Menggapai Kesadaran Jiwa
Tjiptadinata Effendi
Kesadaran jiwa atau dalam bahasa yang lebih keren, disebut :”
Pencerahan”.Dalam bahasa Inggeris ,bisa disamakan dengan kata:” enlightenment-
illumination- awareness “ Diterjemahkan secara bebas:”Terlepas atau melepaskan
diri dari kegelapan.(segala sesuatu yang bersifat negatif).Pengertian negatif,tentu
tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar disini,karena semua orang
memahami,bahwa sesuatu yang negatif,cendrung bermuara kepada sesuatu yang tidak
benar atau tidak tepat sasaran.
Kata “pencerahan “ sudah amat sering kita dengarkan,malahan mungkin
sudah kita ucapkan. Namun,hanya sebatas sebuah sebutan. Seakan kata
tersebut,hanya sebatas pencitraan diri.Karena banyak orang berpikir,pencerahan
itu hanya untuk orang orang saleh. Padahal,justru kita yang termasuk kelompok
“orang orang biasa”inilah yang seharusnya belajar untuk menapaki jalan menuju
kepada pencerahan diri. Akibatnya,semakin lama ,kata pencerahan semakin
kehilangan maknanya..Dan tidak lebih dari sebatas dipahami sebagai salah satu
kata gaul saja
Jadikanlah Alam Terkembang ,Sebagai Guru.
Hidup ini adalah sebuah Universitas Multidimensional,dimana kita
bisa belajar segala macam ilmu tentang hidup.Setiap detik dalam hidup
kita,adalah peluang untuk bisa belajar. Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan
,dalam setiap tarikan nafas,tersirat satu ayat pembelajaran diri yang tak
ternilai,yakni :”Belajar Menyukuri Hidup”. Tapi sayangnya ,banyak diantara
kita yang terlalu sibuk dengan hal hal yang berada diluar diri,yang
menguras,tidak hanya energy kita,tetapi juga segala daya daya hidup dalam diri.
Kita berpacu dalam mencari rejeki, berpacu dalam menggali ilmu
pengetahuan,berpacu mencari kekayaan ,popularitas diri,jabatan dan
sebagainya..Yang tentunya tidak ada masalah ,selama dalam batas kewajaran.
Namun, begitu asyiknya ,sehingga kita lupa,apa sebenarnya yang kita cari
didalam hidup ini? Apa makna kehidupan bagi kita? Dalam kata lain ,kita
terhanyut dalam kegalauan hidup,yang pada akhirnya akan menyebabkan kita
kehilangan arah hidup.
Buktinya,setiap hari kita menyaksikan melalui pemancar
televise,membaca di surat kabar ataupun dimedia elektronik lainnya, tentang
perilaku manusia yang sudah menghancurkan harkat kemanusiaan itu sendiri.
Bahkan suka ataupun tidak,kita harus menerima kenyataan,dalam hal
kesetiaan,tidak jarang,manusia kalah dari makluk ciptaan Tuhan yang selama ini
kita anggap berada dibawah derajat manusia.
Contoh nyata:” Takkan harimau memakan anaknya sendiri.” ,tetapi
manusia melakukan hal tersebut. Sesungguhnya amat banyak contoh contoh
lain.Namun akan terasa sangat melukai perasaan,bila saya ungkapkan disini.
Memaknai Tujuan Hidup Kita.
Memahami arti kehidupan ,merupakan kalimat yang amat
sederhana,tetapi sebenarnya cukup banyak orang yang tidak memahami makna dari
kalimat tersebut. Pertanyaannya mudah:” Apa arti kehidupan buat saya pribadi?”
,ternyata banyak orang yang tidak dapat menjawab secara serta merta.Nah,bila
orang tidak tahu apa tujuan dan makna kehidupan bagi dirinya sendiri,bagaimana
mungkin bisa memahami hal hal yang berhubungan dengan orang lain.
Memahami
,mengapa manusia harus hidup berbagi? Memahami bahwa semua orang butuh uang,
tetapi uang bukan segala galanya. Mencapai pencerahan diri ,bahkan mampu
membuat orang, mengembalikan setumpuk uang,yang diberikan kepadanya,karena
mengetahui bahwa ada banyak orang lain yang lebih membutuhkan .
Yang mungkin
bagi kebanyakan orang ,dianggap suatu kebodohan , Pencerahan diri memang hanya
dapat dimengerti dengan hati. Karena pikiran kita adalah sejajar dengan egoism .
Pikiran selalu mencari alasan untuk pembenaran diri,kendati sudah jelas kita
bersalah. Sedangkan di dalam hati kita ,ada nurani atau suara hati yang menjadi
control diri. Yang akan menegor ,bila kita melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan hati nurani.
