Mengenalkan Keroncong Bersama Puisi - Omah Rembang
Pentas Bulanan Kethek Ogleng Di Bekas Stasiun Rembang
Keroncong, musik itu sekarang seolah hilang tertelan bumi. Jangankan diperbincangkan, musik 32 birama yang diawali dengan intro mengarah pada akor awal lagu itu bahkan sekarang terasa sulit untuk ditemui berkumandang di ruang publik Rembang. Tak urung, segaris dengan menyurutnya pamor keroncong, kelompok-kelompok musik keroncong Rembang berguguran satu per satu.
''Memang belum ada penelitian sahih tentang jumlah kelompok keroncong di Rembang. Era 1970 hingga 1980-an, banyak sekali grup keroncong di Rembang. Namun saat ini tinggal segelintir saja dan bisa dihitung dengan jari yang masih eksis,'' tutur Yon Suprayogi, sesepuh Teater Pesisir yang juga mengemari keroncong.
Berbekal keinginan untuk mengenalkan kembali keroncong ke kalangan anak muda, beberapa minggu terakhir Komunitas Kethek Ogleng mulai bergerilya mencari kelompok keroncong untuk tampil di pentas bulanan. Namun, beberapa kelompok yang dihubungi mengaku belum siap. ''Beruntung, Susetyo Rini salah satu kawan kami di Facebook yang asli Gunem dan sekarang mukim di Sragen, suaminya, Budi Susetyo, aktif di grup keroncong Alam Buriska. Mereka bersedia hadir di Rembang secara cuma-cuma,'' terang Allief Zam Billah, pengiat Kethek Ogleng.
Keroncong Puisi
Akhirnya, hari Jumat (22/7) malam disepakati sebuah pementasan keroncong sederhana di pelataran bekas Stasiun Rembang. Tak hanya lagu keroncong beragam genre, suasana bertambah gayeng ketika sejumlah penyair muda Rembang seperti Yayan Triyansah yang baru saja mengeluarkan buku antologi puisi Halaman Rumah, Baskoro ''Pop'', Ipien Ngedot, Tejo Bejo, pelukis Abdul Chamim, Rosyid Ridho dan Fifie bereksperimen membacakan puisi sembari diiringi alunan musik keroncong. ''Sebuah pengalaman menarik membaca puisi dibalut musik keroncong. Sebelumnya tidak pernah terpikir oleh saya,'' kata Yayan.
Selain bermain musik, Alam Buriska malam itu juga berbagi pengalaman selama bermusik keroncong
kepada belasan remaja dari sejumlah komunitas seperti Rembang Slanker Club (RSC), Rumah Musik Smara Gusti Sumberejo serta Komunitas Pencinta Alam STIE YPPI (Kompas). ''Dengan bermain keroncong, kami justru banyak di minta tampil. Bahkan kami sering diminta tampil di Bogor oleh warga Sragen yang ada di Jakarta. Jangan takut memainkan musik keroncong,'' kata Teguh, pemegang cello dan pentolan Alam Buriska Sragen.
Berbagai eksplorasi lagu yang dimainkan dalam irama keroncong serta pengalaman yang dituturkan oleh Alam Buriska malam itu tak urung memantik hasrat pemusik muda Rembang untuk mulai mendalami keroncong. ''Kami selama ini memang mengabaikan keroncong. Tapi setelah malam ini, kami akan berusaha untuk mulai mendalami keroncong. Bahkan kami berharap bisa mementaskan keroncong di setiap kegiatan kami,'' tutur Beny Xp, pengiat Rumah Musik Smara Gusti Sumberejo.
Di penghujung malam yang eksotik itu, Alam Buriska membuat kejutan dengan memainkan lagu gubahan mereka sendiri ''Rembang Wayah Wengi'' yang khusus dipersembahkan bagi Kabupaten Rembang yang tengah memperingati hari jadi ke 270. ''Rembang wayah wengi, ning pinggir Pantai Kartini, pasunare bulan ndadari, alangkah endahe. Alun-alun Rembang, lan ing pinggir dalan Kartini, sapa kang bisa anyekseni. Rembang Bangkit kang asri,'' lantun Alam Buriska. (Mulyanto Ari Wibowo)
pernah dimuat di Suara Merdeka - Suara Muria 24 Juli 2011
Pentas Bulanan Kethek Ogleng Di Bekas Stasiun Rembang
Keroncong, musik itu sekarang seolah hilang tertelan bumi. Jangankan diperbincangkan, musik 32 birama yang diawali dengan intro mengarah pada akor awal lagu itu bahkan sekarang terasa sulit untuk ditemui berkumandang di ruang publik Rembang. Tak urung, segaris dengan menyurutnya pamor keroncong, kelompok-kelompok musik keroncong Rembang berguguran satu per satu.
