Devosi, apakah itu?
Pengertian Devosi, menurut pengajaran Gereja Katolik, seperti dijabarkan dalam tulisan CDW (Congregation for Divine Worship), Vatikan dalam dokumennya yang berjudul Directory on Popular Piety and the Liturgy, adalah:
8. In the present context, this term is used to describe various external practices (e.g. prayers, hymns, observances attached to particular times or places, insignia, medals, habits or customs). Animated by an attitude of faith, such external practices manifest the particular relationship of the faithful with the Divine Persons, or the Blessed Virgin Mary in her privileges of grace and those of her titles which express them, or with the Saints in their configuration with Christ or in their role in the Church’s life. (Cf. COUNCIL OF TRENT, Decretum de invocatione, veneratione, et reliquiis Sanctorum, et sacris imaginibus (3. 12. 1563), in DS 1821-1825; Pius XII, Encyclical Letter Mediator Dei, in AAS 39 (1947) 581-582; Sacrosanctum Concilium 104; Lumen Gentium 50)
terjemahannya:
“Dalam konteks ini, istilah devosi digunakan untuk menggambarkan praktek eksternal (doa-doa, lagu- lagu pujian, pelaksanaan suatu kegiatan rohani yang berkaitan dengan waktu- waktu atau tempat- tempat tertentu, insignia, medali, kebiasaan- kebiasaan). Dihidupkan oleh sikap iman, praktek- praktek tersebut menyatakan hubungan yang khusus antara umat beriman dengan Pribadi Allah [Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus] atau kepada Perawan Maria yang terberkati, dalam hak- hak istimewanya tentang rahmat dan segala sebutannya yang mengekspresikan keistimewaan tersebut, atau dengan para Santo/a di dalam konfigurasi mereka dengan Kristus atau di dalam peran mereka di dalam kehidupan Gereja.”
Berdasarkan pengertian ini, maka devosi itu ditujukannya kepada Tuhan (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus) atau kepada para orang kudus -termasuk Bunda Maria- dalam kesatuan mereka dengan Kristus. Nah, bentuk devosi itu dapat berupa doa, lagu pujian, atau kebiasaan- kebiasaan/ kegiatan rohani tertentu. Jadi devosi itu ditujukannya kepada ‘Seseorang/ Someone‘, yaitu pribadi Allah atau orang kudus dalam kesatuan mereka dengan Allah; dan bukan kepada ‘sesuatu/ something‘. Sekalipun devosi berhubungan dengan medali, relikwi, rosario ataupun skapular, dll, namun bukan kepada benda- benda itu umat Katolik berdevosi, melainkan kepada Allah ataupun pribadi orang kudus yang diacu olehnya, dalam kesatuan dengan Kristus. Maka para orang kudus ini bukan saingan Kristus, tetapi pendukung Kristus dalam peran Pengantaraan-Nya yang satu- satunya itu. Tentang hal pengantaraan Kristus yang bersifat inklusif/ melibatkan anggota- anggota-Nya, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Silakan pula anda membaca di artikel ini, silakan klik, yang menunjukkan bahwa devosi yang berkaitan dengan pemakaian ‘sesuatu’/ benda- benda, seperti skapulir, medali, dst, tidak hanya terbatas kepada ‘memakai’ saja, tetapi juga pada kesediaan untuk hidup sesuai dengan penghayatan iman mereka kepada Tuhan sesuai dengan teladan Kristus dan para orang kudus-Nya. Pemakaian benda- benda tersebut, hanya mengingatkan orang yang memakainya agar berjuang untuk hidup kudus dalam berbagai situasi hidup sampai akhir hayatnya, agar memperoleh keselamatan kekal.
Contoh yang baik juga misalnya dengan devosi kepada Kerahiman Ilahi, maka seseorang diingatkan untuk selalu mengandalkan Tuhan Yesus dan kerahiman-Nya, dan berdoa bagi pertobatan dunia (termasuk pertobatannya sendiri), untuk selalu melakukan perbuatan kasih kepada sesama entah dengan perbuatan langsung, dengan perkataan ataupun dengan mendoakan, demi kasih mereka kepada Kristus yang telah menyerahkan hidup-Nya di kayu salib. Itulah sebabnya mereka mendaraskan doa Koronka dengan menggunakan rosario, dan melakukan doa novena Kerahiman Ilahi yang mengenang sengsara Yesus demi menyelamatkan umat manusia, dan mendoakan doa khusus pada jam 3 siang (pada saat Kristus wafat), demi mengenangkan kasih Tuhan yang sempurna yang ditunjukkan dengan korban salib-Nya. Dengan melaksanakan devosi ini, maka kita didorong untuk semakin mengasihi Kristus.
