Peningkatan kualitas pelayanan prodiakon perlu senantiasa ditingkatkan dan disegarkan, agar pelayanan bisa berkesinambungan dengan semangat yang terus berkobar. Untuk mewujudkan cita-cita itu, Prodiakon Paroki St. Petrus Sambiroto telah mengadakan rekoleksi sehari di Rumah Retret Griya Paseban pada Minggu 19 Oktober 2014. Tema rekoleksi yang diambil adalah “Spiritualitas Prodiakon dan Spiritualitas dalam pelayanan Praksis”. Romo DR. Mateus Mali CSsR dari Yogyakarta pun diboyong ke Semarang untuk menjadi nara sumber sekaligus pembicara tunggal dalam rekoleksi tersebut.
Dari materi yang begitu padat, dalam paparan berikut adalah inti sari materi yang disampaikan Romo DR. Mateus Mali CSsR dosen Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan dan juga Dosen Universitas Sanata Dharma ini sebagai berikut.Spiritualitas dalam bahasa Ibrani “ruah” bahasa Yunani “Pneuma” atau “spirit” dalam bahasa Latin, secara harafiah berarti nafas yang keluar dari mulut. Spiritualitas adalah daya kehidupan yang mengalir pada seseorang sehingga memberikan kekuatan dan ketekunan dalam berkarya ataupun pelayanan. Adanya kekuatan dan ketekunan, spiritualitas memungkinkan orang untuk mengarahkan diri menjadi manusia yang baik dan benar. Spiritualitas berhubungan dengan Roh Allah, manusia memberikan dirinya dibimbing oleh Roh Allah untuk setia kepada Yesus Kristus, Putera-Nya.Prodiakon bentukan kata dari “pro”(Latin) yang berarti demi atau untuk, dan kata “diakon” yang bearti melayani. Dengan demikian “prodiakon” dapat diartikan sebagai “untuk melayani”, karena tugas-tugas prodiakon terutama adalah melayani umat dalam berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kehidupan iman. Sebutan prodiakon, merupakan pilihan sebutan yang digunakan sejak tahun 1985. Sebelumnya digunakan sebutan “diakon awam” (1966) atau “diakon paroki” (1983) yang diberlakukan di Keuskupan Agung Semarang. Kini sebutan “prodiakon” berlaku diseluruh Gereja di Indonesia. Jadi prodiakon adalah pelayan.Di luar Indonesia tidak dikenal sebutan prodiakon, yang ada adalah pembantu penerimaan komuni. Di luar negeri disebut :Extraordinary minister of Holy Communion” atau pelayan luar biasa pembagi komuni Kudus. Mereka adalah kaum awam, bukan diakon tertahbis, mereka ditugaskan oleh pastor paroki untuk membantu membagikan Komuni Kudus. Hal ini diijinkan menurut Kitab Hukum Kanonik, Kan 230 # 3., atau Dokumen Immensae Caritatis yang dikeluarkan oleh Sacred Congragation of the Sacraments, 29 Januari 1973, menyebutkan ketentuan tentang extraordinary minister of Holy Communion.Dasar Teologis ProdiakonBerkat imamat umum melalui Sakramen Baptis, Krisma dan Ekaristi. Partisipasi awam dalam liturgi Gereja mengalir dari hakikat imamat umum yang dimiliki seorang beriman berkat sakramen baptisan dan krisma yang diterimanya. Prodiakon melaksanakan tritugas imamat yaitu sebagai imam (menguduskan), sebagai nabi (mewartakan) dan raja (memimpin).Tuntutan hakikat liturgi sebagai perayaan Gereja. Perayaan liturgi merupakan perayaan seluruh Gereja. Upacara-upacara bukanlah tindakan perorangan dari “pastor” saja, melainkan melibatkan semua anggota tubuh Gereja dengan berbagai peran yang berbeda. Dengan demikian prodiakon merupakan perwujudan dari peran serta umat beriman secara sadar dan aktif dalam liturgi Gereja.Konteks Tugas ProdiakonSeorang prodiakon dilihat dari tugasnya, tidak bisa