Langsung ke konten utama

T. Krispurwana Cahyadi SJ: Teresa, Kesucian Saat Gelap

T. Krispurwana Cahyadi SJ: Teresa, Kesucian Saat Gelap
 
 
 
Bunda Teresa mengatakan, seandainya ia menjadi orang suci, ia ingin menjadi orang suci bagi mereka yang mengalami kegelapan di dunia ini. Bunda Teresa melihat, semakin lama semakin banyak orang yang mengalami kegelapan dan kecemasan. Memang panggilannya adalah untuk menjadi terang Tuhan bagi dunia dewasa ini. Dunia yang lebih ditandai dengan kegelapan, kekerasan, dan perpecahan. Dalam bahasa Paus Fransiskus, dunia ini adalah dunia yang lebih menghidupi budaya penyingkiran dan globalisasi ketidakpedulian. Masyarakat terkotak-kotak, masuk dalam suasana pembeda-bedaan. Kesatuan tidak terbangun, karena kasih dan pelayanan satu sama lain tidak ditumbuhkan. Itulah kegelapan yang meli puti dunia ini.
 
Maka, Bapa Suci Yohanes Paulus II menggambarkan Bunda Teresa bagai orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37). Dikatakannya bahwa dia adalah contoh pribadi yang setia menyapa, serta tanpa pamrih melayani siapa saja yang ditemuinya, mereka yang sakit, menderita, dan tidak dihargai keberadaannya.
 
Mencintai, Melayani
Semakin seseorang berani keluar dari diri sendiri, dari kelompok dan kemapanan diri, ia akan semakin mampu menjadi seperti orang Samaria itu, semakin mau melayani. Kasih tidak berlambat dan terlambat untuk membantu, tanpa mau peduli dan memperhitungkan siapakah sesama yang membutuhkan itu, demikian bisa dikatakan. Kasih senantiasa mau segera menyapa, siapa saja. Malahan semakin seseorang berani melayani mereka yang di luar dirinya, yang berada di luar batas kemapanan dirinya, entah karena perbedaan keyakinan, etnis, status, ataupun tingkat sosialnya, semakin kasih itu nyata dan tulus.
 
Yang penting adalah bagaimana orang melayani. Pelayanan itu bukan demi sesuatu, melainkan demi pribadi seseorang. Kalau hanya demi sesuatu, pelayanan kasih bisa merupakan pelayanan dengan pamrih tertentu, didasarkan kepada suatu kepentingan tertentu atau pula ditujukan hanya kepada golongan atau kelompok tertentu pula. Namun kalau pelayanan itu adalah demi pribadi seseorang, pelayanannya lebih merupakan pelayanan demi kasih, kasih yang berani melintasi segala batas ataupun kategori. Kasih tidak hendak melayani diri sendiri, melainkan keluar dari diri sendiri. Tidak mengherankan jika Bapa Suci Yohanes Paulus II mengatakan tentang apa yang dibuat Bunda Teresa sebagai kesaksian yang diberikan di tengah dunia, yang sudah akrab dengan perilaku egoisme, hedonisme, nafsu akan uang, dan ambisi untuk mengejar prestise serta kekuasaan.
 
Inti spiritualitas Bunda Teresa dari Kalkutta terungkap dalam rumusan, “Aku haus” (Yoh 19:28). Digambarkan di dalamnya betapa Tuhan itu haus, haus akan kasih; Tuhan haus untuk mencintai dan dicintai. Yesus datang untuk menyatakan kasih Allah, dan Dia menemukan kasih-Nya ditolak; Dia mengharapkan agar umat manusia mencintai Tuhan, tetapi mereka memilih menolak mencintai-Nya. Pengalaman cinta yang ditolak itu adalah pengalaman Tuhan yang berseru, “Aku haus!” Maka menemukan kasih Kristus yang mengorbankan dirinya, yang menderita haus karena cinta-Nya ditolak, senantiasa berarti pula menjumpai sesama yang juga mengalami penolakan, yang tidak dicintai ataupun yang menderita kesepian di tengah dunia kehidupan ini.
 
