya tempat untuk bisa mendapat perhatian dari bos kami. Mungkin Anda tidak sesembrono atau berpikiran pendek seperti Xavier. Tetapi, apakah Anda termasuk orang yang tidak efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain? Apakah Anda membuat 5 kesalahan berikut ini ketika berkomunikasi? Apakah komunikasi yang tidak berhasil sama dengan kepemimpinan yang tidak efektif?
Artikel ini membahas apa yang terjadi ketika kita berbicara dan bagaimana kita dapat menjadi seorang pembicara dan pendengar yang bertanggung jawab. Mengapa bertanggung jawab? Karena hal itu adalah bentuk dari pemahaman: ketika menjadi narasumber, kita harus bertanggung jawab untuk membuat pendengar kita mengerti. Ketika kita menjadi pendengar, kita bertanggung jawab untuk dapat mengerti apa yang orang lain katakan. Tanggung jawab itulah yang akan menolong Anda untuk mendekati, baik perorangan atau tim yang Anda pimpin, sehingga Anda dapat menyampaikan informasi kepada mereka. Tanggung jawab juga dapat menolong Anda, ketika Anda berinteraksi secara verbal dengan orang lain.
1. Apakah Anda tipe orang yang menghujani pengikut Anda dengan kata-kata?
Sering kali banyak orang merasa gugup, berpusat kepada diri sendiri, atau hanya memiliki sedikit waktu, sehingga mereka berbicara seperti arus air yang deras. Sering kali mereka merasa takut jika mereka berhenti berbicara, bahkan untuk mengambil napas, maka pendengar mereka akan membombardir mereka dengan keberatan-keberatan lalu mengusirnya. Hasilnya, mereka menghujani pengikutnya dengan kata-kata. Namun, ketika apa yang dibicarakannya itu tidak dimengerti, mereka berkata: "Saya sudah memberi tahu mereka apa yang harus mereka ketahui!" Kepemimpinan seperti ini bukanlah gaya kepemimpinan yang disetujui oleh Yesus.
Lalu, apa yang terjadi dengan pendengar yang dibombardir itu? Mereka tidak mampu mencari jalan untuk mengklarifikasi situasi tersebut, tidak mampu mencari informasi lebih banyak lagi, atau meminta pertolongan untuk dapat lebih memahami apa yang telah dikatakan kepada mereka. Komunikasi semacam itu adalah komunikasi searah. Semakin lama alur searah itu mengalir, maka informasi yang diberikan semakin tidak relevan kepada pendengarnya, sehingga mereka memutuskan untuk tidak memberi perhatian. Ketika hal itu terjadi, si pembicara akan menjadi frustasi karena tidak ada yang memerhatikannya, kemudian memaksa bawahannya untuk tunduk, sehingga yang muncul adalah tanggapan-tanggapan positif yang berulang-ulang. Tanggapan positif mungkin terdengar baik, tetapi hal itu justru menjadi berbahaya.
Apa yang harus dilakukan?
Tenang. Jangan merasa gagal jika bawahan Anda tidak mengerti, tetapi pastikan Anda memunyai waktu menolong mereka untuk mengerti. Jangan terburu-buru.
Utamakan kualitas, bukan kuantitas. Bawahan Anda hanya dapat menerima sejumlah informasi dalam suatu saat, jadi pikirkanlah apa yang benar-benar harus mereka ketahui. Anda dapat membatasi informasi itu dan memberi mereka waktu untuk mengajukan pertanyaan.
Menindaklanjuti. Jika ada banyak informasi yang harus diberikan kepada bawahan Anda, buatlah sesi lanjutan.
2. Apakah Anda hanya memberi tahu bawahan Anda tentang hal-hal yang menarik bagi Anda?
Pertanyaannya di sini adalah: Apa yang lebih penting bagi Anda? Apakah pendengar Anda memahami apa yang Anda katakan dan memberi tanggapan yang seharusnya? Atau apakah Anda membuang apa yang Anda ketahui tentang sesuatu yang relevan bagi mereka, dengan harapan mereka dapat mengurus hal itu sendiri?
