Meditasi Katholik
1. Persoalan
Dewasa ini kita dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam hidup iman dan hidup rohani kita sebagai umat beriman Katolik. Salah satunya adalah "Meditasi Kristiani." Begitu banyak menu yang ditawarkan dalam meditasi tersebut. Dari yang memang sungguh diperoleh dari tradisi iman dan spiritualitas Katolik, hanya sekedar duduk diam, bahkan sampai pada titik ekstrim, "gado-gado", artinya terjadi sinkretisme antara doa dalam tradisi Kristen dengan meditasi yang berasal dari tradisi religius yang lain.
Hal ini menyebabkan, kita mengalami kekaburan makna tentang meditasi. Kita juga belum paham arti meditasi. Dengan demikian, kita belum tentu menghayati meditasi Kristiani dengan baik dan benar. Kita dapat jatuh dalam dua ekstrim yang bertolak belakang satu sama lain, di satu pihak, karena kurangnya pengertian yang benar, orang meninggalkan hidup rohani. Tapi, di lain pihak, orang terbawa arus zaman.Semua metode diambil dan diserap. Kita menerima dan menghayatinya bukan dalam sikap iman yang kritis.
Padahal, begitu banyak umat yang haus akan Allah dan membutuhkan sarana yang tepat menuju persatuan dengan Allah dalam Kristus dan Roh Kudus melalui kekayaan tradisi spiritual Gereja Katolik. Itulah sebabnya, kita membutuhkan pengertian dan penghayatan yang benar dan tepat tentang meditasi Katolik.Kita memahami sarana yang perlu kita ambil sekaligus kita menghindari segala hambatannya sehingga dengan hati bebas dan murni, kita datang, mendekat dan masuk dalam aliran kasih Allah Tritunggal seturut ajaran Kristus dan Gereja.
Di awal hidup rohani, kita mengalami panggilan Allah, "kita jatuh cinta kepada Allah." Inilah kebenaran iman kita, "Bukan kita yang mengasihi Allah, tetapi Allah terlebih dahulu mengasihi kita" (bdk. 1 Yoh 4: 19).Kemudian, kita bertobat, meninggalkan dosa dan kejahatan, dan kita menerima Sakramen-sakramen Gereja, seperti Baptisan, Pengakuan Dosa, Ekaristi, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Perkawinan Katolik dan Imamat.
Berdasarkan pengalaman kasih akan Allah yang dialami dalam Gereja, kita mengalami kebenaran kata-kata S. Agustinus, "Engkau menciptakan kami untuk-Mu, ya Tuhan dan hati kami akan senantiasa gelisah sebelum beristirahat dalam Dikau". Hal yang sama diungkapkan dalam Konsili Vatikan II: "Makna paling luhur martabat manusia terletak pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah" (GS 19).
Itulah sebabnya, kita dipanggil dengan bantuan rahmat Allah dan penuh keberanian menanggapi anugerah Allah dengan "memasuki perjumpaan dengan Allah dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus secara terus menerus dan makin mendalam." Pertemuan inilah yang mengubah seluruh hidup kita secara baru.
2.1. Yesus Kristus sebagai Teladan Hidup Rohani
Supaya kita mampu membina relasi yang mendalam dengan Allah dan mencapai persatuan cinta kasih Allah “sudah dalam hidup ini dan sesudah hidup di dunia ini”, kita memandang Allah dari muka ke muka dalam cinta kasih (bdk. 1 Kor 13: 12), maka betapa pentingnya kita memahami teladan Tuhan Yesus, sebagai guru doa dan teladan dalam hidup doa.
Yesus adalah pendoa yang sejati. Dalam seluruh hidupNya Ia mempunyai hubungan yang mesra dengan BapaNya. Kita melihat dalam Injil : Yesus sering pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa (Mrk 1:35); Yesus berdoa di atas gunung Tabor bersama murid-muridNya (Luk 9:28-30); dalam pelayananNya kepada orang banyak Yesus selalu berdoa; ketika mengadakan perbanyakan roti Yesus menengadah ke langit, mengucap syukur kepada BapaNya; Yesus berdoa di taman Getsemani ketika akan menghadapi ajalNya (Luk 22:39-46). Jadi dapat disimpulkan bahwa doa Yesus memancar keluar dari hubunganNya yang mesra dengan Allah Bapa.
Semakin Yesus bergaul mesra dengan BapaNya, semakin nyata bahwa Yesus selalu hidup di hadirat Bapa, seperti dikatakan dalam Injil Yoh 4:34 “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku.” dan dalam Yoh 5:19 “Apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” Yesus juga mengundang kita semua untuk mengambil bagian dalam hubungan-Nya yang mesra dengan BapaNya ini. Ia mengutus RohNya supaya dalam kuasa Roh itu kita dijadikan anak-anakNya dan mengambil bagian dalam misteri hubungan yang mesra dengan Allah Bapa. “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh 17:2).
2.2. Perkembangan Hidup Rohani
Seturut ajaran Kristus dan Gereja, maka kita pun belajar dan berani untuk mulai menghayati hidup rohani. Itu berarti, kita masuk dalam perkembangan hidup rohani yang dimulai dengan doa, meditasi dan kontemplasi. Pertama, dalam doa, kita mengucapkan kata-kata dalam iman, kendati ini baru permulaan. Ini disebut dengan doa lisan. Kita mengucapkan doa-doa dasar, seperti Aku Percaya, Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, Doa Tobat, Doa Pagi dan Malam dan sebagainya. Kita juga mengenal devosi jalan salib, rosario, koronka, dan sebagainya. Tak dapat dilupakan kita berdoa dari Mazmur, hal ini kerap dilakukan para imam dan para religius dalam ibadat harian.
Kemudian, dalam meditasi, kita tak hanya sekedar merenungkan dalam akal budi saja, melainkan kita juga memahami “dari budi menuju hati”, sebagai persiapan kontemplasi. Singkatnya, doa semakin bersifat intuitif, membatin, spontan, dan keluar dari pengalaman Allah dalam lubuh terdalam jiwa. Demi mencapai ini, kita mengenal doa Yesus, meditasi Kitab Suci atau Lectio Divina, dan meditasi teresiana. Metode-metode dalam meditasi ini akan dijelaskan pada bagian penghayatan meditasi Katolik. Apabila kita setia, kita akan memasuki kontemplasi, suatu bentuk doa yang lebih mendalam lagi.
Kontemplasi dalam kata bahasa latin “contemplare”, berarti memandang. Kita memandang Allah dalam iman, pengharapan dan cinta kasih. Dalam hal ini, tak lagi melibatkan pemikiran dan sejenisnya, melainkan kita memandang Allah, “dari Roh ke roh”. Pada saat ini, kita mengalami kehadiran Allah yang melampaui pengertian kita di kedalaman hati kita. Maka, benar apa yang dikatakan S. Paulus: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Kor. 3: 16). Maka, penting pula, kita memahami tanda-tanda dalam kontemplasi: tak mampu meditasi seperti biasanya, keengganan untuk memikirkan hal-hal rohani, dan tinggal diam dalam keheningan bersama Allah. inilah pasifitas aktif, walau diam, kita terbuka pada bimbingan Allah dalam doa. Pentingnyanya iman!
3. Penghayatan Meditasi Katolik
Demi mencapai hidup rohani yang mendalam, menghasilkan buah rohani yang berkelimpahan, kita perlu mendalami pengertian tentang meditasi Katolik dan menghayati secara benar serta tepat sasaran. Kita membutuhkan metode atau sarana yang perlu untuk melakukan meditasi Katolik ini.
3.1. Doa Yesus
3.1.1. Arti Doa Yesus
Doa Yesus berasal dari Gereja Timur. Doa ini amat sederhana dan doa ini dapat membawa kita pada hidup rohani yang mendalam serta menguduskan hidup kita. Hanya dengan satu kata tunggal, namun dalam penuh iman dan kasih, kita menyerukan nama Yesus. Rumusan banyak, dari Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah, kasihanilah aku orang berdosa, atau Tuhan Yesus Kristus, kasihanilah aku, atau hanya nama “Yesus” saja (bdk. Kis. 2: 21; Luk. 18: 38; Luk. 18: 13).
Cara mempraktekkan amat mudah. Cukup menarik nafas sembari menyerukan “Ye…” dan menghembus nafas sambil menyerukan nama: “sus..” Bisa pula, kita menyerukan nama Yesus dalam hati. Orang dapat menyerukan doa Yesus dalam kegiatan sehari-hari yang tak melibakan peran budi, misalnya berjalan, memasak, menyapu dan sebagainya. Namun, kita perlu menyempatkan waktu dengan setia, dari 5-10 menit setiap pagi dan sore, hingga 20-30 menit setiap pagi dan sore.
Motivasi doa Yesus ialah bukan perkara duniawi bahkan rohani. Kita harus mempunyai kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita menyadari panggilan Tuhan dan kita menjawabnya dengan berdoa Yesus dalam iman, pengharapan dan kasih. Sebab, Allah layak dicintai demi dirinya sendiri, dan bukan banyak berpikir tentang Allah, tetapi banyak mencintai, demikian kata S. Teresia Avila.
3.1.2. Sikap Tubuh
Ada dua sikap yang perlu diperhatikan. Pertama, sikap duduk:
1. Dengan dingklik
2. Duduk di atas tumit
3. Sikap LotusDuduk di kursi dengan punggung tegak.
a. Lotus penuh. Kaki kanan diletakkan di atas paha kiri, sedangkan kaki kiri diletakkan di atas paha kanan. Punggung tegak, pandangan ke depan.
b. Lotus setengah. Salah satu kaki diletakkan di atas paha.
c. Lotus istirahat. Semua kaki diletakkan di bawah, lutut menempel di lantai (untuk keseimbangan).
4. Duduk di kursi dengan punggung tegak
Kedua, sikap tangan:
1. Barometer. Kedua ibu jari dilekatkan, kemudian di atas diletakkan di atas pangkuan. Biasa bila pikiran kita tak fokus, maka kedua ibu jari tangan akan terlepas.
