Dialog antaragama saat yang tepat bagi Asia
24/01/2017
Kebutuhan mendesak untuk dialog antaragama di Asia harus menjadi perhatian sebagai bentuk ketaatan wilayah itu pada “Pekan Doa Sedunia untuk Persatuan Umat Kristiani” yang berlangsung 18 hingga 25 Januari.
Asia adalah tempat kelahiran sebagian besar agama-agama utama di dunia, termasuk Islam, Hindu, Buddha, Taoisme, Konghucu, Yudaisme, dan bahkan Kristen.
Agama-agama kuno ini sangat mempengaruhi sebagian besar kehidupan orang-orang di benua tersebut. Multiplisitas budaya dan keragaman agama adalah ciri orang Asia.
Tidak seperti Barat, yang dapat memisahkan agama dari usaha ekonomi, politik, dan sosial, orang Asia tidak membedakan dikotomi dalam kehidupan pria dan wanita.
Seorang Asia melihat urusan kehidupan dari perspektif sistem kepercayaannya, dan ia menempatkan “otoritas” tertinggi kepada Tuhan sebagai pemberi dan penyedia kehidupan, menuntun nasib manusia, dan sumber utama hukum dan ketertiban, keadilan dan perdamaian di alam semesta.
Para wakil duniawi Ilahi – uskup, imam, nabi, bhiksu, ulama, pendeta – sangat dihormati oleh orang-orang Asia sebagai pembawa pesan firman Allah yang benar dan sah kepada umat manusia dan untuk semua ciptaan.
Dalam konteks Asia, para pemimpin agama tidak hanya memiliki otoritas moral atas umat mereka, tapi juga mempengaruhi dan memobilisasi umat untuk bertindak atas nama keadilan dan dalam transformasi dunia.
Mendiang Kardinal Jaime Sin dari Filipina adalah contoh klasik ketika dikaitkan dengan otoritas keagamaan di mana ia menjadi pemain dalam mengubah lanskap politik negara itu.
Namun, Asia adalah juga rumah bagi komunitas manusia terbesar di mana mayoritas hidup dalam kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan karena korupsi yang dilakukan oleh para pengelola negara, sistem politik dan sosial yang keras, dan tatanan dunia ekonomi yang dinikmati Barat.
Untuk alasan ini, pertemuan antaragama telah menjadi sebuah kebutuhan mendesak di Asia. Ini adalah saat yang tepat bagi berbagai agama untuk berkumpul bersama-sama dan membantu untuk membentuk lanskap Asia dan mengubahnya menjadi sebuah negeri “yang berlimpah susu dan madu” bagi rakyatnya.
Hal ini harus menjadi satu kesatuan melalui dialog antaragama guna membangun jembatan di kalangan orang-orang dari berbagai budaya, ideologi dan agama. Ini harus menjadi dialog kehidupan agar orang-orang membuka hati mereka dengan sikap kasih sayang satu sama lain.
Hal yang sangat penting bahwa pria dan wanita di Asia yang religius mengambil peran utama dalam memfasilitasi dialog tersebut. Ini harus menjadi elemen inti dari doa dan tindakan kita selama perayaan tahunan Pekan Doa Sedunia untuk Persatuan Umat Kristiani.
Sikap Kristen terhadap perlunya dialog antaragama di Asia dapat menjadi model tentang inkarnasi, ketika Tuhan dari sifat keilahian-Nya bersekutu dengan manusia. Melalui misteri ini, Tuhan berdialog dengan manusia, menegaskan martabat manusia, dan merayakan kehadiran ilahi dalam setiap diri manusia, terlepas dari agama.
Bonifacio Tago Jr adalah wakil ketua program akademik dan profesor filsafat di Kolese Samaria Yang Baik, Cabanatuan City, Filipina. Dia saat ini mengambil gelar doktor Teologi Hidup Bakti di Institut Hidup Bakti di Asia.
Komentar
Posting Komentar