http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=111087
SEMUA orang di dunia ini, tidak terkecuali mereka yang tidak terpelajar dan rakyat biasa (wong cilik), bukan hanya tidak mau, melainkan juga tidak rela putra-putri mereka dididik oleh guru yang tidak bekualitas, tidak profesional dan tidak bermartabat karena dampak buruknya sangat jelas, baik pada kompetensi kognitif (akal) apalagi pada kompetensi kepribadian atau karakter (budi) peserta didik dan diwariskan secara permanen kepada generasi berikutnya; diwariskan kepada anaknya, cucunya, dan generasi yang lahir kemudian.
Penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan kemampuan guru memiliki dampak yang signifikan pada kinerja anak didiknya. Penelitian di Tennessee memperkirakan lebih dari 50 persen dari kesenjangan pencapaian selama 3 tahun antara dua kelompok berusia antara 8 dan 11 tahun disebabkan karena kelompok yang satu diajar oleh guru berkemampuan tinggi, sementara kelompok lain diajar oleh guru berkemampuan rendah. Hasilnya, pada usia 11 tahun, kelompok siswa yang pernah diajar oleh guru berkemampuan tinggi meraih nilai di persentil ke-93, sementara kelompok siswa yang pernah diajar oleh guru berkemampuan rendah meraih nilai di persentil ke-37. Belum lagi dampak ikutannya, yakni kecendrungan terjadi proses ketidakberdayaan yang dipelajari dan diwariskan antara generasi.
Di negeri ini, ditemukan kualifikasi akademik guru masih lebih rendah dari yang dipersyaratkan undang-undang, yakni S1/D-IV. Demikian pula kompetensinya. Terdapat kekhawatiran tentang kompetensi atau pengetahuan guru pada mata pelajaran, dan kompetensi pedagogik yang masih dirasakan kurang dan tidak fokus. Selain itu, motivasi dan ethos kerja guru juga menimbulkan kekhawatiran yang serius, faktanya antara lain masih tingginya tingkat ketidakhadiran (mangkir) guru dari tugas mengajarnya.
Upaya meningkatkan mutu guru telah banyak dilakukan dan terus dilakukan/ditingkatkan, seperti meningkatkan kualifikasi, sertifikasi pendidik, dan kompetensi. Muara dari semua pemberdayaan guru tersebut adalah mewujudkan guru Indonesia menjadi manusia pembelajar. Tidak kalah seriusnya pemerintah dan pemangku kepentingan lain membicarakan profesi guru sekarang ini, terutama berkaitan dengan mempersiapkan guru masa depan melalui pendidikan guru yang diselenggarakaan oleh Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK). Akhir-akhir ini penulis mengamati banyak negara melakukan seminar internasional bersama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta menyelenggarakan berkali-kali rapat koordinasi yang penulis ikuti. Seminar dan rakor tersebut membicarakan tema yang sama yang profesi guru, khususnya berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guru.
Penulis mengapresiasi kebijakan pemerintah terhadap pendidikaan dan pelatihan profesi guru tersebut. Beberapa negara maju (Finlandia dan Jepang) melakukan hal yang sama dalam memajukan bangsanya, dan mereka sangat yakin bahwa pendidikan dan pelatihan guru adalah sumber kekuatan bagi kemajuan bangsanya.
Terkait judul opini “Mempersiapan Guru Masa Depan” di Indonesia, sepengetahuan penulis beberapa kebijakan akan dilakukan oleh pemerintah antara lain; (1)
Penataan kelembagaan Pendidikan Guru. LPTK Ideal di masa depan mempersyaratkan LPTK Berasrama, dimana fungsi asrama bukan hanya untuk tidur, melainkan berfungsi sebagai tempat pengasuhan dan pembentukan karakter mahasiswa calon pendidik dan tenaga kependidikan; (2) Selain berasrama, LPTK harus memiliki labschool. Labschool LPTK sering kali dilematis;
(a) LPTK sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi tidak berkewenangan mendirikan sekolah, jalan keluarnya harus dibentuk sebuah yayasan agar ia dapat menyelenggarakan labschool; (b) Labschool sering kali digunakan sebagai tempat Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) mahasiswa, sementara orang tua/wali murid tidak mau putra-putri mereka dijadikan sasaran atau kelinci percobaan bagi mahasiswa praktek.