2. Ibu jari dilekatkan dengan jari telunjuk. Kedua tangan diletakkan di atas pangkuan, cara ini berfungsi sama, bila pikiran melantur, jari telunjuk akan terlepas.
3. Tangan terbuka. Diletakkan dia atas pangkuan, melambangkan bahwa kita mau membuka hati kepada Yesus.
3.1.3. Buah-buah Doa Yesus
Bila kita setia dan tekun melakukan doa Yesus, kita akan mengalami buah-buahnya:
1. Doa ini membantu kita mengarahkan perhatian kita pada satu titik, yaitu Allah.
2. Doa ini memberikan ketenangan dan kedamaian yang besar dalam hidup.
3. Doa ini membantu kita mengalami penyembuhan batin dan mengatasi kelemahan dan dosa kita.
4. Doa ini membantu mencapai hidup yang suci.
3.2. Lectio Divina (Meditasi Kitab Suci)
Ambillah suatu teks Kitab Suci yang sudah kaukenal dan kaupersiapkan sebelumnya. Bisa juga sesuai dengan penanggalan liturgi. Lakukan lectio divina dalam 4 langkah:
1. Lectio atau bacaan . Bacalah penuh perhatian, lembut. Bertanyalah: Apakah arti teks itu dalam konteksnya dan menurut konteks kebudayaan waktu itu?
2. Meditatio atau peresapan . Resap-resapkan teks atau kalimat tersebut, khususnya yang menyentuh hatimu. Engkau dapat bertanya: Apa yang dikatakan Tuhan kepadaku secara pribadi melalui teks ini?Apa jawabanku pribadi? Kemudian teks atau kalimat yang menyentuh hatimu itu dapat kauulang-ulangi sampai puas hatimu.
3. Oratio atau doa . Berdasarkan teks tersebut bicaralah dengan Tuhan dari hati ke hati dan ungkapkan isi hatimu kepada-Nya. Ingatlah, dalam doa yang terpenting bukanlah banyak berpikir tentang Tuhan, melainkan banyak mencintai. Itulah pesan Santa Teresa Avila.
4. Contemplatio atau kontemplasi . Sesudah berbicara sejenak, belajarlah diam, mendengarkan Tuhan, sambil memandang dengan iman Dia yang hadir dalam dirimu atau di hadapanmu. Bila perhatianmu tidak dapat terpusat lagi pada Tuhan yang hadir, kembalilah ke langkah pertama dan mulai dengan teks atau ayat berikutnya. Proses itu diulangi seperti di atas sampai waktu yang ditentukan untuk doa telah selesai.
3.3. Meditasi Teresiana
Ketika kita sulit doa Yesus atau lectio divina, ada alternatif, yakni meditasi teresiana. Meditasi ini dikembangkan oleh S. Teresia dari Avila dan S. Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Bahkan dalam situasi yang sangat menuntut berdoa, tetapi seolah kita tak mampu berdoa, atau dalam kondisi yang sulit, kita dapat mendoa secara perlahan, memahami setiap kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan seluruh doa, yaitu doa Bapa Kami, dan atau Salam Maria, dapat pula ditambahkan doa Kemuliaan. Bisa juga divariasikan dengan Aku Percaya. Jika demikian, awal doa, kita mohon bimbingan Roh Kudus, lalu kita mendoakan Aku Percaya, lalu mengulang-ulang doa Bapa Kami dan atau Salam Maria sampai waktunya cukup, dan ditutup dengan Kemuliaan.
4. Petunjuk Praktis
Apapun bentuk metode meditasi yang kita butuhkan, ada satu hal yang perlu diperhatikan. Ingat dan sadari, bahwa dalam meditasi ibarat kita mendaki gunung dengan begitu banyak pemandangan, bila tak sadar kita akan berhenti akan tujuan hidup kita, yaitu Allah. Tak mengherankan banyak orang berhenti berdoa. Tapi, di lain pihak, kita memasuki alam roh, dunia rohani, yakni Allah dan para malaikat, setan dan diri kita sendiri. Oleh sebab itu, kita harus memperhatikan, mengamati, dan mengikuti petunjuk ini:
1. Jangan pernah mengikuti godaan duniawi. Jangan berdoa untuk kepentingan dunia, meskipun itu bisa.Tapi, yang terutama, cari Allah dalam segala sesuatu. Bukankah Yesus bersabda: "Carilah Kerajaan Allah dan segala kebenarannya, maka yang lain-lain itu akan ditambahkannya kepadamu" (bdk. Mat. 6:33).
2. Jangan memperhatikan hal-hal gaib, seperti penampakan, penglihatan, wahyu, pernyataan, rasa rohani, apalagi suara-suara yang tak jelas objeknya (sebab dalam hal ini, bisa jadi suatu kekurangan psikologis).Sebab sangat sulit membedakan asalnya, apakah dari Tuhan, setan, atau diri kita sendiri. Selain itu, hati-hati jangan sampai kita tertipu dengan jebakan setan, yang menyamar sebagai malaikat terang. Itu Tuhan, tetapi hantu! Hati-hati dan waspadalah.
3. Jalan kita satu-dan yang paling aman dan benar adalah jalan iman. Kita harus melangkah dalam iman, pengharapan dan cinta kasih, yang terutama dan terbesar adalah cinta kasih (bdk. 1 Kor. 13:13). Hanya dalam jalan iman, harap dan kasih, kita sampai kepada Allah. Hanya dalam iman, harap dan kasih, kita mencapai persatuan dengan Allah. Camkan nasehat bijaksana dari S. Yohanes dari Salib: "lupakanlah segala sesuatu, peliharalah damai batin, dan arahkan segala adamu hanya kepada Allah."
5. Kesimpulan
Demikianlah pemahaman kita tentang Meditasi Katolik. Tentu masih ada kekurangan, tak ada gading yang tak retak bukan. Tetapi, kita belajar dari para kudus yang telah mencapai gunung Allah, telah masuk kemuliaan surgawi, jalan yang telah teruji, jalan yang benar, yang berdasar pada iman kepada Kristus dan Gereja-Nya. Waspadalah terhadap meditasi yang di dalamnya tak satu pun menyerukan Allah Tritunggal dalam Pribadi Yesus Kristus, sebab itu bukan meditasi Katolik. Melalui kesetiaan dan ketekunan, kita sampai pada tujuan hidup kita, yaitu kasih kepada Allah dan sesama, dan kasih itulah yang menyelamatkan kita.Tuhan memberkati kita semua.
Serafim Maria CSE
Penulis tetap di situs carmelia.net
Kontemplasi sebagai Tujuan
(Dalam Meditasi Katolik)
Oleh: Maximilian Marciano
Banyak orang melakukan meditasi digerakkan oleh pelbagai alasan dan motivasi. Entah itu sebagai relaksasi menghilangkan stress agar tubuh sehat dan batin tenang, untuk mendapatkan kesaktian ini dan itu (tenaga dalam, kekebalan fisik), untuk mengembangkan dan mendapatkan kemampuan paranormal ini dan itu (mata cenayang, daya penyembuhan) ataupun demi mengejar rupa-rupa pengalaman gaib dan rohani.
Banyak pula yang bermeditasi karena digerakkan kerinduan yang murni untuk mencari kedalaman dan demi penyucian diri. Dalam hal ini, meditasi secara Katolik sebenarnya memiliki arah dan tujuan yang luhur, yakni: KONTEMPLASI. Arah dan tujuan ini begitu luhur sebab bermuara pada kedalaman kesatuan dengan Allah. Hanya bagi jiwa-jiwa yang serius dan para pencari kesejatian hidup, meditasi Katolik dapat tetap “menarik”.
Meditasi secara Katolik
Meditasi dikenal di hampir semua agama, kepercayaan dan budaya. Banyak metode meditasi bisa kita temukan di toko-toko buku, perpustakaan-perpustakaan, padepokan-padepokan atau pun di pertapaan-pertapaan. Metode yang berbeda-beda ini mempunyai arah dan tujuan yang berbeda-beda pula.
Sebagai umat Katolik, ada baiknya kita memakai metode yang Katolik pula, yang sesuai dengan iman kita. Sebab kita tidak hanya mengalami ketenangan dan fisik yang segar, namun juga bertumbuh dalam iman dan batin disucikan. Sebaliknya, mengadopsi atau memakai cara meditasi dari agama atau kepercayaan lain, apabila tanpa diimbangi kematangan pengetahuan hidup rohani, dapat membuat kita jatuh pada bahaya sinkretisme dan relativisme agama. Dan kita tahu bahwa sinkretisme dan relativisme agama justeru makin mengaburkan kesatuan kita dengan Kristus.
Apa itu meditasi?
Apabila daya-daya batin manusia tenggelam dalam suatu permenungan yang sungguh aktif, terjaga, fokus dan penuh konsentrasi, maka aktivitas ini bisa dikatakan sebagai meditasi. Aktivitas ini mengandaikan disiplin tubuh dengan menjaga posisi duduk, tangan dan postur tubuh pada rentang waktu tertentu tanpa banyak ganti posisi. Ini penting agar jiwa cepat fokus, terjaga, terpusat dan terkonsentrasi. Buah-buah meditasi tergantung pada keadaan fokus, terjaga, terpusat dan penuh konsentrasi ini. Dalam meditasi yang Katolik, disiplin tubuh memang bukan yang hakiki tapi tetap perlu. Yang hakiki ialah semangat batin kita, yakni adanya kerinduan dan rasa devosi untuk menyatakan kasih kepada Tuhan.
Meditasi juga mengandaikan adanya suatu objek atau pusat permenungan. Tanpa ini, mustahil suatu keadaan yang fokus dan terkonsentrasi bisa segera dicapai. Panca-indera jasmaniah dan batiniah perlu diarahkan dan jangan dibiarkan melantur bertualang ke sana sini tanpa arah. Begitu juga indera batin seperti: pikiran, perasaan, kehendak, ingatan, imajinasi perlu dijaga dan diarahkan pada suatu objek atau pusat tertentu. Apa yang dipakai sebagai objek atau pusat permenungan, inilah yang menentukan meditasi ini dikategorikan meditasi Katolik atau bukan.
