Oleh Duhita Dundewi
Sekarang tinggal hitungan jam ke waktu pencoblosan Pemilukada DKI. Nasib Jakarta lima tahun ke depan mulai besok pagi ditentukan, 11 Juli 2012. Apakah Jakarta akan begini-begini saja, jika Foke berkuasa lagi. Menjadi tidak jelas arah lajunya, jika salah satu dari dua calon independen itu mendapat suara memadai. Menjadi sektarian jika HNW-PKS menang, atau surut ke pedalaman dan terbelakang di tangan Jokowi-Ahok?
Harapan hanya tinggal pada Alex-Nono, pasangan nomor 6, jika Jakarta ingin segera menyelesaikan masalah akutnya (macet dan banjir), hak-hak warga Jakarta akan pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja terpenuhi secepatnya dengan layak. Dan terutama, arah pembangunan Jakarta menjadi Bandar Dunia yang disegani di Asia Tenggara, yang bisa mengangkat martabat warga Jakarta sendiri. Ini semua hanya bakal terwujud jika Jakarta berada di bawah pasangan pemimpin yang benar: Alex-Nono, nomor: 6.
Tidak ada salahnya kita mengingat lagi waktu pencalonan mereka, jika masih diperlukan serangkaian argumentasi yang bisa diterima dengan akal sehat. Hingga pilihan jatuh ke pasangan no. 6 ini benar-benar masuk akal.
Ingat Foke-Nara, kita harus ingat partai pengusungnya, Partai Demokrat. Partai penguasa yang para pemukanya banyak terjerat kasus korupsi kelas kakap. Hingga partai ini sekarang identik dengan sarang koruptor. Mereka sangat-sangat berkepentingan memertahankan Foke, demi mengamankan banyak perkara, yang bisa jadi, jika tidak terpilih lagi, berujung pada penjeblosan gubernur Jakarta berkumis ini ke dalam penjara.
Lihat saja gelagatnya, dana kampanye Foke-Nara yang tidak masuk akal besarannya. Terlebih lagi kampanye satu putaran yang digembar-gemborkannya, yang bisa menjerumuskan Jakarta dalam kerusuhan. Ini sungguh-sungguh di luar akal sehat. Kita bisa menandainya sebagai modus kecurangan yang rancangannya sudah disipakan sejak penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Jangan pernah berpikir bahwa pasangan Foke-Nara adalah pasangan paling siap memimpin Jakarta. Dasar pencalonannya tidak diarahkan untuk kebaikan Jakarta, melainkan kekuasaan dari tangan partai penguasa sekarang di Jakarta maupun tingkat nasional. Mereka disatukan pada saat-saat mepet. Kemenangan Foke-Nara adalah kekalahan Jakarta dan warganya. Jakarta sungguh tidak akan lebih baik di tangan mereka, karena hanya akan diabdikan kepada partai penguasa dan para cukongnya.
Dua pasangan independen, lupakan saja. Jakarta bakal menjadi amburadul di tangan mereka. Bahkan pasangan nomor 2, ketika pencalonannya dulu, sebenarnya disiapkan untuk menjadi boneka tandingan untuk pasangan independen no. 5. Belum, bahkan tidak mungkin, pasangan independen ini berkuasa di ibu kota, karena keduanya mengkhianati demokrasi kita, dengan pemunculannya saja. Yang setara nilainya dengan kegagalan bernegara.
Jokowi-Ahok, nomor 3. Membayangkan Jakarta di tangan mereka, sungguh serba tidak jelas. Setidak jelas pikiran-pikiran yang dikemukakan Jokowi sendiri selama ini. Reputasi media yang dibangunnya selama ini, sungguh tidak ada relevanasinya dengan problematika Jakarta. Jakarta bukan hanya perkara PKL yang bisa direlokasi. Jakarta bukan tempat adem-ayem seperti solo. Dan terlebih lagi, Jakarta tidak sedang memilih seorang walikota, melainkan gubernur.
Ingat pencalonan Jokowi. Deseret-seret oleh Partai Gerindra-Prabowo, bukan oleh PDIP. Dipasangkan dengan Ahok, sungguh menjadi tanda tanya besar, yang tidak ada jawabannya sampai sekarang. Siapa Ahok ini? Kenapa Ahok? Membayangkan dia menjadi wakil gubernur Jakarta, sungguh jauh dari penalaran akal sehat masa sekarang.
Pasangan HNW-Didik, nomor 4. Sudah disebutkan di atas. Pasangan pemimpin ini hanya akan menjadikan Jakarta menjadi kota sektarian. Lihat saja eksklusivisme pencalonannya. HNW adalah kartu terakhir dari satu-satunya partai penganut ideologi sektarian terakhir yang masih hidup di Indonesia. Jakarta dan warga Jakarta berkepentingan untuk menahan kekuatan sektarian ini, agar tidak menduduki puncak kekuasaan ibu kota.
Pilihan warga Jakarta memang harus ke pasangan Alex-Nono, nomor 6. Karena pasangan ini saja yang paling bisa diterima oleh akal sehat warga Jakarta. Sejak pencalonannya, Alex-Nono paling siap. Siap bukan berdasarkan ambisinya, melainkan dengan rencananya yang jelas untuk Jakarta. Pasangan ini disatukan oleh visi yang sama. Melihat Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, yang harus menjadi lokomotif kemakmuran bagi kota-kota di seluruh Indonesia. Ini bukan keinginan, melainkan sudah menjadi rencana mereka sejak lama.
Memilih Alex-Nono, nomor urut 6, berarti menyelamatkan Jakarta, menyelamatkan Indonesia, dari sektarianisme ala PKS, kemunduran di tangan Jokowi-Ahok, atau kebangkrutan di tangan Foke-Nara-Demokrat. Sekian!
Komentar
Posting Komentar