Media Indonesia - Carilah Ilmu hingga ke Mal
Amanda, 21, bersama Rara, 20, dan Mesty, 21, asyik mengobrol di sebuah kafe di Plaza Festival, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka membahas ujian akhir semester yang sudah di depan mata. Di atas meja, di sela-sela gelas dan penganan, terserak laptop, buku-buku teks, dan catatan kuliah.
Menunggu kuliah sembari menyeruput kopi atau minuman dingin di kafe menjadi aktivitas lazim buat ketiga mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis, Universitas Bakrie itu. Lokasi kampus yang berada dalam Plaza Festival, sebelumnya dikenal sebagai Pasar Festival, membuat mereka bisa dengan mudah berpindah dari ruang kelas ke kafe.
Universitas Bakrie, semula bernama Bakrie Management School, sejak berdiri pada 2006 lalu, memang membuka ruang kelas dalam Plaza Festival. Langkah serupa juga dilakukan Binus University International yang pada September nanti akan membuka 21 ruang kelas di lantai 6 FX Lifestyle Center, Sudirman, Jakarta Selatan, lengkap dengan coffee shop dan lounge.
Buat pihak kampus, memboyong kursi, papan tulis, peranti proyektor, serta ruang perpustakaan ke mal menjadi solusi buat memperoleh fasilitas infrastruktur yang paripurna.
"Daya tampung di kampus The Joseph Wibowo Center di kawasan Hang Lekir, Senayan, Jakarta Selatan, tak sebanding dengan pertumbuhan jumlah mahasiswa. Yang bermasalah sekali tempat parkir,” ujar Dekan Fakultas Creative Media dan Technologies Binus University, Minaldi Loeis.
Lokasi mal yang di pusat perkantoran Jakarta itu, kata Minaldi, juga memudahkan para pengajar di kampus yang mengirim mahasiswanya ke berbagai universitas luar negeri, di antaranya ke Australia dan Korea, untuk memperoleh gelar ganda itu.
"Dosen-dosen kami banyak para profesional di bidangnya, dan mayoritas berkantor di kawasan Sudirman-Thamrin dan sekitarnya. Karena itu, FX kami anggap sangat strategis,” kata Limandi.
Faktor lokasi itu juga yang membuat Wahyu, 25, mengambil program pascasarjana di Universitas Pelita Harapan yang berkampus di Plaza Semanggi, Jakarta Selatan.
“Karena pagi saya kerja di kawasan Sudirman juga, baru bisa kuliah sore, kalau pilih kampus yang jauh mungkin belum bisa lanjut kuliah sampai sekarang,” ujar Wahyu.
Fenomena ini, kata Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Handaka Santosa, menunjukkan Jakarta dan beberapa kota besar di negeri ini tengah mengarah ke model superblok yang sebelumnya telah diadopsi negara maju. "Semua fasilitas ada di satu tempat, tidak hanya sarana belanja, tetapi ada kantor dan sekolah. Tujuannya, efisiensi waktu, menunjang gaya hidup masyarakat urban yang sibuk,” kata Handa yang juga CEO Plaza Senayan.
Namun, berbeda dengan negara-negara lain, pembangunan superblok itu idealnya didukung sistem transportasi yang sempurna. "Agar lebih efisien,” tegasnya.
Di Indonesia, superblok yang dikawal pihak swasta telah membuat Amanda bisa menghirup kopi sembari menikmati alunan musik lembut di kampus seusai menyelesaikan kuis yang lumayan menguras konsentrasi dari dosennya. Namun setelah seluruh jam kuliah tuntas, para dosen dan mahasiswa itu mesti berpikir keras untuk mencari ruas jalan menuju rumah yang kemacetannya lebih bisa ditoleransi. (M-1)
Amanda, 21, bersama Rara, 20, dan Mesty, 21, asyik mengobrol di sebuah kafe di Plaza Festival, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka membahas ujian akhir semester yang sudah di depan mata. Di atas meja, di sela-sela gelas dan penganan, terserak laptop, buku-buku teks, dan catatan kuliah.
Menunggu kuliah sembari menyeruput kopi atau minuman dingin di kafe menjadi aktivitas lazim buat ketiga mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis, Universitas Bakrie itu. Lokasi kampus yang berada dalam Plaza Festival, sebelumnya dikenal sebagai Pasar Festival, membuat mereka bisa dengan mudah berpindah dari ruang kelas ke kafe.
Universitas Bakrie, semula bernama Bakrie Management School, sejak berdiri pada 2006 lalu, memang membuka ruang kelas dalam Plaza Festival. Langkah serupa juga dilakukan Binus University International yang pada September nanti akan membuka 21 ruang kelas di lantai 6 FX Lifestyle Center, Sudirman, Jakarta Selatan, lengkap dengan coffee shop dan lounge.
Buat pihak kampus, memboyong kursi, papan tulis, peranti proyektor, serta ruang perpustakaan ke mal menjadi solusi buat memperoleh fasilitas infrastruktur yang paripurna.
"Daya tampung di kampus The Joseph Wibowo Center di kawasan Hang Lekir, Senayan, Jakarta Selatan, tak sebanding dengan pertumbuhan jumlah mahasiswa. Yang bermasalah sekali tempat parkir,” ujar Dekan Fakultas Creative Media dan Technologies Binus University, Minaldi Loeis.
Lokasi mal yang di pusat perkantoran Jakarta itu, kata Minaldi, juga memudahkan para pengajar di kampus yang mengirim mahasiswanya ke berbagai universitas luar negeri, di antaranya ke Australia dan Korea, untuk memperoleh gelar ganda itu.
"Dosen-dosen kami banyak para profesional di bidangnya, dan mayoritas berkantor di kawasan Sudirman-Thamrin dan sekitarnya. Karena itu, FX kami anggap sangat strategis,” kata Limandi.
Faktor lokasi itu juga yang membuat Wahyu, 25, mengambil program pascasarjana di Universitas Pelita Harapan yang berkampus di Plaza Semanggi, Jakarta Selatan.
“Karena pagi saya kerja di kawasan Sudirman juga, baru bisa kuliah sore, kalau pilih kampus yang jauh mungkin belum bisa lanjut kuliah sampai sekarang,” ujar Wahyu.
Fenomena ini, kata Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, Handaka Santosa, menunjukkan Jakarta dan beberapa kota besar di negeri ini tengah mengarah ke model superblok yang sebelumnya telah diadopsi negara maju. "Semua fasilitas ada di satu tempat, tidak hanya sarana belanja, tetapi ada kantor dan sekolah. Tujuannya, efisiensi waktu, menunjang gaya hidup masyarakat urban yang sibuk,” kata Handa yang juga CEO Plaza Senayan.
Namun, berbeda dengan negara-negara lain, pembangunan superblok itu idealnya didukung sistem transportasi yang sempurna. "Agar lebih efisien,” tegasnya.
Di Indonesia, superblok yang dikawal pihak swasta telah membuat Amanda bisa menghirup kopi sembari menikmati alunan musik lembut di kampus seusai menyelesaikan kuis yang lumayan menguras konsentrasi dari dosennya. Namun setelah seluruh jam kuliah tuntas, para dosen dan mahasiswa itu mesti berpikir keras untuk mencari ruas jalan menuju rumah yang kemacetannya lebih bisa ditoleransi. (M-1)
Komentar
Posting Komentar