Akhirnya, saya ingin mengutip pengertian devosi menurut St. Fransiskus dari Sales, demikian:
“Ringkasnya, devosi adalah kesigapan dan kegairahan hidup rohani, yang melaluinya kasih bekerja di dalam kita, ataupun kita di dalamnya, dengan cinta dan kesiapsiagaan; dan seperti halnya kasih memimpin kita untuk menaati dan memenuhi semua perintah Tuhan, maka devosi memimpin kita untuk menaati semua itu dengan segera dan tekun…. Dan seperti devosi terdapat dalam kasih yang sempurna, maka devosi tidak hanya membuat kita aktif, bersedia, dan rajin/ tekun dalam melaksanakan perintah Tuhan, tetapi terlebih lagi devosi mendorong kita untuk melakukan semua perbuatan baik dengan penuh semangat dan kasih, bahkan perbuatan- perbuatan yang tidak diharuskan, tetapi hanya dianjurkan ataupun disarankan.” (lih. St. Francis de Sales, An Introduction to the Devout Life, (Rockford, Illinois: TAN books and Publishers, 1942), p. 3)
Semoga ulasan di atas ini senantiasa mengingatkan dan mendorong kita untuk semakin mengasihi Allah yang terlebih dahulu mengasihi kita.
“Tuhan, tambahkanlah di dalam hati kami ini, kasih kepada-Mu, sehingga kami dapat mengasihi Engkau, dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kami.”
Umumnya, devosi dalam agama Katolik dapat dibedakan menjadi 3 macam:
.
1. Devosi kepada Allah (latria)
.
Dengan dan melalui praktek devosi, manusia menyadari diri sebagai makhluk terbatas, lemah, dan tidak berdaya. Karena itu, manusia mau menyerahkan seluruh diri dan segala sesuatu yang dimilikinya kepada Allah. Dengan dan melalui devosi, manusia selalu berusaha untuk mengarahkan diri dan tinggal dekat dengan Allah, hidup bersandar dan bergantung sepenuhnya pada Allah sebagai sumber kekuatan dan hidup.
.
Dalam pengertian ini, devosi sebenarnya hanya dapat ditujukan kepada Allah. Allah merupakan objek pertama dan terakhir dari segala devosi. Hanya Allah lah yang berhak dan patut dihormati, disembah, dipuji-puji dan dimuliakan. Devosi-devosi partikular lainnya, seperti devosi-devosi yang ditujukan kepada orang kudus dan para malaikat berperan sebagai sarana untuk mengembangkan, menumbuhkan dan memajukan penghormatan dan penyembahan kepada Allah sebagai objek devosi paling pertama dan paling akhir. Karena itu, devosi kepada Allah (latria) perlu dibedakan secara baik dan jelas dari devosi kepada orang kudus dan para malaikat (dulia).
.
2. Devosi kepada Orang Kudus dan Malaikat
.
Tradisi Gereja sehubungan dengan penghormatan kepada orang kudus yang sudah sangat tua usianya tetap dikukuhkan dan dipertahankan secara baik oleh Konsili Vatikan II dalam hubungan dengan peringatan dan Perayaan Suci Tahun Liturgi (SC 104, 111) dan dalam hubungan dengan persekutuan seluruh anggota Tubuh Mistik Kristus, yakni Gereja (LG 50, 51). Dalam kedua dokumen ini dikatakan bahwa Gereja memandang perlu untuk menghormati orang kudus yang dianugerahi rahmat Allah dan yang setelah mendapat keselamatan abadi mereka melakukan pujian sempurna bagi Allah di surga dan menjadi pengantara kita.
.
Dengan berdevosi kepada para kudus di surga, kita tidak melemahkan ibadat kepada Allah dengan perantaraan Yesus Kristus dalam Roh Nya, tetapi justru turut membuatnya menjadi lebih kaya. Karena itu, ajaran resmi Gereja mengenai persekutuan para kudus, peran para kudus sebagai pengantara dan ibadat penghormatan kepada mereka menegaskan bahwa para kudus hendaknya hanya menjadi objek penghormatan (veneration, dulia), tidak boleh menjadi objek penyembahan (adoration, latria).
.
3. Devosi kepada Maria, Bunda Yesus
.
Sebagai objek devosi, Bunda Maria dihormati, dikagumi, dicintai dan dimintakan bantuan pengantaraan doanya dengan cara yang tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan terhadap para kudus lainnya. Akan tetapi, karena kedudukan dan peran Maria yang unik dalam karya penyelamatan Allah atas diri manusia, yakni dengan menjadi Bunda Yesus Kristus Putera Allah serta menyertaiNya dalam karya penebusan di dunia, dan karena ia telah menjadi model Gereja yang ditebus secara sempurna dalam dan oleh Yesus Kristus, ia menjadi lebih unggul dari semua makhluk ciptaan, baik di surga maupun di bumi. Relasinya yang istimewa dengan Yesus Kristus, Sang Penyelamat, menyebabkan Bunda Maria dihormati umat beriman pada tempat pertama di antara para kudus di surga. Jadi, karena Bunda Maria paling kudus di antara semua orang kudus maka ibadat kebaktian dan penghormatan kepadanya harus lebih tinggi daripada penghormatan kepada para kudus lainnya. Kelebihan devosi marial ini lazim disebut dengan istilah khusus “hyperdulia”.