Jalan Gelap
Bunda Teresa betapapun menyadari mendapatkan panggilan Tuhan untuk menjadi terang Tuhan, namun ia justru mengalami kegelapan. Tidak jarang ia mengalami kekosongan dan kesepian, bertanya apakah sebenarnya yang menjadi kehendak Tuhan. Ia menyebut itu sebagai kegelapan yang mencekam atau kesepian yang mendalam. Pengalaman ditolak, tidak diinginkan, diabaikan, dan tidak dicintai, adalah pengalaman kemiskinan yang paling mencekam. Ia mengalami semua hal itu.
 
Tidak jarang dialaminya, doa-doanya seakan kering dan datar, tidak mendatangkan inspirasi rohani, tidak menimbulkan gerak jiwa yang menumbuhkan sukacita. Walaupun demikian, kesetiaan akan iman bahwa Tuhan yang memanggil itu setia, menjadikannya tetap bertahan dan berjuang. Pernah ia mengatakan hal itu sebagai iman yang buta, iman yang tidak mau peduli akan hal lain, tak ingin melihat apapun, sehingga hanya percaya, walaupun lorong jalan yang dilaluinya terasa gelap pekat.
 
Maka Bunda Teresa menuliskan kemudian, kalau kegelapan dan pengalaman jauh terpisah dari Tuhan ini merupakan sesuatu yang berguna baginya, ia memohon agar Tuhan tanpa ragu memberikan itu semua kepadanya, agar dirinya tidak semakin terpisah dari Yesus. Betapapun berat dan menyakitkan, Bunda Teresa kemudian perlahan mencintai kegelapan tersebut, pengalaman sepi tanpa penghiburan rohani.
 
Pengalaman itu disebut Paus Benediktus XVI sebagai pengalaman akan Tuhan yang diam. Allah dirasakan seakan begitu jauh, tidak bereaksi, bahkan dirasa oleh manusia tidak ada. Dalam pengalaman itu orang bertanya, di manakah Tuhan, mengapa Dia diam saja?
 
Bagi Paus Benediktus XVI pengalaman itu, di satu sisi, berguna untuk memahami pengalaman mereka yang tidak percaya akan Tuhan. Di sisi lain, ini merupakan cermin pergumulan hati untuk senantiasa terbuka akan Allah, untuk senantiasa bergulat mencari-Nya. Jalan kesucian senantiasa memuat di dalam dirinya, ruang ragu dan bertanya. Suatu proses yang mengajak kita untuk melangkah lebih lanjut, walau masih terasa remang-remang dan tak pasti. Tetapi kita percaya bahwa Tuhan mengiringi jalan, menuntun untuk melangkah, demikian ungkap Paus Fransiskus.
 
Pesan bagi Kita
Pertama, tanda kesucian di abad media. Bunda Teresa adalah orang suci di tengah budaya media. Pengalaman malam gelap yang ia alami justru melindungi hatinya agar tidak menjadi korban media; terjebak dalam kecenderungan untuk hanya memandang dan membesar-besarkan diri sendiri. Kesucian tidak pernah mengantar orang kepada ambisi akan ketenaran, atau naluri untuk mencari pujian.
 
Pengalaman kegelapan Bunda Teresa memurnikanya di tengah berbagai pujian orang, serta sorotan media akan hidup dan karyanya. Perhatian media akan dirinya, pujian serta penghargaan yang diterima akan mudah menggoda orang untuk puas diri, memandang diri dan memusatkan segala kepada dirinya sendiri.
 
Kedua, kita menemukan, banyak orang merasa tahu pasti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas dirinya, tidak sedikit orang merasa diri pula mengatasnamakan Tuhan untuk mengadili dan menghukum yang lain. Beragama justru tidak menjadikan orang rendah hati, tetapi malahan membuat orang semakin picik, sok suci, serta merasa diri paling baik dan paling benar.
 
Bunda Teresa justru mengalami pergulatan untuk memastikan dan meyakini apa yang sebenarnya menjadi kehendak Tuhan. Ia tidak pernah merasa serba tahu, karenanya tidak pernah pula merasa diri pantas dan hebat. Baginya, beriman justru membawa kepada sikap rendah hati, semangat untuk terus mau mencari dan menegaskan kehendak Allah, sikap untuk selalu mau berbagi.
 