dilepaskan dari kehidupan liturgi gerejawi. Liturgi adalah konteks karya pelayanan prodiakon. Pelayanan prodiakon meliputi perayaan ekaristi, ibadat sabda untuk segala jenis perayaan, ibadat berkat, ibadat mengirim komuni, memimpin ibadat penguburan dan lain-lain.Untuk itu semua prodiakon harus mengetahui makna, tata cara dan pedoman konteks pelayanan tersebut.Dasar Hukum SpiritualitasProdiakon bukanlah seorang diakon (klerus) namun diharapkan mendukung cara hidup dan cara bertindak para klerus (uskup, imam dan diakon) untuk “mengejar kesucian dengan alasan khusus, yakni karena mereka telah dibaktikan kepada Allah dengan dasar baru dalam penerimaan tahbisan menjadi pembagi misteri-misteri Allah dalam mengabdi umat-Nya”Maka Prodiakon mesti mengejar kesempurnaan itu dengan cara:1. Menjalankan tugas-tugas pelayanan pastoral dengan setia dan tanpa kenal lelah.2. Para prodiakon harus memupuk hidup rohani.3. Para prodiakon hendaknya meluangkan waktu untuk latihan rohani.4. Para prodiakon perlu melakukan doa batin secara teratur, sering menerima sakramen tobat, berbakti kepada Perayaan Bunda Allah dengan penghormatan khusus dan memanfaatkan sarana-sarana pengudusan yang umum dan khusus lain (lihat KHK kan 276 # 2)Spiritualitas ProdiakonProdiakon adalah orang yang menolong umat agar semakin memahami, menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai orang yang terpanggil untuk melayani Tuhan di dalam Sabda dan pewartaan sehingga spiritualitasnya harus kokoh. Artinya gaya hidup dan seluruh langkah haruslah berdasarkan Spirit (Roh). Kesaksian hidup harus mencerminkan bahwa kita hidup berdasarkan Roh dan benar-benar hidup melulu untuk Allah. Hidup yang suci memancar jauh lebih dahsyat dari pada kata-kata yang kita katakan. Hidup prodiakon benar-benar hidup yang dibaktikan kepada Allah dan melulu bagi Allah.Prodiakon dan Iman
Iman adalah relasi dengan Allah dan sekaligus penyerahan diri kepada Tuhan dalam keyakinan penuh bahwa Ia yang membimbing kita tidak bohong dan salah. Maka prodiakon harus betul-betul memiliki iman yang dewasa dan sempurna karena ia akan menjadi orang yang digugu dan ditiru. Ia menjadi pribadi yang sempurna karena mengalami kepenuhan dalam Kristus (Ef 4:13). Dinamika sikap iman semacam itu, dikaitkan dengan seluruh dimensi kehidupan prodiakon: kognitif (mendalami isi dan makna iman), afektif (menanggapi tuntunan iman secara sadar), praksis (bertingkah laku sebagai orang Kristen yang baik. Imannya teguh dan tak tergoyahkan. Ia tahu memadukan iman dan pendewasaan manusiahttp://stpetrussambiroto.or.id/berita-62/spiritualitas-prodiakon.html
Iman adalah relasi dengan Allah dan sekaligus penyerahan diri kepada Tuhan dalam keyakinan penuh bahwa Ia yang membimbing kita tidak bohong dan salah. Maka prodiakon harus betul-betul memiliki iman yang dewasa dan sempurna karena ia akan menjadi orang yang digugu dan ditiru. Ia menjadi pribadi yang sempurna karena mengalami kepenuhan dalam Kristus (Ef 4:13). Dinamika sikap iman semacam itu, dikaitkan dengan seluruh dimensi kehidupan prodiakon: kognitif (mendalami isi dan makna iman), afektif (menanggapi tuntunan iman secara sadar), praksis (bertingkah laku sebagai orang Kristen yang baik. Imannya teguh dan tak tergoyahkan. Ia tahu memadukan iman dan pendewasaan manusiahttp://stpetrussambiroto.or.id/berita-62/spiritualitas-prodiakon.html
Komentar
Posting Komentar