.
Meskipun Maria mempunyai kedudukan dan peran yang istimewa dalam tata keselamatan manusia, ia tidak dihormati pada level yang sama seperti penghormatan kepada Allah. Penghormatan kepada Maria harus dibedakan dari penyembahan yang hanya pantas ditujukan kepada Allah. Dalam ajaran Bapa-bapa Gereja, perbedaan antara devosi kepada Bunda Maria dan devosi kepada Allah cukup sering ditekankan untuk diperhatikan oleh setiap umat beriman.
.
.
Sumber: Devosi Kepada Bunda Maria
.
1. Devosi kepada Allah (latria)
.
Dengan dan melalui praktek devosi, manusia menyadari diri sebagai makhluk terbatas, lemah, dan tidak berdaya. Karena itu, manusia mau menyerahkan seluruh diri dan segala sesuatu yang dimilikinya kepada Allah. Dengan dan melalui devosi, manusia selalu berusaha untuk mengarahkan diri dan tinggal dekat dengan Allah, hidup bersandar dan bergantung sepenuhnya pada Allah sebagai sumber kekuatan dan hidup.
.
Dalam pengertian ini, devosi sebenarnya hanya dapat ditujukan kepada Allah. Allah merupakan objek pertama dan terakhir dari segala devosi. Hanya Allah lah yang berhak dan patut dihormati, disembah, dipuji-puji dan dimuliakan. Devosi-devosi partikular lainnya, seperti devosi-devosi yang ditujukan kepada orang kudus dan para malaikat berperan sebagai sarana untuk mengembangkan, menumbuhkan dan memajukan penghormatan dan penyembahan kepada Allah sebagai objek devosi paling pertama dan paling akhir. Karena itu, devosi kepada Allah (latria) perlu dibedakan secara baik dan jelas dari devosi kepada orang kudus dan para malaikat (dulia).
.
2. Devosi kepada Orang Kudus dan Malaikat
.
Tradisi Gereja sehubungan dengan penghormatan kepada orang kudus yang sudah sangat tua usianya tetap dikukuhkan dan dipertahankan secara baik oleh Konsili Vatikan II dalam hubungan dengan peringatan dan Perayaan Suci Tahun Liturgi (SC 104, 111) dan dalam hubungan dengan persekutuan seluruh anggota Tubuh Mistik Kristus, yakni Gereja (LG 50, 51). Dalam kedua dokumen ini dikatakan bahwa Gereja memandang perlu untuk menghormati orang kudus yang dianugerahi rahmat Allah dan yang setelah mendapat keselamatan abadi mereka melakukan pujian sempurna bagi Allah di surga dan menjadi pengantara kita.
.
Dengan berdevosi kepada para kudus di surga, kita tidak melemahkan ibadat kepada Allah dengan perantaraan Yesus Kristus dalam Roh Nya, tetapi justru turut membuatnya menjadi lebih kaya. Karena itu, ajaran resmi Gereja mengenai persekutuan para kudus, peran para kudus sebagai pengantara dan ibadat penghormatan kepada mereka menegaskan bahwa para kudus hendaknya hanya menjadi objek penghormatan (veneration, dulia), tidak boleh menjadi objek penyembahan (adoration, latria).
.
3. Devosi kepada Maria, Bunda Yesus
.
Sebagai objek devosi, Bunda Maria dihormati, dikagumi, dicintai dan dimintakan bantuan pengantaraan doanya dengan cara yang tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan terhadap para kudus lainnya. Akan tetapi, karena kedudukan dan peran Maria yang unik dalam karya penyelamatan Allah atas diri manusia, yakni dengan menjadi Bunda Yesus Kristus Putera Allah serta menyertaiNya dalam karya penebusan di dunia, dan karena ia telah menjadi model Gereja yang ditebus secara sempurna dalam dan oleh Yesus Kristus, ia menjadi lebih unggul dari semua makhluk ciptaan, baik di surga maupun di bumi. Relasinya yang istimewa dengan Yesus Kristus, Sang Penyelamat, menyebabkan Bunda Maria dihormati umat beriman pada tempat pertama di antara para kudus di surga. Jadi, karena Bunda Maria paling kudus di antara semua orang kudus maka ibadat kebaktian dan penghormatan kepadanya harus lebih tinggi daripada penghormatan kepada para kudus lainnya. Kelebihan devosi marial ini lazim disebut dengan istilah khusus “hyperdulia”.
.
Meskipun Maria mempunyai kedudukan dan peran yang istimewa dalam tata keselamatan manusia, ia tidak dihormati pada level yang sama seperti penghormatan kepada Allah. Penghormatan kepada Maria harus dibedakan dari penyembahan yang hanya pantas ditujukan kepada Allah. Dalam ajaran Bapa-bapa Gereja, perbedaan antara devosi kepada Bunda Maria dan devosi kepada Allah cukup sering ditekankan untuk diperhatikan oleh setiap umat beriman.
.
.
Sumber: Devosi Kepada Bunda Maria
Komentar
Posting Komentar