Harus
Pandai Mendengar
Wilfred A Singkali,
Direktur Utama PT Wika Beton Tbk (sumber: Istimewa)
Penampilannya
sederhana. Nada bicaranya tenang, setenang langkahnya saat turun dari mobil sport
utility vehicle (SUV), pada suatu sore yang cerah. Itulah sosok
Wilfred A Singkali, direktur utama PT Wijaya Karya Beton Tbk (Wika Beton) yang
sore itu mengemudi sendiri SUV-nya.
"Sopir saya
sedang ikut acara mancing bersama karyawan di Bogor. Jadilah saya menyetir
sendiri," ujar eksekutif berusia 60 tahun itu seraya mengembangkan senyum.
Sosok pria kelahiran Palu,
Sulawesi Tengah, 21 Juli 1954, itu dikenal cukup dekat dengan para karyawannya.
Dia yakin menjaga kebersamaan di kalangan karyawan dan membudayakan
transparansi bisa mendorong perusahaan lebih maju.
Bagi Wilfred,
terbangunnya suasana kerja yang nyaman akan melahirkan gagasan-gagasan atau ide
cemerlang yang bisa membawa perusahaan berdiri lebih kokoh, setegar beton yang
diproduksi Wika Beton.
"Kami juga
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada karyawan untuk belajar tanpa
paksaan. Bertambahnya pengetahuan membuat setiap karyawan selalu siap saat
ditempatkan di mana pun," papar Wilfred yang duduk di kursi direktur utama
sejak 2012.
Wilfred juga percaya
bahwa seorang pemimpin harus pandai mendengar aspirasi bawahan. Itu sebabnya,
ia rajin turun ke bawah untuk berdialog dengan para karyawan. “Saya mencoba
untuk selalu mendengar aspirasi karyawan tentang berbagai hal. Lewat dialog,
saya bisa mendengar apa yang menjadi harapan mereka,” tuturnya.
Pria yang merintis
karier sejak dari bawah di PT Wijaya Karya Tbk, induk usaha PT Wika Beton Tbk,
ini membeberkan lebih dalam tentang resepnya memimpin perusahaan. Berikut
wawancaranya.
Bagaimana perjalanan
karier Anda hingga memimpin Wika Beton?
Saya memulai karier dari bawah. Pada 1983, seusai tamat di jurusan teknik sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), saya melamar ke PT Wijaya Karya dan diterima sebagai staf penelitian dan pengembangan (litbang). Pada 1987, saya masuk ke Divisi Komponen dan Konstruksi Wijaya Karya yang merupakan embrio PT Wika Beton.
Saya memulai karier dari bawah. Pada 1983, seusai tamat di jurusan teknik sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), saya melamar ke PT Wijaya Karya dan diterima sebagai staf penelitian dan pengembangan (litbang). Pada 1987, saya masuk ke Divisi Komponen dan Konstruksi Wijaya Karya yang merupakan embrio PT Wika Beton.
Sepanjang 1987 hingga
1992, saya menjadi manajer Divisi Teknik sekaligus Litbang. Ketika divisi
tersebut menjadi anak usaha (PT Wika Beton) pada 1997, saya dipercaya menjadi
manajer produksi hingga 2005. Saya juga sempat singgah di beberapa bagian,
yakni manajer pengendalian operasi dan manajer pengembangan bisnis. Hingga
akhirnya pada 2007, saya diangkat menjadi direktur teknik dan pada 2012
dipercaya menjadi direktur utama PT Wika Beton Tbk.
Pengalaman di berbagai
bidang membekali saya untuk membawa Wika Beton lebih dinamis. Pemahaman
dinamika seutuhnya perusahaan beton ini juga mendorong saya membuat Wika Beton
menjadi lebih kuat di tengah persaingan bisnis yang ketat belakangan ini.
Pilihannya, perusahaan maju terus atau mati. Tidak ada kata berhenti, karena
itu bermakna terjadi kemunduran.
Wika Beton kini
memiliki 1.000 lebih karyawan. Kami ingin terus berkembang. Ketika dahulu, saat
didirikan baru beromzet Rp 200 miliar. Tahun ini, kami ingin mencapai Rp 3,2
triliun dengan penguasaan pangsa pasar 45 persen.
Kiat Anda memimpin
perusahaan?
Setiap pemimpin ada zamannya dan setiap zaman ada pemimpinnya. Karena itu, saya mencoba membuat kebijakan yang pas dengan zamannya. Kebijakan yang bisa diterima bawahan sebagai tulang punggung perusahaan.
Setiap pemimpin ada zamannya dan setiap zaman ada pemimpinnya. Karena itu, saya mencoba membuat kebijakan yang pas dengan zamannya. Kebijakan yang bisa diterima bawahan sebagai tulang punggung perusahaan.
Saya yakin, perusahaan
tidak bisa maju dan berkembang tanpa sumber daya manusia (SDM) yang bagus dan
mau bekerja dengan giat. Kiat yang saya pakai adalah memberi kesempatan kepada
seluruh karyawan untuk bebas berpikir, bebas berkarya, dan melahirkan ide-ide
atau gagasan untuk mengembangkan perusahaan.
Saya berupaya membuka
seluas-luasnya kesempatan pengembangan karier sesuai kemampuan tiap individu.