Perlu waktu
Pembelajaran ini tidak akan dapat terwujud secara spontanitas,melainkan
butuh penggodokan
Proses pembelajaran diri,akan menjadikan kita manusia yang semakin memahami karunia agung Sang Mahakarya dalam diri kita masing masing,dalam memaknai dan mengisi setiap sisi kehidupan kita. .Agar dapat dimanfaatkan ,tidak hanya untuk meningkatkan taraf kesadaran diri kita, tetapi tidak kalah pentingnya adalah membuka hati kita untuk peduli akan sesama kita, tanpa melihat suku,bangsa dan agama yang di imaninya.
Proses pembelajaran diri,akan menjadikan kita manusia yang semakin memahami karunia agung Sang Mahakarya dalam diri kita masing masing,dalam memaknai dan mengisi setiap sisi kehidupan kita. .Agar dapat dimanfaatkan ,tidak hanya untuk meningkatkan taraf kesadaran diri kita, tetapi tidak kalah pentingnya adalah membuka hati kita untuk peduli akan sesama kita, tanpa melihat suku,bangsa dan agama yang di imaninya.
Dengan menapaki jenjang kesadaran jiwa,maka sebagai manusia,kita
memiliki kekuatan dan kemampuan diri,untuk mematahkan belenggu diri yang kita
ciptakan sendiri,melalui
Sepotong kemampuan diri yang bernama intelektual,ternyata tidak ada apa apanya,bila dibandingkan dengan misteri kehidupan yang begitu multikomplit. Di mana rambu rambu batas kemampuan manusia,adalah sejauh mana pikirannya mengalir dan sejauh mana keyakinannya pada diri sendiri dan keyakinannya pada Sang Pencipta..
Sepotong kemampuan diri yang bernama intelektual,ternyata tidak ada apa apanya,bila dibandingkan dengan misteri kehidupan yang begitu multikomplit. Di mana rambu rambu batas kemampuan manusia,adalah sejauh mana pikirannya mengalir dan sejauh mana keyakinannya pada diri sendiri dan keyakinannya pada Sang Pencipta..
Oleh karena itu ,adalah sangat naif, bila segala sesuatu peristiwa
hidup, dipertanyakan logikanya bagaimana? Seakan akan logika adalah segala
galanya dalam kehidupan manusia. Padahal ada banyak kenyatan hidup yang tak
terpungkiri,yang tidak dapat dihitung secara matematika atau dilogikakan.
Contoh: Seorang yang menyandang gelar sarjana, logikanya, hidupnya pasti lebih sejahtera daripada orang yang tidak pernah duduk dibangku kuliah. Tetapi kenyataannya, cukup banyak sarjana yang menganggur atau menjadi tukang beca,sementara tidak sedikit orang yang sukses, walaupun tidak pernah duduk disekolah tinggi.
Mencapai pencerahan atau kesadaran jiwa ,tentulah tidak semudah
mengucapkannya. Perlu pemahaman yang mantap,penghayatan akan maknanya dan tekad
untuk meraihnya. Mungkin saja harus melalui perjalanan panjang yang melelahkan
,sebelum mampu menembus tirai misteri kehidupan itu sendiri,yaitu memaknai
hidup untuk menjadi manusia yang berguna ,tidak hanya bagi keluarga,tapi juga
bagi orang lain.Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan
belang. Manusia mati meninggalkan nama.
Untuk dapat dikenang orang,tidak harus menjadi orang besar,seperti
Bung Karno atau Sudirman. Setiap orang dapat menjadi manusia yang
dikenang,tidak hanya ketika masih hidup, tetapi juga ketika sudah tiada lagi di
dunia ini.
Untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, tidak ada batasan
suku,budaya,kepercayaan ataupun sebagai seorang manusia,kita diberikan
kebebasan oleh Sang Pencipta, untuk memilih : menjadi manusia yang dikenang
karena bermanfaat bagi orang lain, atau menjadi manusia yang dilupakan,karena
kehadirannya di dunia ini tidak berarti apapun bagi sesama.
Peta jalan ada
ditangan kita,terpulang kita akan mengambil arah yang mana. Mari kita memilih
jalan hidup yang benar,agar tidak akan jadi sesalan seumur hidup.
Catatan: tulisan ini sama sekali tidak bermaksud mengurui sana
sini, Semata mata untuk sharing ,sesuai dengan motto Kompasiana: “sharing and
connecting “.
Wollongong,
28 Januari,2014
Tjiptadinata
Effendi.
http://filsafat.kompasiana.com/2014/01/29/menggapai-kesadaran-jiwa-631243.html
Komentar
Posting Komentar