Meditasi secara Katolik tidak dapat dilepaskan dari doa dan nuansa iman. Hampir semua metode meditasi bicara soal konsentrasi dan pemusatan. Meditasi secara Katolik juga memperhatikan ini. Semakin kuat rasa terpusat, rasa fokus dan rasa penuh konsentrasi yang dialami seseorang, dapatlah dikatakan bahwa dia sungguh memasuki meditasi yang mendalam. Dalam hal ini, meditasi Katolik berciri Kristo-sentris. Kristuslah yang menjadi objek atau pusat meditasi. Segala aspek menyangkut Kristus: kisah hidupNya sebagaimana diceritakan dalam Injil, kemanusiaanNya, keilahianNya, kasihNya, kebaikanNya, pesan dan wejanganNya, dapat dijadikan objek atau pusat meditasi. Agar tidak melantur ke sana sini, pikiran dan imajinasi diarahkan untuk merenung-renung tentang Kristus dengan segala aspekNya yang kaya itu. Ingatan diarahkan untuk mengingat Kristus. Kehendak diarahkan menyenangkan Kristus. Perasaan diarahkan kepada Kristus dengan berupaya membangkitkan rasa devosi dan cinta kepadaNya. Setiap gerak batin di luar keterarahan kepada Kristus di saat jam meditasi, jangan diikuti. Apabila diikuti, itu namanya pelanturan. Makin banyak pelanturan, maka meditasi tidak menghasilkan buah yang baik.
Beberapa metode doa yang Katolik bisa dipakai untuk menopang rasa fokus, terpusat dan terkonsentrasi. Pakailah di sini metode doa yang berasal dari tradisi doa atau tradisi mistik dalam Gereja. Cara doa dalam Meditasi Cinta-Kasih-Ilahi di situs ini dapat menjadi alternative.
Kristo-sentris, ciri yang menghantar pada kontemplasi
Mengapa meditasi Katolik itu harus “Kristo-sentris”? Injil Yohanes dengan kuat menuturkan bahwa Allah menghendaki kesatuanNya dengan kita memang dalam Kristus. Dalam Kristus tersembunyilah kepenuhan keilahian (bdk. Kol.1:19; 2:9). Dalam diri Kristuslah ada “berkat rohani di dalam surga”, begitulah dimadahkan oleh Santo Paulus (bdk. Ef. 1:3). Vatikan juga menggariskan hal ini dalam dokumennya tentang meditasi yang Katolik (bdk. art. 11.13-15.20, Some Aspects of Christian Meditation, 15 Okt 1989). Dan juga, pada kenyataannya, dalam diri para kontemplatif sejati, seperti St. Teresa Avila dan St. Yohanes Salib, kita sungguh menemukan bagaimana kesatuan mereka yang begitu kuat dengan Kristus pada akhirnya menghantar kedua jiwa ini pada kontemplasi ilahi. Pengalaman puncak dari hidup rohani telah dialami oleh kedua orang suci ini. Sudah dalam hidup di dunia ini, kemanisan kemuliaan surgawi telah dicapai kedua Karmelit ini. Perkawinan rohani dan persatuan yang mengubah (unio transformans) diyakini Gereja telah berhasil dicapai oleh kedua kontemplatif sejati ini. Keduanya menuturkan hal yang sama: pintu masuknya ialah meditasi dan hidup yang Kristo-sentris. Kristuslah sesungguhnya merupakan juga jalan dan pengantara menuju kontemplasi sejati (bdk. Yoh. 14:6).
Kontemplasi
Keadaan tenang, rileks, kesegaran fisik dengan sendirinya akan dialami apabila jiwa bisa bertekun dalam meditasinya. Apabila dalam meditasi mengalami rasa fokus, terjaga, terpusat dan penuh konsentrasi, kita dapat mengalami rasa tenang yang menyegarkan dan membahagiakan. Apalagi jika masuk makin dalam, di mana aktivitas insani kita berkurang dan Allah menarik jiwa pada keheningan yang begitu agung dan mendalam, wah membahagiakan sekali! Apalagi jika gerak pikiran, keinginan, ingatan, imajinasi seolah-olah berhenti selain perasaan yang mengalami keheningan dan kesunyian besar, saat mana Allah menarik jiwa sedemikian rupa sehingga indera-indera jasmaniah dan batiniahnya berhenti! Inilah keindahan dan kemuliaan kontemplasi.
Pengalaman kontemplasi sejati memang karya Allah semata. Namun ini membutuhkan pula persiapan. Pintu masuknya ialah meditasi. Apabila dilakukan secara benar, tekun dan sesuai dengan iman Katolik, meditasi dapat menjadi suatu disiplin yang mampu menghantar jiwa pada kontemplasi. Inilah arah dan tujuannya yang sejati. Dengan meditasi yang berpusat pada Kristus, jiwa dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam dirinya untuk menerima suatu rahmat doa yang adikodrati, yakni: kontemplasi. Meditasi menjadikan jiwa “kondusif” untuk mengalami karunia luhur: kontemplasi.
Kontemplasi: karunia doa yang adikodrati
Kontemplasi merupakan tahap doa yang tertinggi, suatu doa yang supranatural atau adikodrati. Dikatakan adikodrati, karena di dalamnya Allah-lah yang secara dominan beraktivitas. Aktivitas apa? Memurnikan jiwa secara langsung dengan menarik jiwa mendekat dan bersatu denganNya. Karena ini merupakan karya Allah, kontemplasi seperti ini disebut sebagai kontemplasi curahan atau kontemplasi ilahi. Atau dinamakan pula sebagai “kontemplasi pasif”, sebab manusia di sini hanya bisa “pasif” menerima rahmat ini. Kontemplasi ini tidak bisa diperoleh dengan upaya sendiri, melainkan rahmat semata. Lalu apa gunanya meditasi? Meditasi di sini menciptakan suasana yang baik agar jiwa dapat menerima rahmat kontemplasi curahan ini. Menurut St. Teresa Avila, meditasi merupakan pintu masuk kepada kontemplasi. Sebab kontemplasi tidak dapat dicurahkan begitu saja pada manusia tanpa kesiapan dan persiapan dari si penerima.
Selain meditasi, persiapan lain perlu dilakukan. Menurut St. Teresa, meditasi perlu ditopang tiga kebajikan berikut agar jiwa siap menerima rahmat kontemplasi: 1) cinta persaudaraan; 2) kelepasan; 3) kerendahan-hati. “Jangan banyak berpikir, banyaklah mencinta”, begitu pesan St. Teresa Avila. Cinta kepada Allah dan kepada sesama sungguh membersihkan jiwa dan mendatangkan rahmat kontemplasi. Begitu pula semangat kelepasan. Mustahil kontemplasi diberikan Allah pada jiwa-jiwa yang hatinya begitu melekat pada perkara duniawi. Hanya jiwa-jiwa yang mencari Tuhan dalam semangat yang besar dan rindu bersatu denganNya dalam segala perkara, menerima anugerah demi anugerah yang menguatkan jiwa masuk dalam kontemplasi. Dan kerendahan-hati pun tak kalah pentingnya. Allah lebih suka mencurahkan banyak rahmat pada jiwa yang rendah hati. Sebab jiwa yang rendah hati, akan menyadari segala rahmat itu sungguh berasa dari Allah sendiri. Jiwa yang rendah hati akan memasrahkan diri pada penyelenggaraan Allah. Dia sungguh percaya dan mengandalkan rahmat Allah dalam hidupnya. Tanpa Allah, dia menyadari tidak dapat berbuat apa-apa (bdk. Fil. 2:13). Dia selalu merasa butuh Allah.
Selain meditasi dan ketiga kebajikan tersebut, perjalanan menuju kontemplasi juga biasanya perlu melewati tahap pemurnian. Biasanya, sesuai dengan kebijaksanaan ilahi, jiwa akan dimurnikan lebih dahulu oleh Allah sedemikian rupa. Pemurnian ini bersifat ragawi maupun rohaniah. Dapat begitu dahsyat karena jiwa bisa dibawa masuk pada suatu kegelapan iman. Tidak lagi dapat mengalami kemanisan ataupun penghiburan, entah itu menyangkut perkara rohaniah maupun yang duniawi. Kalau masih menemukan penghiburan dalam perkara duniawi, namun dalam perkara rohaniah dirasakan begitu kering, ini namanya kemunduran. Kemajuan yang mengarah pada kontemplasi membawa jiwa pada pengalaman kekeringan dalam perkara apa pun. Allah dirasakan begitu jauh dan tidak lagi hadir dan dirasakan seperti dulu. Kendati begitu, justeru makin tumbuh rasa cinta yang besar kepada Allah. Makin rindu mencintai Allah namun Allah dirasakan makin jauh, betapa sakitnya dan pilu yang dirasakan jiwa karena seolah-olah diacuhkan oleh Tuhan yang dicintanya. Pergulatan ini bisa begitu panjang dan menyakitkan. Namun jiwa tidak dibuat runyam karenanya. Di tengah segala pencobaan dan pergulatan kekeringan itu, ada kemantapan dalam batin berupa rasa takut akan Allah, rasa takut berbuat dosa. Dalam badai dahsyat pemurnian, jiwa tetap berjalan dalam iman yang begitu murni. Dia tetap setia melakukan rutinitas hidup keseharian dan tanggung-jawabnya. Dia tidak patah arang dan malas-malasan melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Begitulah gambaran jiwa yang mulai dibawa masuk oleh Allah ke dalam kontemplasi.
Penutup
Kontemplasi-ilahi begitu indah dan amat teramat membahagiakan. Seandainya jiwa dapat sampai ke situ, wah betapa berharganya! Jiwa yang mencapai tahap kontemplasi sejati ini jauh lebih berguna daripada ribuan konglomerat-konglomerat yang menguasai keuangan dunia. Orang yang bisa sampai di sini, sungguh berjasa bagi Gereja dan dunia. Orang yang sudah sampai pada tahap ini, setiap aktivitasnya sungguh membawa kebaikan pada banyak orang. Setiap gerak jiwanya mengandung nilai keabadian. Kesuciannya memancar menerangi kegelapan dunia.