Hal yang kedua ini hanya akan membuat pendengar Anda tidak memerhatikan Anda karena Anda gagal menyentuh kebutuhan mereka. Pesan Anda akan menjadi kurang relevan bagi mereka dan cenderung diabaikan karena kegagalan Anda itu, atau karena mereka tidak dapat memberi tanggapan yang tepat atas informasi yang mereka terima dari Anda.
Apa pun yang Anda katakan, pendengar Anda akan memiliki perspektif, perhatian, keberatan-keberatan, atau pendapat mereka masing-masing. Semua itu adalah hal-hal yang penting bagi mereka. Kunci untuk mendekati mereka adalah mencari tahu apa yang mereka pikirkan dan apa saja yang penting bagi mereka. Karena itulah, Anda harus membuat perubahan dalam cara Anda mengatakan sesuatu. Hal ini tidak berarti Anda harus mengubah segala rencana yang sedang berjalan, tetapi Anda harus menggambarkan beberapa hal atau menekankan pokok-pokok tertentu dalam cara yang menjawab pertanyaan mereka.
Apa yang harus dilakukan?
Melibatkan diri. Libatkan diri Anda dalam sebuah dialog, bukan mempertahankan sebuah monolog.
Ajukanlah pertanyaan. Anda dapat melihat, apakah informasi yang Anda sampaikan sampai ke para pendengar.
Izinkan mereka bertanya. Lakukanlah hal ini sembari Anda memberitahukan rencana Anda. Dengan demikian, Anda menolong para pendengar untuk mengetahui apa yang harus mereka ketahui.
3. Apakah Anda mengabaikan simbol-simbol komunikasi?
Simbol-simbol komunikasi adalah petunjuk nonverbal yang diungkapkan para pendengar Anda, ketika Anda berkomunikasi dengan mereka. Dalam situasi tatap muka, yang termasuk simbol-simbol komunikasi yang utama adalah bahasa tubuh dan tinggi-rendah suara. Simbol-simbol ini memberi petunjuk kepada Anda mengenai apa yang orang lain pikirkan. Ketika Anda peka, simbol-simbol komunikasi tersebut akan sangat membantu untuk mengarahkan dan mendorong bawahan Anda. Sebaliknya, Anda akan mengalami kesulitan besar jika memilih untuk mengabaikan simbol-simbol komunikasi tersebut.
Apa yang harus dilakukan?
Hindarilah menjadi orang yang berpusat kepada diri sendiri. Berpikir dan berinteraksilah dengan pendengar Anda sembari berbicara dengan mereka.
Perhatikanlah lawan bicara Anda. Berusahalah untuk membuat lawan bicara Anda merasa bahwa mereka adalah bagian yang penting dalam percakapan itu.
Pelajari bahasa tubuh lawan bicara Anda. Ada buku-buku yang bagus jika Anda ingin mempelajari bahasa tubuh, tetapi ada bahasa-bahasa tubuh yang cukup jelas dan tidak mungkin Anda lewatkan jika Anda memerhatikan lawan bicara Anda.
4. Apakah Anda berasumsi bahwa pendengar Anda mengerti apa yang Anda bicarakan?
Jika kita berpusat kepada diri sendiri dan tergesa-gesa dalam memberikan informasi, akan sangat mudah bagi kita untuk berasumsi bahwa pendengar kita memahami apa yang kita katakan. Mungkin kita masih berpikir sebagai orang yang terlalu rinci dan lupa menyertakan konteks kepada informasi tersebut. Ada banyak hal yang membuat seseorang tidak mengerti pokok pembicaraan yang kita utarakan karena beberapa faktor dalam cara penyampaian kita. Ketidakmengertian itu mungkin saja dikarenakan konsep yang kita komunikasikan masih terlalu abstrak, atau karena kita ingin agar cara berkomunikasi kita terlihat lebih diplomatis.
Dimensi ekstra yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi adalah usaha dalam berkomunikasi secara lintas budaya. Kita mungkin sedang berbicara dengan seseorang yang berbeda bahasa dengan kita. Dalam komunikasi semacam itu, kosakata, idiom, dan gaya bahasa dapat menghambat usaha kita dalam berkomunikasi. Apa pun alasannya, selalu saja ada kemungkinan bahwa lawan bicara kita tidak terlalu memahami apa yang kita katakan, implikasinya, serta tindakan yang harus dilakukan. Akibatnya, dari komunikasi itu muncul kesalahpahaman, kebingungan, tindakan yang tidak diharapkan, bahkan konflik. Seorang bernama Wiio, menyatakan dalil dalam dunia komunikasi yang intinya adalah sebagai berikut: Jika sesuatu yang buruk dapat terjadi, maka hal itu akan terjadi; dan jika sebuah cara komunikasi dapat disalah mengerti, maka cara komunikasi itu dapat disalah mengerti.