Jika labschool tidak dikelola secara professional, maka akan menimbulkan konflik; (3) Rekrutmen atau seleksi mahasiswa calon guru semakin diperketat dan berlapis terutama untuk merekam profil kepribadian calon pendidik dan tenaga kependidikan dan jumlah mahasiswa baru sangat terbatas sesuai kebutuhn guru. Pemerintah melalui Permendikbud akan melakukan intervensi mengenai jumlah mahasiswa di setiap program studi atau melarang menerima mahasiswa baru jika sebuah program studi tidak memenuhi persyaratan minimal yang harus ditaatinya. Berdampak pada daya saing mahasiswa calon guru yang semakin tinggi, hanya siswa terbaik lulusan sekolah menengah yang bisa menjadi mahasiswa calon guru di LPTK.
Saat ini saja sudah terlihat jelas lulusan sekolah menengah terbaik di negeri ini berebut masuk ke LPTK, peluang lulus 1 berbanding 7, jauh lebih ketat dibanding mereka yang berminat meneruskan pendidikannya di program studi lain. Berdasarkan kondisi LPTK saat ini, maka mulai tahun depan pemerintah akan mengendalikan jumlah mahasiswa baru di LPTK, yakni tidak boleh melebihi 40.000 mahasiswa baru setiap tahun sesuai kebutuhan, terutama untuk mengganti formasi guru yang pensiun dan secara nasional jumlah guru adalah cukup, namun kenyatakannya sekarang ini lebih dari 300.000 orang mahasiswa baru mendaftar di LPTK setiap tahun, berarti berlebihan.
Oleh karena, semua LPTK diingatkan agar syahwat menerima mahasiswa baru tanpa perhitungan yang matang harus disadari betul oleh semua LPTK, dan LPTK yang masih melakukan praktek seperti itu segera bertobat. Sebuah metafora, LPTK ibarat penjahit atau konveksi yang menerima pesanan yang jelas pembelinya atau pasarnya, bukan penjahit loakan yang memproduksi pakaian sebanyak-banyaknya tanpa perhitungan, atau dijahit oleh mereka yang sedang belajar menjahit; (5) Kurikulum LPTK harus segera disempurnakan berdasarkan Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Mei 2012 lalu;
(6) Proses pembelajaran di LPTK adalah mengimplementasikan model pembelajaran inovatif; (7) Setelah menyelesaikaan program sarjana, mahasiswa LPTK yang ingin menjadi guru kepadanya diwajibkan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan. Bukti mereka telah mengikuti program PPG Pra Jabatan tersebut adalah sertifikat pendidik yang akan digunakan sebagai satu persyaratan penting menjadi guru, tanpa sertifikat pendidik tersebut, tidak akan diterima menjadi guru. Permasalahannya saat ini tidak semua LPTK memperoleh izin penyelenggaraan PPG;
(7) Bagi guru pemula, diwajibkan mengikuti program induksi berbasis sekolah guna memberikan pengalaman yang lebih luas mengenai profesi guru yang akan dijalaninya, terutama di sekolah-sekolah di daerah 3T (Tertinggal, Terpencil dan Terluar); dan (8) Seleksi calon guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dimasa yang akan datang akan diperketat dan kompetitis. Peminat CPNS Guru direncanakan setidaknya mengikuti dua tahapan, yakni; tahap pertama; menguji kelayakan administrasi, setidaknya guna mengetahui legalitas ijasahnya dan menguji kompetensi dasarnya. Setelah dinyatakan lulus seleksi tahap pertama, mereka diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi CPNS Guru bersama CPNS Non Guru lainnya (Penulis, Dosen FKIP Untan, Direktur Aswandi Foundation).
EKONOMI
- Ada Tekanan dari Melemahnya Kurs
- Investasi Kawasan Trans Ditarget 20,3 Tr ...
- TVS Motor lebih dari USD150 Juta
- Sutarmidji Siap Hadir Langkah Ceria BCA
- Anggaran Infrastruktur 2013 Rp114,6 T
- Target Setahun Laku 500 Unit
METROPOLIS
AGAMA
HIBURAN
KALBAR
OLAHRAGA
POLITIK
RUBRIK
TEKNOLOGI
UTAMA
Komentar
Posting Komentar