Kita semua diundang memasuki keindahan kontemplasi ini. Lewat Sakramen Baptis, kita diberi potensi untuk bisa sampai di sana. Rahmat diberikan namun masih berupa “benih” yang perlu disirami agar dapat tumbuh. Rahmat pengudus berupa kehadiran Roh Kudus dalam jiwa yang diterima lewat Sakramen Baptis, sebenarnya memungkin jiwa untuk bisa sampai pada kemuliaan kontemplasi. Bagi jiwa-jiwa yang serius dan yang makin murni di hadapan Allah, bisa jadi siulan panggilan mulai bergema. Kini tinggal mempertajam telinga, mengikuti suara panggilan, untuk lalu bercengkerama dengan SANG CINTA dalam kehangatan meditasi. Pintu masuknya tidak lain ialah meditasi.
Penenmuan jati diri melalui meditasi
Testimoni STD, 29 th, Katolik
=======
=======
Saya menjadi Katolik pada saat SMP. Pada masa kuliah, saya sempat masuk Kristen. Papa saya meninggalkan mama saya sejak saya SD kelas 6. Mama saya percaya dukun dan ilmu-ilmu gaib.
Saya memiliki seorang adik yang suka ilmu kanuragan. Dari dia, saya mengenal kyai dan dukun untuk belajar ilmu kanuragan. Saya memiliki bermacam-macam jimat (batu, keris, rajah untuk ikat pinggang) dan susuk (jarum dan intan untuk pengasihan).
Pada tahun 2000 ketika kuliah di Malang, Jawa Timur, saya mengalami pertobatan. Saya mengalami pelepasan secara tidak sengaja. Dalam suatu perjalanan dari Bromo ke Malang, saya mendengarkan lagu-lagu rohani dari tape mobil. Pada saat mendengarkan lagu-lagu rohani, muncul kerinduan untuk lepas dari ikatan susuk dan jimat dan ingin dekat dengan Tuhan. Tiba-tiba muncullah keinginan yang kuat untuk membuang semua jimat yang saya miliki. Saya meminta teman saya yang sedang menyetir mobil di samping saya untuk membuangnya. Setelah teman saya membuangnya, menurut tuturan teman saya, mulut saya mengeluarkan busa dan komat-kamit. Saya tidak sadar sama sekali.
Akhirnya saya didoakan oleh teman saya, seorang Katolik Kharismatik dengan team pendoanya. Selama hampir 8 jam (dari jam 21.00 sampai 05.00 WIB) saya terus-menerus muntah darah. Menurut team pendoa, darah saya sangat kental, berbau sangat amis bercampur wangi bunga.
Salah satu dari pendoa itu berbisik bahwa Tuhan Yesus hadir. Pada saat itu saya memang melihat Tuhan Yesus benar-benar hadir dengan tubuh bersinar terang dan saya dipelukNya. Saya merasakan kebahagiaan yang tidak pernah saya rasakan dan dapatkan. Rasanya lain sekali dengan rasa bahagia karena mendapat hadiah, rasa bahagia karena jatuh cinta, atau rasa bahagia karena memakai narkoba.
Rasa bahagia tersebut menetap selama sekitar satu minggu. Setelah itu, saya pergi ke Susteran Putri Karmel di Tumpang. Saya mengikuti retret pribadi selama 3 hari.
Setelah pertobatan saya, mama dan adik saya juga mengalami pertobatan. Mereka kemudian dibaptis menjadi Kristen.
Setelah mengikuti retret, saya bergabung dengan Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM). Di sana saya belajar memuji, menyembah, dan memahami sabda Tuhan.
Saya merasa suka cita dan damai setelah melakukan pujian penyembahan. Tetapi setelah pulang dari sana, saya merasa ada sesuatu yang kurang. Kembali saya merasa tidak bahagia, emosi kadang kala meledak-ledak. Saya mencari berbagai persekutuan doa untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Pada akhir 2004, saya mendapat tawaran pekerjaan di Jakarta sampai sekarang. Di Jakarta saya menemukan komunitas sel KTM untuk mendapatkan sumber kebahagiaan dan ketenangan. Karena kesibukan pekerjaan saya makin tidak aktif di KTM. Apalagi karena saya merasa semakin tergantung pada persekutuan doa. Maka saya tidak aktif di KTM dan hanya misa harian saja sampai sekarang.
Akhirnya, saya mengenal meditasi tanpa objek. Meditasi ini begitu baru buat saya. Saya merasa sangat terbantu dengan membangun kesadaran dalam kehidupan sehari-hari. Saya merasa kesadaran saya masih lemah, masih sering bereaksi marah, kecewa, takut, khawatir jika menghadapi suatu masalah. Dengan kesadaran yang saya pelajari selama retret, saya belajar mengamati saja tanpa terlibat dengan emosi yang diamati. Saya merasa menemukan sesuatu dan saya tergerak untuk membangun kualitas diri melalui meditasi.
Saya mengikuti retret meditasi tanpa objek di Cibulan pada bulan januari 2010. Saya juga membaca buku Romo Sudrijanta (Revolusi Batin Adalah Revolusi Sosial) dan e-book dari Bapak Hudoyo Hupudio tentang Meditasi Mengenal Diri untuk menambah pengetahuan saya mengenai teknik meditasi tanpa objek.
Belakangan ini saya sedang berusaha mempraktikkan kembali meditasi tersebut. Saya dapat merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Saya lebih sadar akan emosi, kemarahan, kekhawatiran, kesombongan, ketakutan, dan rasa mudah tersinggung. Emosi-emosi tersebut cepat hilang ketika disadari meskipun timbul lagi ketika kesadaran tidak ada lagi.
Saya suka sekali dengan meditasi tanpa obyek ini. Meditasi ini membawa perubahan besar dalam hidup saya. Saya melihat diri saya menjadi lebih tenang, mampu berpikir secara positif, tidak takut terbuka terhadap orang lain dan mampu berinteraksi dengan baik pula. Selain itu saya juga merasa menemukan jati diri saya yang sesungguhnya.*
Meditasi yesus_doa batin yang berakar dalam tradisi Gereja
Pengantar
Pada kesempatan ini saya聽 ingin membagikan sebuah doa batin yang semangatnya berakar dalam tradisi Gereja, yaitu Meditasi Yesus. Saya percaya bahwa bentuk doa ini sangat umum, tidak hanya dapat dipraktekkan oleh teman-teman yang beragama Katolik, tapi juga semua pengikut Kristus lainnya. Karena tujuan topik ini untuk membagikan pengetahuan rohani, maka saya berharap tanggapan yang ada sejalan dengan semangat itu, bukan berupa perdebatan atau polemik. Meskipun demikian, bukan hak saya untuk membatasi tanggapan ataupun komentar apapun dari anggota forum yang lain.
Semoga bermanfaat.
-------------------------------------------------------
Keheningan Yang Langka
Sekarang ini kita sulit membedakan antara pergi untuk beribadah kepada Tuhan di gereja dan pergi untuk menghadiri pesta rakyat atau pertemuan sosial. Sudah sangat umum kita melihat ada banyak sorak sorai, tepuk tangan, dan kegaduhan-kegaduhan lainnya di dalam gereja. Bahkan juga ada hiburan musik yang meriah dan tari-tarian, seperti dalam sebuah konser, yang menjadi bagian dari perayaan liturgi. Dan setelah menghadiri semua itu banyak orang yang sudah merasa telah memenuhi kewajibannya untuk berbakti pada Tuhan sebagai seorang pengikut Kristus. Tapi bagi sebagian orang yang lain, perayaan liturgi dengan semangat yang semakin profan semacam ini menyisakan kekosongan dan dahaga spiritual yang tak terpuaskan.
Apakah kita sudah melupakan cara berdoa yang diajarkan Tuhan sendiri? Tuhan mengajarkan kita untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu untuk bertemu dengan Tuhan di tempat yang tersembunyi (Mat. 6:6). Dengan kata lain Tuhan mengajarkan kita untuk berdoa dalam keheningan batin, bukan dalam kegaduhan dan sorak-sorai yang meriah. Lalu dimana keheningan itu sekarang? Bahkan di gereja sekalipun saat ini kita sudah sulit menemukannya.
Ada ungkapan "Lex Orandi Lex Credendi", cara kita berdoa mempengaruhi kualitas iman kita. Ketika kita kehilangan keheningan dalam berdoa maka kualitas iman kita juga menjadi pudar. Hidup kita kehilangan kekuatan rohaninya dan menjadi kering, Kita membaca Kitab Suci, namun tidak mengerti maknanya. Kita mengetahui ajaran Yesus namun tidak memahami maksudnya dan tidak mampu menjalankannya. Kita memuji Tuhan dengan bibir namun hati kita semakin jauh dari Tuhan.
Gereja tidak muncul begitu saja di abad ini, melainkan berasal dari suatu tradisi panjang selama berabad-abad. Jika di gereja saat ini kita kesulitan menemukan semangat doa dalam keheningan, kita dapat berpaling dan belajar pada tradisi gereja. Disanalah terdapat kekayaan doa batin yang menjadi sumber kekuatan rohani Gereja yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini saya聽 ingin membagikan sebuah doa batin yang semangatnya berakar dalam tradisi Gereja, yaitu Meditasi Yesus. Saya percaya bahwa bentuk doa ini sangat umum, tidak hanya dapat dipraktekkan oleh teman-teman yang beragama Katolik, tapi juga semua pengikut Kristus lainnya. Karena tujuan topik ini untuk membagikan pengetahuan rohani, maka saya berharap tanggapan yang ada sejalan dengan semangat itu, bukan berupa perdebatan atau polemik. Meskipun demikian, bukan hak saya untuk membatasi tanggapan ataupun komentar apapun dari anggota forum yang lain.
Semoga bermanfaat.