Ketiga, salah satu ungkapan terkenal dari Bunda Teresa adalah, “Tuhan memanggil kita bukan untuk sukses, melainkan untuk setia.” Tidak jarang orang mencari ukuran sukses, menjadi terkenal dan dipuji menjadi impiannya. Namun kriteria sukses seperti itu menjebak, sehingga orang mudah jatuh jika impian akan sukses itu tidak segera terpenuhi. Bunda Teresa memperlihatkan bahwa akhirnya yang terpenting adalah kesetiaan dalam menapaki jalan kehendak Allah, tanpa perlu bermimpi menjadi terkenal atau dipuji. Kesetiaan itulah inti dari pergumulan hidup setiap umat beriman. Kesetiaan itu tidak pernah akan lepas dari pengalaman salib.
 
Bunda Teresa dari Kalkuta menjadi saksi untuk itu, yang kesaksiannya layak untuk selalu kita dalami. Kesetiaan dalam menapaki perjalanan hidup dengan tetap berakar mendalam pada Tuhan, mewujudkannya dalam pelayanan kasih kepada dan demi kemuliaan Allah yang lebih besar.
 
T. Krispurwana Cahyadi SJ
Direktur Pusat Spiritualitas Girisonta, Moderator KKIT Indonesia
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Malam Pertama Pengantin | Goyang Karawang

Cerita Malam Pertama Pengantin | Goyang Karawang Ini ada beberapa cerita malam pertama pengantin baru , cerita dewasa ‘seks’ pernikahan sepasang pengantin baru, dimana sang mempelai wanita atau sang isteri begitu polosnya. Sehingga ketika malam pertama berlangsung sang suami harus membimbing dulu agar sang isteri paham. Namun setelah sang isteri paham, sang suami malah yang jadi kewalahan menghadapi isterinya di malam pertama tersebut. Cerita malam pertama pengantin ini seru dan menarik untuk dibaca. Mungkin ini bisa bermanfaat khususunya bagi para calon pengantin. Sebuah trik atau tips yang bisa diterapkan jika menghadapi situasi dan kondisi yang sama nantinya. Bagaimana cerita malam pertama pengantin baru ini, silahkan simak kisah selengkapnya berikut ini! Sepasang pengantin baru sedang bersiap menikmati malam pertama mereka. Pengantin perempuan berkata, “Mas, aku masih perawan dan tidak tahu apa-apa tentang seks. Maukah Mas menerangkannya lebih dulu sebelum kita melakukannya?”

DOWNLOAD KUMPULAN MP3 GENDING JAWA DAN LAGU JAWA

 Download Kumpulan MP3 Gending Jawa dan Lagu Jawa DOWNLOAD KUMPULAN MP3 GENDING JAWA DAN LAGU JAWA MP3 GENDHING JAWA http://piwulangjawi.blogspot.com/p/mp3-gending-jawi.html GENDHING-GENDHING JAWA DALAM FORMAT MP3  DIPERSILAHKAN KEPADA STRISNO BUDAYA JAWA UNTUK MENGUNDUH ANEKA GENDHING JAWA KLASIK I : 001.  BENDRONGAN – PUCUNG RUBUH – GANDRUNG MANIS – DANDANGGULA BANJET – ASMARADANA JAKALOLA.mp3 002.  BW. GAMBUH LGM. LELO LEDHUNG – LDR. SARAYUDA – LAGU ONDHE-ONDHE Pl. Br.mp3 003.  BW. LEBDAJIWA – KUTUT MANGGUNG Pl. Br.mp3 004.  BW. MUSTIKENGRAT – GENDHING CANDRA -LDR. SRI HASCARYA – LDR. WESMASTER Sl.9.mp3 005.  BW. SEKAR AGENG SUDIRAWARNA – UDAN BASUKI – LIPUSARI – GAMBUH Sl. Mny.mp3 006.  BW. SUDIRAWARNA – GENDHING WIDASARI – LDR. LIPUR SARI Sl. Mny.mp3 007.  GENDHING BANDILORI – LDR. ELING-ELING – KTW. PRANA ASMARA – SLEPEG MAWA PALARAN Pl. Br.mp3 008.  GENDHING BONANG SLEBRAK PL.5.mp3 009.  GENDHING BUDHENG-BUDHENG – LDR. SARAYUDA Pl.6.mp3 010.  GENDHING