Apa yang harus dilakukan?
Pertahankan komunikasi Anda tetap sederhana. Gunakan bahasa yang jelas, hindari kiasan, idiom, dan frasa-frasa yang mengasumsikan bahwa lawan bicara Anda memahaminya.
Berilah ruang untuk pemahaman. Berbicaralah dalam segmen-segmen, sehingga lawan bicara Anda dapat memahami apa yang Anda katakan sebelum Anda berpindah ke topik selanjutnya. Dengan memberi ruang untuk pemahaman, Anda juga menyediakan kisi-kisi pertanyaan yang dapat diajukan oleh pendengar Anda.
Ajukanlah pertanyaan. Dengan mengajukan pertanyaan, Anda dapat membantu lawan bicara untuk mengonfirmasi pemahaman yang dimilikinya dan mencari klarifikasi.
5. Apakah Anda berasumsi bahwa sudah menjadi kewajiban lawan bicara Anda untuk memahami perkataan Anda?
Pembelaan, "Jika mereka tidak mengerti, mereka seharusnya bertanya" mungkin terlihat masuk akal, tetapi pembelaan itu memiliki dua kelemahan:
Secara umum, banyak orang tidak bertanya karena mereka takut; mungkin takut terlihat bodoh atau mungkin takut terhadap Anda.
Mereka memang tidak benar-benar mengerti bahwa mereka tidak mengerti.
Di luar hal-hal yang telah kita kupas bersama; ketika sesuatu dapat kita mengerti sepenuhnya, hal itu masih dapat menjadi sesuatu yang sulit diapresiasi atau tidak dapat dipahami oleh orang lain. Hal itu cukup gamblang. Di sisi lain, kita mungkin merasa bahwa kita tidak berkewajiban untuk memanjakan pendengar kita. Namun demikian, ketika kita ingin agar pendengar kita memahami apa yang kita katakan, maka kita berkewajiban untuk memastikan agar mereka benar-benar mengerti.
Apa yang dapat dilakukan?
Tetapkanlah pemahaman sebagai tujuan akhir Anda. Ukurlah kesuksesan dengan cara yang berbeda. Komunikasi dapat dicapai ketika lawan bicara kita memahami apa yang kita bicarakan dan bertindak sesuai dengannya.
Hindari asumsi. Banyak tindakan yang gagal karena asumsi-asumsi, khususnya asumsi yang tidak tertulis atau bahkan tidak dipikirkan terlebih dahulu. Akan lebih baik jika kita menghindari asumsi, menyatakannya atau mengujinya terlebih dahulu.
Kesamaan derajat. Sebuah komunikasi hanya akan berhasil ketika kedua pihak dalam tingkatan yang sama, sehingga mengizinkan terjadinya kesepahaman. Doronglah pendengar Anda untuk terlibat dalam rekanan tersebut. Anda harus sadar bahwa mungkin Anda harus menyatakan izin untuk mereka dapat masuk ke dalam rekanan Anda.
Refleksi
Renungkanlah, bagaimana pendekatan Anda selama ini dalam hal komunikasi dengan orang lain. Apakah Anda peduli bahwa mereka akan mencapai potensi mereka yang sepenuhnya? Dapatkah Anda menyadari bahwa hal itu juga merupakan keinginan Anda? Pikirkanlah bagaimana Anda melakukan komunikasi dengan orang lain dan mendapatkan hasil yang Anda inginkan?
Alihkan usaha Anda yang berikutnya dari komunikasi ke arah dialog. Ajukan pertanyaan kepada pendengar Anda untuk menguji pemahaman dan doronglah mereka untuk bertanya kepada Anda. Cobalah dan lihatlah apa yang terjadi. (t/Yudo)
Komentar
Posting Komentar