Saya juga berupaya melahirkan SDM berkualitas yang tidak saja memiliki
kapabilitas, tapi juga bisa diterima oleh orang di sekelilingnya.
Setiap karyawan
memiliki peluang yang sama untuk merealisasikan mimpinya di perusahaan. Tentu
sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Karena itu, mereka dirangsang untuk terus
berinovasi. Pada muaranya, mereka mampu meningkatkan pelayanan perusahaan
kepada klien atau mitra dengan produk yang berkualitas, distribusi yang tepat
waktu, dan harga yang bersaing dengan kompetitor. Harga yang berkualitas.
Kiat lain adalah
dengan turun ke bawah untuk membuka dialog. Menjadi pemimpin harus pandai
mendengar aspirasi bawahan. Pandai di sini berarti bukan hanya mendengar, tapi
juga mencarikan solusinya.
Saya mencoba untuk
selalu mendengar aspirasi karyawan tentang berbagai hal, termasuk mendengar
pendapat mereka tentang kebijakan manajemen membawa perusahaan masuk ke pasar
modal lewat initial public offering (IPO) saham pada April
2014.
Kami jelaskan bahwa
IPO bukan sekadar mendapatkan dana, tapi yang utama adalah membawa perusahaan
lebih transparan dan memiliki sistem yang lebih bagus melalui penerapan seluruh
aspek tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).
Lewat dialog, kami
juga bisa mendengar apa yang menjadi harapan para karyawan. Karena itu, pintu
ruang kerja saya selalu terbuka untuk menerima karyawan yang mau bertukar
pikiran atau mau menyampaikan aspirasinya.
Siapa yang memengaruhi
gaya kepemimpinan Anda?
Pendidikan dari orangtua memengaruhi kehidupan saya hingga saat ini. Orangtua memberi pengaruh besar terhadap sepak terjang saya. Kedua orangtua saya yang pendeta, menanamkan kedisiplinan yang luar biasa.
Pendidikan dari orangtua memengaruhi kehidupan saya hingga saat ini. Orangtua memberi pengaruh besar terhadap sepak terjang saya. Kedua orangtua saya yang pendeta, menanamkan kedisiplinan yang luar biasa.
Kedua orangtua saya
menanamkan kedisiplinan terhadap waktu yang saya miliki. Saya diatur untuk
disiplin mengatur waktu sekolah, kapan bermain, kapan istirahat, dan
sebagainya. Jika saya dan saudara-saudara saya melanggar aturan yang ada, pasti
kena marah orangtua. Mungkin pada zaman saya, disiplin seperti itu cukup pas.
Saya bersyukur telah mendapat pendidikan disiplin dan memberikan penghargaan
terhadap waktu dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat. Tidak menyia-nyiakan
waktu.
Dengan bekal
kedisiplinan yang saya miliki, saat memimpin perusahaan pun saya menjadi lebihprudent.
Ekspansi usaha ke dalam maupun luar negeri, jika tidak disiplin dan hati-hati,
bisa menjadi bumerang. Kami harus mempelajari kultur dan aturan yang ada di
kawasan yang menjadi target ekspansi. Apalagi ekspansi ke luar negeri, jangan
sampai pergi pakai jas, pulang pakai kaos singlet. Merugi.
Apa kegiatan Anda di
luar jam kantor?
Saya punya hobi membaca. Buku apa saja saya baca. Pada zaman kuliah, saya banyak membaca buku seputar teknik sipil. Begitu juga saat bekerja. Namun, belakangan saya lebih banyak membaca buku tentang pengembangan bisnis dan manajemen perusahaan. Dengan membaca, saya mendapat banyak inspirasi. Kebiasaan membaca dan menganalisis suatu hal telah mendarah daging dalam diri saya sejak menempati posisi di litbang Wijaya Karya selama hampir 15 tahun.
Saya punya hobi membaca. Buku apa saja saya baca. Pada zaman kuliah, saya banyak membaca buku seputar teknik sipil. Begitu juga saat bekerja. Namun, belakangan saya lebih banyak membaca buku tentang pengembangan bisnis dan manajemen perusahaan. Dengan membaca, saya mendapat banyak inspirasi. Kebiasaan membaca dan menganalisis suatu hal telah mendarah daging dalam diri saya sejak menempati posisi di litbang Wijaya Karya selama hampir 15 tahun.
Selain membaca, sejak
menjadi direksi, saya terbawa-bawa menyukai olahraga golf. Awalnya agak
terpaksa. Saya diajak menyukai golf agar bisa berinteraksi dengan para klien
dan jejaring bisnis. Sejak 2007, saya ikut-ikutan bermain golf dan belakangan
bisa menikmatinya. Di lapangan golf, saya bisa melepaskan segala kepenatan
berbisnis. Tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks. Di lapangan golf, saya juga
bisa bersosialisasi dengan rekanan bisnis.
Saya tidak punya
lapangan golf favorit. Pokoknya, begitu ada waktu dan tempat, dengan apangan rumput yang menghijau, di situ saya bermain golf.
Paling tidak, sebulan sekali saya bermain golf. Golf adalah olahraga yang
memberikan ketenangan, selain kebugaran.
Komentar
Posting Komentar