-------------------------------------------------------
Keheningan Yang Langka
Sekarang ini kita sulit membedakan antara pergi untuk beribadah kepada Tuhan di gereja dan pergi untuk menghadiri pesta rakyat atau pertemuan sosial. Sudah sangat umum kita melihat ada banyak sorak sorai, tepuk tangan, dan kegaduhan-kegaduhan lainnya di dalam gereja. Bahkan juga ada hiburan musik yang meriah dan tari-tarian, seperti dalam sebuah konser, yang menjadi bagian dari perayaan liturgi. Dan setelah menghadiri semua itu banyak orang yang sudah merasa telah memenuhi kewajibannya untuk berbakti pada Tuhan sebagai seorang pengikut Kristus. Tapi bagi sebagian orang yang lain, perayaan liturgi dengan semangat yang semakin profan semacam ini menyisakan kekosongan dan dahaga spiritual yang tak terpuaskan.
Apakah kita sudah melupakan cara berdoa yang diajarkan Tuhan sendiri? Tuhan mengajarkan kita untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu untuk bertemu dengan Tuhan di tempat yang tersembunyi (Mat. 6:6). Dengan kata lain Tuhan mengajarkan kita untuk berdoa dalam keheningan batin, bukan dalam kegaduhan dan sorak-sorai yang meriah. Lalu dimana keheningan itu sekarang? Bahkan di gereja sekalipun saat ini kita sudah sulit menemukannya.
Ada ungkapan "Lex Orandi Lex Credendi", cara kita berdoa mempengaruhi kualitas iman kita. Ketika kita kehilangan keheningan dalam berdoa maka kualitas iman kita juga menjadi pudar. Hidup kita kehilangan kekuatan rohaninya dan menjadi kering, Kita membaca Kitab Suci, namun tidak mengerti maknanya. Kita mengetahui ajaran Yesus namun tidak memahami maksudnya dan tidak mampu menjalankannya. Kita memuji Tuhan dengan bibir namun hati kita semakin jauh dari Tuhan.
Gereja tidak muncul begitu saja di abad ini, melainkan berasal dari suatu tradisi panjang selama berabad-abad. Jika di gereja saat ini kita kesulitan menemukan semangat doa dalam keheningan, kita dapat berpaling dan belajar pada tradisi gereja. Disanalah terdapat kekayaan doa batin yang menjadi sumber kekuatan rohani Gereja yang sesungguhnya.
Pengantar
Pada kesempatan ini saya ingin membagikan sebuah doa batin yang semangatnya berakar dalam tradisi Gereja, yaitu Meditasi Yesus. Saya percaya bahwa bentuk doa ini sangat umum, tidak hanya dapat dipraktekkan oleh teman-teman yang beragama Katolik, tapi juga semua pengikut Kristus lainnya. Karena tujuan topik ini untuk membagikan pengetahuan rohani, maka saya berharap tanggapan yang ada sejalan dengan semangat itu, bukan berupa perdebatan atau polemik. Meskipun demikian, bukan hak saya untuk membatasi tanggapan ataupun komentar apapun dari anggota forum yang lain.
Pada kesempatan ini saya ingin membagikan sebuah doa batin yang semangatnya berakar dalam tradisi Gereja, yaitu Meditasi Yesus. Saya percaya bahwa bentuk doa ini sangat umum, tidak hanya dapat dipraktekkan oleh teman-teman yang beragama Katolik, tapi juga semua pengikut Kristus lainnya. Karena tujuan topik ini untuk membagikan pengetahuan rohani, maka saya berharap tanggapan yang ada sejalan dengan semangat itu, bukan berupa perdebatan atau polemik. Meskipun demikian, bukan hak saya untuk membatasi tanggapan ataupun komentar apapun dari anggota forum yang lain.
Semua Sharing / membagikan pengetahuan rohani, selayaknya INDAH karena gunanya kita "berjema'at adalah agar saling nengingatkan dan menambah Hikmat Alkitabiah kita !" (Salah satu Surat Rasul Paulus)
Diskusi yg Baik tidak akan menjadi suatu perdebatan atau polemik bila didalamnya menggunakan "banyak mendengar (+menyimak) (dua telinga) dan sedikit berbicara (satu mulut)" dengan semangat membangun rohani sehingga diperlukan Kelapangan Hati untuk memperbaiki apa yg SALAH, menambah apa yg KURANG dan membagikan apa yg LEBIH !
Tak seorang pun sempurna. Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak.
Diskusi yg Baik tidak akan menjadi suatu perdebatan atau polemik bila didalamnya menggunakan "banyak mendengar (+menyimak) (dua telinga) dan sedikit berbicara (satu mulut)" dengan semangat membangun rohani sehingga diperlukan Kelapangan Hati untuk memperbaiki apa yg SALAH, menambah apa yg KURANG dan membagikan apa yg LEBIH !
Tak seorang pun sempurna. Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak.
Quote
Semoga bermanfaat.
Harus pak, Bila seseorang bisa memilih Ambilah yg Baik dan memilah "memisahkan" apa yg Buruk !
-------------------------------------------------------
Quote
Keheningan Yang Langka
Sekarang ini kita sulit membedakan antara pergi untuk beribadah kepada Tuhan di gereja dan pergi untuk menghadiri pesta rakyat atau pertemuan sosial.
Sudah sangat umum kita melihat ada banyak sorak sorai, tepuk tangan, dan kegaduhan-kegaduhan lainnya di dalam gereja. Bahkan juga ada hiburan musik yang meriah dan tari-tarian, seperti dalam sebuah konser, yang menjadi bagian dari perayaan liturgi. Dan setelah menghadiri semua itu banyak orang yang sudah merasa telah memenuhi kewajibannya untuk berbakti pada Tuhan sebagai seorang pengikut Kristus. Tapi bagi sebagian orang yang lain, perayaan liturgi dengan semangat yang semakin profan semacam ini menyisakan kekosongan dan dahaga spiritual yang tak terpuaskan.
Apakah kita sudah melupakan cara yang berdoa yang diajarkan Tuhan sendiri? Tuhan mengajarkan kita untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu untuk bertemu dengan Tuhan di tempat yang tersembunyi (Mat. 6:6). Dengan kata lain Tuhan mengajarkan kita untuk berdoa dalam keheningan batin, bukan dalam kegaduhan dan sorak-sorai yang meriah. Lalu dimana keheningan itu sekarang? Bahkan di gereja sekalipun saat ini kita sudah sulit menemukannya. (???)
Ada ungkapan "Lex Orandi Lex Credendi", cara kita berdoa mempengaruhi kualitas iman kita. Ketika kita kehilangan keheningan dalam berdoa maka kualitas iman kita juga menjadi pudar. Hidup kita kehilangan kekuatan rohaninya dan menjadi kering, Kita membaca Kitab Suci, namun tidak mengerti maknanya. Kita mengetahui ajaran Yesus namun tidak memahami maksudnya dan tidak mampu menjalankannya. Kita memuji Tuhan dalam bibir namun hati kita semakin jauh dari Tuhan.
Gereja tidak muncul begitu saja di abad ini, melainkan berasal dari suatu tradisi panjang selama berabad-abad. Jika di gereja saat ini kita kesulitan menemukan semangat doa dalam keheningan, kita dapat berpaling dan belajar pada tradisi gereja. Disanalah terdapat kekayaan doa batin yang menjadi sumber kekuatan rohani Gereja yang sesungguhnya.
to be continued....
Sekarang ini kita sulit membedakan antara pergi untuk beribadah kepada Tuhan di gereja dan pergi untuk menghadiri pesta rakyat atau pertemuan sosial.
Sudah sangat umum kita melihat ada banyak sorak sorai, tepuk tangan, dan kegaduhan-kegaduhan lainnya di dalam gereja. Bahkan juga ada hiburan musik yang meriah dan tari-tarian, seperti dalam sebuah konser, yang menjadi bagian dari perayaan liturgi. Dan setelah menghadiri semua itu banyak orang yang sudah merasa telah memenuhi kewajibannya untuk berbakti pada Tuhan sebagai seorang pengikut Kristus. Tapi bagi sebagian orang yang lain, perayaan liturgi dengan semangat yang semakin profan semacam ini menyisakan kekosongan dan dahaga spiritual yang tak terpuaskan.
Apakah kita sudah melupakan cara yang berdoa yang diajarkan Tuhan sendiri? Tuhan mengajarkan kita untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu untuk bertemu dengan Tuhan di tempat yang tersembunyi (Mat. 6:6). Dengan kata lain Tuhan mengajarkan kita untuk berdoa dalam keheningan batin, bukan dalam kegaduhan dan sorak-sorai yang meriah. Lalu dimana keheningan itu sekarang? Bahkan di gereja sekalipun saat ini kita sudah sulit menemukannya. (???)
Ada ungkapan "Lex Orandi Lex Credendi", cara kita berdoa mempengaruhi kualitas iman kita. Ketika kita kehilangan keheningan dalam berdoa maka kualitas iman kita juga menjadi pudar. Hidup kita kehilangan kekuatan rohaninya dan menjadi kering, Kita membaca Kitab Suci, namun tidak mengerti maknanya. Kita mengetahui ajaran Yesus namun tidak memahami maksudnya dan tidak mampu menjalankannya. Kita memuji Tuhan dalam bibir namun hati kita semakin jauh dari Tuhan.
Gereja tidak muncul begitu saja di abad ini, melainkan berasal dari suatu tradisi panjang selama berabad-abad. Jika di gereja saat ini kita kesulitan menemukan semangat doa dalam keheningan, kita dapat berpaling dan belajar pada tradisi gereja. Disanalah terdapat kekayaan doa batin yang menjadi sumber kekuatan rohani Gereja yang sesungguhnya.
to be continued....
o Karena masih to be continued...., belum saya SHARING atas Pengajaran dan Pelajaran ini .... HANYA saya melihat TS tidak bisa membedakan antara Berdoa dan Beribadah makanya banyak Argumen diatas yg salah tempat ! Pernahkah anda melihat ada Doa yg GADUH dan sorak-sorai, yg ADA adalah Ibadah yg merangsang Emosional makanya timbul Sukacita/Keharuan dalam ekspresi Tepuk Tangan / Haru menetes air mata !