''Memang belum ada penelitian sahih tentang jumlah kelompok keroncong di Rembang. Era 1970 hingga 1980-an, banyak sekali grup keroncong di Rembang. Namun saat ini tinggal segelintir saja dan bisa dihitung dengan jari yang masih eksis,'' tutur Yon Suprayogi, sesepuh Teater Pesisir yang juga mengemari keroncong.
Berbekal keinginan untuk mengenalkan kembali keroncong ke kalangan anak muda, beberapa minggu terakhir Komunitas Kethek Ogleng mulai bergerilya mencari kelompok keroncong untuk tampil di pentas bulanan. Namun, beberapa kelompok yang dihubungi mengaku belum siap. ''Beruntung, Susetyo Rini salah satu kawan kami di Facebook yang asli Gunem dan sekarang mukim di Sragen, suaminya, Budi Susetyo, aktif di grup keroncong Alam Buriska. Mereka bersedia hadir di Rembang secara cuma-cuma,'' terang Allief Zam Billah, pengiat Kethek Ogleng.
Keroncong Puisi
Akhirnya, hari Jumat (22/7) malam disepakati sebuah pementasan keroncong sederhana di pelataran bekas Stasiun Rembang. Tak hanya lagu keroncong beragam genre, suasana bertambah gayeng ketika sejumlah penyair muda Rembang seperti Yayan Triyansah yang baru saja mengeluarkan buku antologi puisi Halaman Rumah, Baskoro ''Pop'', Ipien Ngedot, Tejo Bejo, pelukis Abdul Chamim, Rosyid Ridho dan Fifie bereksperimen membacakan puisi sembari diiringi alunan musik keroncong. ''Sebuah pengalaman menarik membaca puisi dibalut musik keroncong. Sebelumnya tidak pernah terpikir oleh saya,'' kata Yayan.
Selain bermain musik, Alam Buriska malam itu juga berbagi pengalaman selama bermusik keroncong
kepada belasan remaja dari sejumlah komunitas seperti Rembang Slanker Club (RSC), Rumah Musik Smara Gusti Sumberejo serta Komunitas Pencinta Alam STIE YPPI (Kompas). ''Dengan bermain keroncong, kami justru banyak di minta tampil. Bahkan kami sering diminta tampil di Bogor oleh warga Sragen yang ada di Jakarta. Jangan takut memainkan musik keroncong,'' kata Teguh, pemegang cello dan pentolan Alam Buriska Sragen.
Berbagai eksplorasi lagu yang dimainkan dalam irama keroncong serta pengalaman yang dituturkan oleh Alam Buriska malam itu tak urung memantik hasrat pemusik muda Rembang untuk mulai mendalami keroncong. ''Kami selama ini memang mengabaikan keroncong. Tapi setelah malam ini, kami akan berusaha untuk mulai mendalami keroncong. Bahkan kami berharap bisa mementaskan keroncong di setiap kegiatan kami,'' tutur Beny Xp, pengiat Rumah Musik Smara Gusti Sumberejo.
Di penghujung malam yang eksotik itu, Alam Buriska membuat kejutan dengan memainkan lagu gubahan mereka sendiri ''Rembang Wayah Wengi'' yang khusus dipersembahkan bagi Kabupaten Rembang yang tengah memperingati hari jadi ke 270. ''Rembang wayah wengi, ning pinggir Pantai Kartini, pasunare bulan ndadari, alangkah endahe. Alun-alun Rembang, lan ing pinggir dalan Kartini, sapa kang bisa anyekseni. Rembang Bangkit kang asri,'' lantun Alam Buriska. (Mulyanto Ari Wibowo)
pernah dimuat di Suara Merdeka - Suara Muria 24 Juli 2011
Komentar
Posting Komentar