· Denominasi: Katolik
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
... HANYA saya melihat TS tidak bisa membedakan antara Berdoa dan Beribadah makanya banyak Argumen diatas yg salah tempat ! Pernahkah anda melihat ada Doa yg GADUH dan sorak-sorai, yg ADA adalah Ibadah yg merangsang Emosional makanya timbul Sukacita/Keharuan dalam ekspresi Tepuk Tangan / Haru menetes air mata !
Ditunggu kelanjutannya, pak !
Ditunggu kelanjutannya, pak !
Tentu ada bedanya.
Tapi dari cara ibadah kita bisa melihat apakah keheningan itu masih dihargai ataukah tidak.
Sebagai contoh kita bisa melihat perbedaan antara misa latin dengan misa novus ordo karismatik. Disitu terlihat mana yang masih menghargai keheningan dan mana yang kurang.
Tapi dari cara ibadah kita bisa melihat apakah keheningan itu masih dihargai ataukah tidak.
Sebagai contoh kita bisa melihat perbedaan antara misa latin dengan misa novus ordo karismatik. Disitu terlihat mana yang masih menghargai keheningan dan mana yang kurang.
« Last Edit: January 16, 2015, 04:16:27 AM by MentalRevo »
Logged
Tuhan hanya mendirikan SATU GEREJA, SEKALI untuk SELAMANYA, dan hanya menunjuk Petrus sebagai pemimpinnya, SEKALI untuk SETERUSNYA. Apa yang sudah ditetapkan oleh Tuhan tidak dapat diubah oleh manusia.
January 16, 2015, 04:37:36 AM
Reply #3
·
octafalto
·
· FK - Hero
·
· Posts: 2373
·
· Denominasi: Trinitarian Non Denominasi !!
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
Tentu ada bedanya.
Tapi dari cara ibadah kita bisa melihat apakah keheningan itu masih dihargai ataukah tidak.
Tapi dari cara ibadah kita bisa melihat apakah keheningan itu masih dihargai ataukah tidak.
Apakah anda tidak pernah membaca Mazmur Daud disana tertulis ..... Nyanyikanlah Pujian dengan sorak sorai dan gunakalah Gambus serta Kecapi dalam melakukan Ibadah di Bait Allah
Selama anda bisa LARUT dalam Situasi Emosional maka anda akan bisa menghayati Ibadah jenis Nyanyikanlah Pujian dengan sorak sorai dan gunakalah Gambus serta Kecapi dalam melakukan Ibadah di Bait Allah nah baru pada saat BERDOA dengan Kalimat2 Bebas yg tidak di ulang2 , ya timbulkan Keheningan, Chidmat dan rasa Hormat pada Yang Maha Tinggi itu, dong !
LIHAT semua Ibadah itu dalam Keheningan Batin dan dengan mata rohani maka baru kita mampu menghayati Jenis Ibadah tsb.
Seorang Pencinta Musik Seriosa/Keroncong tak akan bisa menghayati dan memaknai Indahnya Musik Hip Hop dan Break Dance kalau dia tidak mampu merubah Persepsinya dalam mendengarkan dan melihat Tingkah Polah Street Dancer tsb !
Nah itu yg saya lakukan sebagai jemaat Gereja Kelompok Methodist dan Presbyterian yg SEPI Nyanyikanlah Pujian dengan sorak sorai dan gunakalah Gambus serta Kecapi dalam melakukan Ibadah di Bait Allah, saat saya menghadiri Ibadah Kelompok Baptis,Pantekosta dan Kahrismatik sehigga Rasa Ngantuk dan Jemu tidak saya alami seperti saat saya mendampingi anak istri saya ibadahan di Gereja yg mengedepankan yg mereka sebut Tradisi Gereja karena acapkali saya temui Khotbah ..... Kita membaca Kitab Suci, namun tidak mengerti maknanya. Kita mengetahui ajaran Yesus namun tidak memahami maksudnya dan tidak mampu menjalankannya. Kita memuji Tuhan dalam dengan bibir namun hati kita semakin jauh dari Tuhan akibat Khotbah yg MONOTON dan KAKU !
Selama anda bisa LARUT dalam Situasi Emosional maka anda akan bisa menghayati Ibadah jenis Nyanyikanlah Pujian dengan sorak sorai dan gunakalah Gambus serta Kecapi dalam melakukan Ibadah di Bait Allah nah baru pada saat BERDOA dengan Kalimat2 Bebas yg tidak di ulang2 , ya timbulkan Keheningan, Chidmat dan rasa Hormat pada Yang Maha Tinggi itu, dong !
LIHAT semua Ibadah itu dalam Keheningan Batin dan dengan mata rohani maka baru kita mampu menghayati Jenis Ibadah tsb.
Seorang Pencinta Musik Seriosa/Keroncong tak akan bisa menghayati dan memaknai Indahnya Musik Hip Hop dan Break Dance kalau dia tidak mampu merubah Persepsinya dalam mendengarkan dan melihat Tingkah Polah Street Dancer tsb !
Nah itu yg saya lakukan sebagai jemaat Gereja Kelompok Methodist dan Presbyterian yg SEPI Nyanyikanlah Pujian dengan sorak sorai dan gunakalah Gambus serta Kecapi dalam melakukan Ibadah di Bait Allah, saat saya menghadiri Ibadah Kelompok Baptis,Pantekosta dan Kahrismatik sehigga Rasa Ngantuk dan Jemu tidak saya alami seperti saat saya mendampingi anak istri saya ibadahan di Gereja yg mengedepankan yg mereka sebut Tradisi Gereja karena acapkali saya temui Khotbah ..... Kita membaca Kitab Suci, namun tidak mengerti maknanya. Kita mengetahui ajaran Yesus namun tidak memahami maksudnya dan tidak mampu menjalankannya. Kita memuji Tuhan dalam dengan bibir namun hati kita semakin jauh dari Tuhan akibat Khotbah yg MONOTON dan KAKU !
o L
· Denominasi: Katolik
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
Apakah anda tidak pernah membaca Mazmur Daud disana tertulis ..... Nyanyikanlah Pujian dengan sorak sorai dan gunakalah Gambus serta Kecapi dalam melakukan Ibadah di Bait Allah....
Kamu pernah ikut misa latin? Kamu pernah dengar lagu-lagu gregorian?
Bandingkan dengan lagu-lagu karismatik.
Kamu akan merasakan bedanya, mana ibadah yang menghargai keheningan dan mana yang kurang.
Bandingkan dengan lagu-lagu karismatik.
Kamu akan merasakan bedanya, mana ibadah yang menghargai keheningan dan mana yang kurang.
Logged
Tuhan hanya mendirikan SATU GEREJA, SEKALI untuk SELAMANYA, dan hanya menunjuk Petrus sebagai pemimpinnya, SEKALI untuk SETERUSNYA. Apa yang sudah ditetapkan oleh Tuhan tidak dapat diubah oleh manusia.
·
· Denominasi: Trinitarian Non Denominasi !!
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
Kamu pernah ikut misa latin? Kamu pernah dengar lagu-lagu gregorian?
Bandingkan dengan lagu-lagu karismatik.
Kamu akan merasakan bedanya, mana ibadah yang menghargai keheningan dan mana yang kurang.
Bandingkan dengan lagu-lagu karismatik.
Kamu akan merasakan bedanya, mana ibadah yang menghargai keheningan dan mana yang kurang.
o Jawabannya sudah Termaktub dan Termasuk didalam INI :
Seorang Pencinta Musik Seriosa/Keroncong tak akan bisa menghayati dan memaknai Indahnya Musik Hip Hop dan Break Dance kalau dia tidak mampu merubah Persepsinya dalam mendengarkan dan melihat Tingkah Polah Street Dancer tsb !
Bila sudah "IN" maka tanpa Terasa saat menaikkan Pujian, Tangan pun Bertepuk Tangan dan Pinggulpun turut Goyang ber SAMBA Cha Cha dan Sukacita Sorgawipun Turun atas Jema'at saat itu !
https://www.youtube.com/watch?v=V0ZYz0lYiFc
https://www.youtube.com/watch?v=7_UovZUFBEM
Mosok nyanyikan Lagu Sukacita Tanpa Ekspresi Sukacita dan tanpa Musik dengan Tempo Sukacita juga sih ?
Seorang Pencinta Musik Seriosa/Keroncong tak akan bisa menghayati dan memaknai Indahnya Musik Hip Hop dan Break Dance kalau dia tidak mampu merubah Persepsinya dalam mendengarkan dan melihat Tingkah Polah Street Dancer tsb !
Bila sudah "IN" maka tanpa Terasa saat menaikkan Pujian, Tangan pun Bertepuk Tangan dan Pinggulpun turut Goyang ber SAMBA Cha Cha dan Sukacita Sorgawipun Turun atas Jema'at saat itu !
https://www.youtube.com/watch?v=V0ZYz0lYiFc
https://www.youtube.com/watch?v=7_UovZUFBEM
Mosok nyanyikan Lagu Sukacita Tanpa Ekspresi Sukacita dan tanpa Musik dengan Tempo Sukacita juga sih ?
· Denominasi: Katolik
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
Berdoa Dalam Keheningan Dan Tradisi Gereja
Kita bisa melihat bayangan bulan dengan jelas di atas air danau atau kolam yang tenang. Lemparkanlah sebuah batu kecil ke dalamnya hingga permukaannya tidak lagi tenang, maka bayangan bulan tadi akan kacau balau. Demikian juga dalam hati yang tenang, kita dapat lebih baik merasakan kehadiran Tuhan sehingga kita juga dapat berdoa dengan lebih baik.
Itu sebabnya Yesus sendiri sering menyendiri untuk bisa memperoleh keheningan yang dibutuhkan agar dapat berdoa kepada Bapa (contohnya, Mat. 14:23, Mrk. 1:35, dan lain-lain). Bahkan satu-satunya cara berdoa yang diajarkan Yesus adalah masuk ke dalam kamar dengan menutup pintu untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi (Mat.6:6). Ini tidak lain adalah berdoa dalam keheningan batin.
Rasul Petrus juga mengatakan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa" (1Ptr.4:7). Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa berdoa dalam keheningan batin adalah cara berdoa yang diajarkan oleh Yesus dan diikuti juga oleh para murid-murid-Nya. Kenyataan ini menginspirasi orang-orang Kristen awal untuk melakukan praktek serupa dengan menjalani kehidupan asketik untuk mengupayakan keheningan agar dapat berdoa seperti yang diajarkan Yesus.
Pada abad ketiga upaya untuk mencari keheningan batin ini memasuki tahap yang baru yang menjadi cikal bakal kehidupan monastik. St. Antonius dari Mesir yang mendengarkan perintah Yesus dalam Injil, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.", segera menjual semua kekayaannya dan memilih hidup sebagai pertapa di padang gurun. Memang sejak awal sudah banyak orang Kristen yang memilih hidup asketik, tapi tidak secara ekstrim dengan menyendiri di padang gurun yang jauh dari komunitas. Cara hidup St. Antonius ini menarik minat banyak orang untuk mengikutinya, hingga akhirnya terbentuklah komunitas pertapa yang menjadi inspirasi hidup doa Kekristenan. St. Antonius kemudian dikenal sebagai pelopor kehidupan monastik Gereja.
Meskipun demikian St. Antonius bukanlah orang Kristen pertama yang hidup bertapa di padang gurun. St. Paulus dari Thebes sudah melakukannya beberapa puluh tahun sebelumnya. Demi menghindari penganiayaan terhadap orang-orang Kristen pada masa Kaisar Decius, St. Paulus pergi menyendiri ke padang gurun dan tidak pernah kembali selama lebih dari 90 tahun lamanya. Menjelang akhir hidupnya St. Paulus bertemu dengan St, Antpnius sehingga kita bisa mengenal kisahnya. Kisah hidup St. Antonius sendiri ditulis oleh sahabatnya, St. Athanasius, uskup suci penakluk arianisme.
Kedua orang ini, St. Antonius Bapa Kehidupan Monastik dan St. Paulus Pertapa Pertama, menjadi sumber inspirasi banyak orang Kristen untuk mengikuti cara berdoa yang diajarkan Yesus, yaitu berdoa dalam keheningan. Cara berdoa seperti ini juga yang seharusnya tetap menjadi cara berdoa kita sekarang. Tidak ada cara yang lebih baik dari itu, jika ada tentu Yesus sudah mengajarkannya.
to be continued...#9
,
Kita bisa melihat bayangan bulan dengan jelas di atas air danau atau kolam yang tenang. Lemparkanlah sebuah batu kecil ke dalamnya hingga permukaannya tidak lagi tenang, maka bayangan bulan tadi akan kacau balau. Demikian juga dalam hati yang tenang, kita dapat lebih baik merasakan kehadiran Tuhan sehingga kita juga dapat berdoa dengan lebih baik.
Itu sebabnya Yesus sendiri sering menyendiri untuk bisa memperoleh keheningan yang dibutuhkan agar dapat berdoa kepada Bapa (contohnya, Mat. 14:23, Mrk. 1:35, dan lain-lain). Bahkan satu-satunya cara berdoa yang diajarkan Yesus adalah masuk ke dalam kamar dengan menutup pintu untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi (Mat.6:6). Ini tidak lain adalah berdoa dalam keheningan batin.
Rasul Petrus juga mengatakan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa" (1Ptr.4:7). Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa berdoa dalam keheningan batin adalah cara berdoa yang diajarkan oleh Yesus dan diikuti juga oleh para murid-murid-Nya. Kenyataan ini menginspirasi orang-orang Kristen awal untuk melakukan praktek serupa dengan menjalani kehidupan asketik untuk mengupayakan keheningan agar dapat berdoa seperti yang diajarkan Yesus.
Pada abad ketiga upaya untuk mencari keheningan batin ini memasuki tahap yang baru yang menjadi cikal bakal kehidupan monastik. St. Antonius dari Mesir yang mendengarkan perintah Yesus dalam Injil, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.", segera menjual semua kekayaannya dan memilih hidup sebagai pertapa di padang gurun. Memang sejak awal sudah banyak orang Kristen yang memilih hidup asketik, tapi tidak secara ekstrim dengan menyendiri di padang gurun yang jauh dari komunitas. Cara hidup St. Antonius ini menarik minat banyak orang untuk mengikutinya, hingga akhirnya terbentuklah komunitas pertapa yang menjadi inspirasi hidup doa Kekristenan. St. Antonius kemudian dikenal sebagai pelopor kehidupan monastik Gereja.
Meskipun demikian St. Antonius bukanlah orang Kristen pertama yang hidup bertapa di padang gurun. St. Paulus dari Thebes sudah melakukannya beberapa puluh tahun sebelumnya. Demi menghindari penganiayaan terhadap orang-orang Kristen pada masa Kaisar Decius, St. Paulus pergi menyendiri ke padang gurun dan tidak pernah kembali selama lebih dari 90 tahun lamanya. Menjelang akhir hidupnya St. Paulus bertemu dengan St, Antpnius sehingga kita bisa mengenal kisahnya. Kisah hidup St. Antonius sendiri ditulis oleh sahabatnya, St. Athanasius, uskup suci penakluk arianisme.
Kedua orang ini, St. Antonius Bapa Kehidupan Monastik dan St. Paulus Pertapa Pertama, menjadi sumber inspirasi banyak orang Kristen untuk mengikuti cara berdoa yang diajarkan Yesus, yaitu berdoa dalam keheningan. Cara berdoa seperti ini juga yang seharusnya tetap menjadi cara berdoa kita sekarang. Tidak ada cara yang lebih baik dari itu, jika ada tentu Yesus sudah mengajarkannya.
to be continued...#9
,
« Last Edit: January 16, 2015, 08:23:39 PM by MentalRevo »
Logged
Tuhan hanya mendirikan SATU GEREJA, SEKALI untuk SELAMANYA, dan hanya menunjuk Petrus sebagai pemimpinnya, SEKALI untuk SETERUSNYA. Apa yang sudah ditetapkan oleh Tuhan tidak dapat diubah oleh manusia.
· Denominasi: Trinitarian Non Denominasi !!
Berdoa Dalam Keheningan Dan Tradisi Gereja
Kita bisa melihat bayangan bulan dengan jelas di atas air danau atau kolam yang tenang. Lemparkanlah sebuah batu kecil ke dalamnya hingga permukaannya tidak lagi tenang, maka bayangan bulan tadi akan kacau balau. Demikian juga dalam hati yang tenang, kita dapat lebih baik merasakan kehadiran Tuhan sehingga kita juga dapat berdoa dengan lebih baik.
Itu sebabnya Yesus sendiri sering menyendiri untuk bisa memperoleh keheningan yang dibutuhkan agar dapat berdoa kepada Bapa (contohnya, Mat. 14:23, Mrk. 1:35, dan lain-lain). Bahkan satu-satunya cara berdoa yang diajarkan Yesus adalah masuk ke dalam kamar dengan menutup pintu untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi (Mat.6:6). Ini tidak lain adalah berdoa dalam keheningan batin.
Rasul Petrus juga mengatakan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa" (1Ptr.4:7). Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa berdoa dalam keheningan batin adalah cara berdoa yang diajarkan oleh Yesus dan diikuti juga oleh para murid-murid-Nya. Kenyataan ini menginspirasi orang-orang Kristen awal untuk melakukan praktek serupa dengan menjalani kehidupan asketik untuk mengupayakan keheningan agar dapat berdoa seperti yang diajarkan Yesus.
Pada abad ketiga upaya untuk mencari keheningan batin ini memasuki tahap yang baru yang menjadi cikal bakal kehidupan monastik. St. Antonius dari Mesir yang mendengarkan perintah Yesus dalam Injil, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.", segera menjual semua kekayaannya dan memilih hidup sebagai pertapa di padang gurun. Memang sejak awal sudah banyak orang Kristen yang memilih hidup asketik, tapi tidak secara ekstrim dengan menyendiri di padang gurun yang jauh dari komunitas. Cara hidup St. Antonius ini menarik minat banyak orang untuk mengikutinya, hingga akhirnya terbentuklah komunitas pertapa yang menjadi inspirasi hidup doa Kekristenan. St. Antonius kemudian dikenal sebagai pelopor kehidupan monastik Gereja.
Meskipun demikian St. Antonius bukanlah orang Kristen pertama yang hidup bertapa di padang gurun. St. Paulus dari Thebes sudah melakukannya beberapa puluh tahun sebelumnya. Demi menghindari penganiayaan terhadap orang-orang Kristen pada masa Kaisar Decius, St. Paulus pergi menyendiri ke padang gurun dan tidak pernah kembali selama lebih dari 90 tahun lamanya. Menjelang akhir hidupnya St. Paulus bertemu dengan St, Antpnius sehingga kita bisa mengenal kisahnya. Kisah hidup St. Antonius sendiri ditulis oleh sahabatnya, St. Athanasius, uskup suci penakluk arianisme.
Kedua orang ini, St. Antonius Bapa Kehidupan Monastik dan St. Paulus Pertapa Pertama, menjadi sumber inspirasi banyak orang Kristen untuk mengikuti cara berdoa yang diajarkan Yesus, yaitu berdoa dalam keheningan. Cara berdoa seperti ini juga yang seharusnya tetap menjadi cara berdoa kita sekarang. Tidak ada cara yang lebih baik dari itu, jika ada tentu Yesus sudah mengajarkannya.
to be continued...
,
Kita bisa melihat bayangan bulan dengan jelas di atas air danau atau kolam yang tenang. Lemparkanlah sebuah batu kecil ke dalamnya hingga permukaannya tidak lagi tenang, maka bayangan bulan tadi akan kacau balau. Demikian juga dalam hati yang tenang, kita dapat lebih baik merasakan kehadiran Tuhan sehingga kita juga dapat berdoa dengan lebih baik.
Itu sebabnya Yesus sendiri sering menyendiri untuk bisa memperoleh keheningan yang dibutuhkan agar dapat berdoa kepada Bapa (contohnya, Mat. 14:23, Mrk. 1:35, dan lain-lain). Bahkan satu-satunya cara berdoa yang diajarkan Yesus adalah masuk ke dalam kamar dengan menutup pintu untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi (Mat.6:6). Ini tidak lain adalah berdoa dalam keheningan batin.
Rasul Petrus juga mengatakan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa" (1Ptr.4:7). Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa berdoa dalam keheningan batin adalah cara berdoa yang diajarkan oleh Yesus dan diikuti juga oleh para murid-murid-Nya. Kenyataan ini menginspirasi orang-orang Kristen awal untuk melakukan praktek serupa dengan menjalani kehidupan asketik untuk mengupayakan keheningan agar dapat berdoa seperti yang diajarkan Yesus.
Pada abad ketiga upaya untuk mencari keheningan batin ini memasuki tahap yang baru yang menjadi cikal bakal kehidupan monastik. St. Antonius dari Mesir yang mendengarkan perintah Yesus dalam Injil, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.", segera menjual semua kekayaannya dan memilih hidup sebagai pertapa di padang gurun. Memang sejak awal sudah banyak orang Kristen yang memilih hidup asketik, tapi tidak secara ekstrim dengan menyendiri di padang gurun yang jauh dari komunitas. Cara hidup St. Antonius ini menarik minat banyak orang untuk mengikutinya, hingga akhirnya terbentuklah komunitas pertapa yang menjadi inspirasi hidup doa Kekristenan. St. Antonius kemudian dikenal sebagai pelopor kehidupan monastik Gereja.
Meskipun demikian St. Antonius bukanlah orang Kristen pertama yang hidup bertapa di padang gurun. St. Paulus dari Thebes sudah melakukannya beberapa puluh tahun sebelumnya. Demi menghindari penganiayaan terhadap orang-orang Kristen pada masa Kaisar Decius, St. Paulus pergi menyendiri ke padang gurun dan tidak pernah kembali selama lebih dari 90 tahun lamanya. Menjelang akhir hidupnya St. Paulus bertemu dengan St, Antpnius sehingga kita bisa mengenal kisahnya. Kisah hidup St. Antonius sendiri ditulis oleh sahabatnya, St. Athanasius, uskup suci penakluk arianisme.
Kedua orang ini, St. Antonius Bapa Kehidupan Monastik dan St. Paulus Pertapa Pertama, menjadi sumber inspirasi banyak orang Kristen untuk mengikuti cara berdoa yang diajarkan Yesus, yaitu berdoa dalam keheningan. Cara berdoa seperti ini juga yang seharusnya tetap menjadi cara berdoa kita sekarang. Tidak ada cara yang lebih baik dari itu, jika ada tentu Yesus sudah mengajarkannya.
to be continued...
,
Kalau Berdoa memang BENAR butuh Keheningan dan Fokus ! Berdoa bagian dari Ibadah tetapi Ibadah isinya BUKAN Doa Semata, ada Pujian, Pembahasan Firman Tuhan, Pengakuan Dosa , Kolekte, Berkat dan Saat Teduh didalam Liturginya serta pada saat tertentu ada Perjamuan Kudus didalamnya !.
· Denominasi: Katolik
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
Kalau Berdoa memang BENAR butuh Keheningan dan Fokus ! Berdoa bagian dari Ibadah tetapi Ibadah isinya BUKAN Doa Semata, ada Pujian, Pembahasan Firman Tuhan, Pengakuan Dosa , Kolekte, Berkat dan Saat Teduh didalam Liturginya serta pada saat tertentu ada Perjamuan Kudus didalamnya !.
Bagus, kamu sudah setuju kalau berdoa itu butuh keheningan.
Yang dibahas dalam topik ini memang doa batin.
Tapi bagaimana suatu tradisi agama menghargai keheningan dapat dilihat dari cara ibadahnya juga.
Ibadah yang meriah seperti layaknya konser musik dan pesta rakyat saya kira kurang menghargai nilai keheningan yang dibutuhkan dalam doa. Bukankah dalam ibadah juga ada doa? Jika demikian seharusnya keheningan juga perlu ada.
Keheningan itu harus dibangun dalam keseluruhan liturgi, tidak bisa dalam kemeriahan bak konser tiba-tiba orang berkesempatan mendapatkan keheningan yang dibutuhkannya untuk berdoa. Absurd.
Itu sebabnya ibadah yang meriah bak konser musik dan pesta rakyat sulit dikatakan sebagai ibadah yang benar karena tidak mampu menyediakan ruang untuk keheningan yang dibutuhkan dalam berdoa. Atau, kalaupun keheningan juga diupayakan dalam ibadah semacam itu, kemungkinan besar kualitasnya dangkal.
Yang dibahas dalam topik ini memang doa batin.
Tapi bagaimana suatu tradisi agama menghargai keheningan dapat dilihat dari cara ibadahnya juga.
Ibadah yang meriah seperti layaknya konser musik dan pesta rakyat saya kira kurang menghargai nilai keheningan yang dibutuhkan dalam doa. Bukankah dalam ibadah juga ada doa? Jika demikian seharusnya keheningan juga perlu ada.
Keheningan itu harus dibangun dalam keseluruhan liturgi, tidak bisa dalam kemeriahan bak konser tiba-tiba orang berkesempatan mendapatkan keheningan yang dibutuhkannya untuk berdoa. Absurd.
Itu sebabnya ibadah yang meriah bak konser musik dan pesta rakyat sulit dikatakan sebagai ibadah yang benar karena tidak mampu menyediakan ruang untuk keheningan yang dibutuhkan dalam berdoa. Atau, kalaupun keheningan juga diupayakan dalam ibadah semacam itu, kemungkinan besar kualitasnya dangkal.
« Last Edit: January 16, 2015, 03:21:26 PM by MentalRevo »
Logged
Tuhan hanya mendirikan SATU GEREJA, SEKALI untuk SELAMANYA, dan hanya menunjuk Petrus sebagai pemimpinnya, SEKALI untuk SETERUSNYA. Apa yang sudah ditetapkan oleh Tuhan tidak dapat diubah oleh manusia.
Re: Meditasi Yesus: Doa Batin Yang Berakar Dalam Tradisi Gereja
Hesychasme Dan Doa Yesus, Tradisi Spiritual Gereja Timur
Jika kita menggali tradisi sejarah Gereja, semangat untuk bertemu Tuhan dalam keheningan ini sudah mengakar sejak awal sejarah Gereja. Kisah-kisah heroik para bapa padang gurun dalam mencari Tuhan di keheningan pada abad-abad awal Kekristenan bisa menjadi inspirasi betapa berharganya keheningan untuk membangun kehidupan doa yang penuh kuasa rohani.
St. Antonius Yang Agung Dan St. Paulus Pertapa Pertama adalah dua tokoh yang paling berpengaruh dan menjadi pelopor hidup monastik dalam sejarah Gereja. Keduanya menjadi sumber inspirasi bagaimana keheningan dan semangat penyangkalan diri untuk berdoa dan mengikuti Kristus menjadi jalan untuk menuju kesempurnaan hidup yang dipenuhi roh. Semangat ini kemudian ikut mempengaruhi gerakan spiritual hesychasme yang tumbuh subur di Gereja Timur di abad-abad berikutnya.
Hesychasme berasal dari kata hesychia yang dalam bahasa Yunani kurang lebih berarti ‘hening’. Hesychasme adalah sebuah metode spiritual yang berkembang pesat di Gereja Katolik ritus timur sejak abad 4 dan kemudian berkembang di Gereja Ortodoks / Byzantin sampai sekarang. Istilah hesychasme mulai dikenal sejak masa St. Yohanes Krysostomus dan bapa-bapa Kapadokia. Istilah ini juga muncul dalam tulisan-tulisan tentang kehidupan asketik Kristen yang berasal dari Mesir sebagaimana ditulis oleh Evagrius Pontikos (345 - 399). Selain itu hesychasme secara sistematis juga dibahas dalam buku-buku mistik Kristen timur klasik, “Tangga Pendakian Ilahi” karya St. Yohanes dari Sinai (523 -603) dan Philokalia yang merupakan kumpulan tulisan para pertapa sejak abad 4 sampai 15.
Hesychasme merujuk pada metoda doa yang dilakukan dengan mengupayakan keheningan sebagaimana terinspirasi oleh ajaran Yesus tentang cara berdoa:
“Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.“ (Mat.6:6)
Dalam hesychasme ayat ini diartikan sebagai perlunya upaya menutup atau membatasi indera, termasuk juga upaya untuk memfokuskan pikiran secara total pada doa sehingga roh mendapatkan keheningan dan terbebas dari segala bentuk gangguan luar saat berdoa kepada Tuhan. Oleh para pertapa padang gurun prinsip hesychasme ini kemudian diaplikasikan dalam bentuk doa sederhana berulang-ulang yang diselaraskan dengan irama pernafasan dalam mengisi hari-hari kehidupan asketik mereka. Bentuk doa seperti ini muncul secara alamiah karena para -pertapa ini hidup menyendiri dan jauh dari komunitas sehingga mereka sangat jarang menghadiri upacara-upacara liturgi yang biasa.
Formula yang digunakan dalam doa singkat ini juga berkembang dari waktu ke waktu, hingga akhirnya menjadi sebuah bentuk doa dengan rumusan standar yang kemudian dikenal sebagai “Doa Yesus”:
“Tuhan Yesus Kristus Putra Allah, kasihanilah aku orang berdosa”
raktek Doa Yesus yang sederhana ini selanjutnya menjadi sangat populer di Gereja Timur sampai sekarang. Biasanya didaraskan dengan menggunakan komboskini, sebuah untaian tali dengan sejumlah simpul untuk membantu dalam menghitung jumlah pengulangan doa. Fungsinya mirip dengan untaian kalung rosario yang populer di Gereja Barat. Di komunitas-komunitas religius seperti di biara pertapaan Gunung Athos, Doa Yesus ini didaraskan sampai ribuan kali setiap hari. Karena bentuknya yang sederhana dan mudah, Doa Yesus tidak hanya dipraktekkan oleh para pertapa dan kaum religius, tapi juga di oleh awam.
Komentar
Posting Komentar